051

5.6K 1.1K 72
                                    

Hollaaa!

Harusnya aku update besok, tapi bener-bener ngga tahan lagi pengin update 😭😭

Mungkin sekarang aku bakal sering update, karena mood nulis lagi banyak banget hehe🤭

Xoxo

Happy Reading

Motor Raden merapat di depan pagar rumahku. Dengan cepat aku segera turun sambil melepas helm kebesaran miliknya.

"Thanks, Kak."

Raden mengangguk. "Ngga usah repot-repot ngajak gue mampir."

"Siapa juga yang mau nyuruh lo mampir." Aku menatapnya tanpa ekspresi.

Raden menutupi wajahnya dengan lengan, lampu sorot yang terang jatuh tepat mengenai matanya.

"Motor siapa dah buset!" Omel Raden.

Aku tidak melihat kendaraan itu, aku fokus melihat siapa yang duduk di atasnya.

Laki-laki dengan rompi seperti yang aku pakai melepas helmnya. Aku tidak bisa menahan ekspresi terkejutku.

Ternyata benar.

Ternyata Tetra membawa kendaraan ke sekolah.

Jadi apa gunanya dia berkata agar aku menunggunya di depan halte bus untuk berangkat bersama?

Tetra berjalan menghampiriku dan Raden. Aku tidak mendengarkan Omelan Raden yang ditujukan pada Tetra karena Tetra menyoroti matanya dengan lampu terang.

Jantungku berdetak dengan gusar. Ada rasa gelisah yang menyelusup di dalam hatiku.

"El.." Panggilnya dengan lirih.

Aku tidak menatapnya, napasku terbuang dengan gusar. Mereka berdua pasti mendengarnya.

"El gue mau ngomong sebentar."

Sayangnya aku sedang tidak ingin membicarakan apapun.

Aku masih tidak menatapnya. Aku menepuk kecil tas Raden kemudian berpamitan. "Kak makasih, gue masuk dulu."

"El." Panggil Tetra lagi.

Aku menggigit bibir bawahku dengan kuat. Kenapa sulit sekali menahan agar tidak menatapnya?

Tanganku menarik pagar besi ke samping. "Gue cape, Tra. Besok aja ya."

Kemudian aku masuk ke dalam rumah, tak peduli lagi dengan dua orang yang mungkin masih mau berdiam di depan gerbang rumahku.

Aku bersandar pada pintu masuk bagian dalam. Sekilas saat menutup gerbang tadi, aku melihat ekspresi wajah Tetra yang sangat aku tidak sukai.

Ekspresinya membuatku seperti telah melakukan kesalahan besar, padahal di sini dia yang seharusnya merasa bersalah.

"AH NGGA TAU DEH!"

"Ngga tau apa, Vay?"

Deg.

"Eh, Papi. Ngga hehe bukan apa-apa kok."

Kenapa papi bisa tiba-tiba muncul seperti ini? Apa teriakanku sangat keras? Sepertinya tidak.

Pai mendekat ke arahku, mengambil tas dari punggungku dan memindahkan ke bahunya. Tangannya mendorong bahuku sambil memijat kecil. "Capek banget ya sekolah?"

Aku mengangguk berjalan mengikuti dorongan papi. "Iya capek, Pih."

"Mau nikah aja?"

Aku menoleh sambil mendelik, papi tertawa melihat raut penolakan di wajahku.

bukan GADIS TANPA PERAN [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang