060

6.1K 1.1K 214
                                    

Selesai dengan bekalku, aku memundurkan kursi ke belakang yang langsung mendapat pertanyaan dari Tetra.

"Mau ke mana?"

"Kamar mandi." Jawabku lalu keluar memutar meja.

"Sendirian?" Tanyanya lagi.

Aku mengerutkan kening. "Masa sama lo?"

Tetra tertawa singkat lalu ikut berdiri sambil menenteng bungkusan nasi di dalam plastik bening.

"El mau ke mana?" Tanya Hepta.

"Kamar mandi."

"El, El, gue titip tolong buangin sampah boleh ngga? Sekalian lo ke depan." Ujar Nona dengan buru-buru. Sepertinya suasana hatinya sudah membaik.

Aku mengangguk mengulurkan tangan ke depan meminta plastik berisi sampah makanan.

Nona memberikannya padaku, namun Tetra merebutnya dengan cepat.

"Gue aja yang buang." Katanya sambil menatapku. Tetra sempet mengerlingkan matanya singkat sebelum dia pergi keluar kelas untuk membuang sampah.

Nona bergidik ngeri. "Gila, itu anak kenapa sih?"

Hepta mengangkat bahu tanpa menjawab, dia sibuk dengan sesuatu di ponselnya.

Aku buru-buru menuju kamar mandi, takut bel masuk berbunyi lebih dulu.

Aku melihat Tri sedang duduk bersandar pada tembok tiang di koridor, di sebelahnya ada Elma yang duduk di atas kursi kayu.

Tidak ada percakapan di antara keduanya. Tapi yang aku tau pasti, Elma sudah membuka hatinya untuk Tri. Dan Tri sedang menepati janjinya untuk berhenti memainkan perempuan jika berhasil berpacaran dengan Elma.

Ini sungguh keajaiban bagi seorang Tri. Dia yang biasanya berganti pacar seminggu atau beberapa hari sekali, sekarang sudah hampir dua Minggu tetap bersama Elma.

Tubuhku seperti tersengat listrik. Aku tidak tahan lagi. Aku berlari kecil menuju toilet terdekat.

Fyuh.. beruntung tidak ramai.

Jika toilet ini ramai, aku pasti harus berlari lagi mencari toilet yang lain. Yang jaraknya boleh jadi sangat jauh.

Deg!

Gelap.

Lampu di dalam bilik ku mendadak mati. Apakah ada pemadaman listrik?

Hanya ada setitik cahaya yang keluar dari lubang ventilasi, tapi itu tidak terlalu membantu.

Keringat dingin mulai bercucuran perlahan membasahi pelipisku.

Tenang. Aku harus tenang. Aku harus bisa melawan rasa takut ini. Ini hanya gelap.

Aku merapikan pakaianku dengan cepat, lalu bergegas keluar. Ternyata tidak hanya bilik yang aku tempati, lampu di atas wastafel pun mati.

Dengan hati-hati tanganku meraba-raba sekitar. Pintu utama toilet tertutup membuat cahaya dari luar tidak masuk sama sekali.

Di mana pintunya? Aku meraba saku seragamku, ternyata aku tidak membawa ponsel. Sial ini gelap. Mataku tidak terbiasa.

Kakiku menabrak sesuatu, aku terjatuh di atas lantai kering lalu tertimpa sesuatu yang panjang. Kakiku menabrak gagang pel rupanya.

Byur!

"Hah.." Aku terdiam. Tubuhku sempurna basah. Ada yang menyiram seember air di atas kepalaku.

Suara tawa mulai terdengar menggema di dalam toilet.

"Sorry, El. Gue ngga bisa liat apa-apa, gelap."

bukan GADIS TANPA PERAN [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang