3.

571 63 0
                                    

🔉🔉kata lebah kecil, kakak-kakak yang baca jangan lupa klik bintang di pojok kiri ya,komen juga biar teteh semangat nulisnya hihi😋😋

Happy reading all,hope you enjoy 😘😘

🐝🐝🐝


"Yaudah nanti kita pergi kalo kelas udah beres." Tanpa di sangka, sebuah suara dari belakang membuat mereka otomatis menoleh begitu saja.

"Astaghfirullah, Eldo, ngagetin ajaaa kebiasaan."

"Au tuh, demen banget si ngerjain orang," omel Aya yang menyetujui ucapan Bia tadi.

Sedangkan lelaki yang di omeli hanya menunjukan cengiran tak berdosanya. "Hehehe, ya maap."

"Eldo ga cape apa selalu tiba-tiba muncul tanpa di undang," tutur Gema, angkat bicara.

"Au ya, fans gue kah lo?" Canda Bia dengan kekehan kecil.

"Lagi di sekolah Biii, astagaa," peringat Aya karena Bia tak sengaja menyebutkan kata 'gue' saat berbicara barusan.

"Eh iya hehe, kelepasan, maap."

"Hehe iya, fans Bia no satu nih," ucap Eldo ceria.

Bia hanya tersenyum seperlunya, sedangkan Gema dan Aya menggelengkan kepala mereka. Sedikit miris pada lelaki tampan yang satu itu.

Semua orang di sekolah ini pun tau, bahwa Eldo sangat menyukai Fabia Bertha Ghiyandra dari awal kedatangannya, namun sayang sekali, gadis bermata kucing itu tak kunjung memberikan respon positif. Bukannya tidak ingin, namun Bia hanya tak ingin memberikan harapan lebih pada pemuda baik hati itu.

Hati Eldo sangat lembut, perasannya terhadap Bia juga tulus, tak menuntut sama sekali dan Bia dapat merasakan itu. Maka dari itu, tak mungkin Bia menerimanya secara cuma-cuma saat Bia tau betul hatinya bukan untuk Eldo. Lebih baik menyakiti sekaligus bukan dari pada menyiksanya secara perlahan?

Bodohnya, ia selalu menertawakan Defrik, adik sematawayangnya karena terlalu stuck pada satu nama. Padahal kenyataannya gadis itu pun tak berbeda dengan Defrik. Bertahun-tahun menolak untuk menerima uluran tangan para lelaki karena takut akan merasakan sakit untuk kedua kalinya membuat Bia sangat betah dengan statusnya saat ini. Di tambah ingatannya tentang pemuda yang dahulu menemaninya masih melekat dan tak kunjung tenggelam tertimbun waktu.

"Jadi ntar mau ga ke gramed kalo sekolah udah bubaran?" Tanya Eldo sekali lagi.

Bia terdiam beberapa saat, memikirkan bagaimana caranya menolak secara halus dan meminimalisir rasa kecewa Eldo. "Hehe kayanya ngga jadi Do, baru inget nanti di suruh pulang cepet sama Bunda."

Bia tak sepenuhnya berbohong, memang benar bundanya menyuruh ia agar lekas pulang nanti sore, karena sang bunda akan mampir ke rumahnya bersama sang adik.

Namun sebenarnya jika tak di turuti juga tak masalah, karena alasan terbesar sang bunda menyuruhnya cepat pulang adalah karena ingin meminta Bia untuk membuatkannya smoothies pisang buatannya. Kan sebetulnya mereka bisa membeli itu di luar, atau menunggu hingga malam pun, bisa.

Kadang heran sendiri, mengapa Bunda dan adiknya sangat senang dengan minuman rasa pisang. Bahkan Bia yang selalu mendapat tugas membuat jus pisang atau smoothies pisang saja bosan, apa mereka tidak ya?

"Yaudah nanti pulang bareng kalo gitu ya?" Tawar Eldo masih berusaha mencuri waktu dengan Bia tanpa ada sedih meskipun berkali-kali ajakannya itu di tolak.

"Yaudah sih teh, iyain aja, kasian anaknya," bisik Gema, sedikit kasihan juga pada Eldo.

"Doo, gue ke sini pake motor, gapapa pulang sendiri aja, thanks niat baiknya," jawab Bia sedikit berbisik pada Eldo.

Eldo tersenyum lalu mengangguk. "Yaudah, next time aja okee."

"Abisin makannya, Eldo duluan mau ada kelas," lanjutnya lagi sembari sedikit mengacak rambut Bia.

"Teh sumpah, tu cowo ga ada cape nya deketin teteh." Ucapan Gema tadi langsung di jawab oleh anggukan dari Aya.

"Yang di deketin aja padahal cape, Gem," komentar Bia yang menghentikan makannya.

"Tapi emang di suruh Bunda pulang cepet?" Tanya Aya berujung kepo sendiri.

Cengiram dari bibir Bia sontak saja membuat Gema menggeleng. "Kasian bener ka Eldo, padahal sama gue aj-"

"Berisik dih, kaga ngaca," balas Bia kesal sendiri.

"Ga ngaca apaan?" Inilah Gema, kadang sifat polosnya kambuh di tempat dan waktu yang tidak tepat.

"Defrik kan Gema tolak terus," jawab Aya pada akhirnya membuat Gema kicep sendiri.

"Nah, mingkem juga kan yeuuuu."

"Ya beda cerita lah," protes Gema tak terima.

"Tapi Bi, ini mata Aya yang aneh atau emang Bia aga pucet sih?" Tanya Aya yang baru tersadar bahwa wajah Bia sedikit pucat.

"Eh iya loh, pucet tehh." Gema akhirnya maju, lalu meletakan tangannya di kening Bia.

"Agak anget juga, pusing teh?"

"Iya pusing, berisik banget soalnya lo," canda Bia yang tak ingin membuat Gema dan Aya khawatir.

"Tau lah, cape sama teteh."

"Yaudah, abis ini kalo ga ada jadwal Bia langsung pulang ajaa," titah Aya.

"Anuu..,mau ngasiin hasil rekap nilai ke pak Wisnu."

"Titip aja ke kita lah gampang itumah." Mendengar ucapan yang keluar dari mulut Gema, sontak saja Bia tersenyum cerah.

Sungguh jika di rasa-rasa kepalanya memang sedikit sakit, dan ntah mengapa ia merasa dingin padahal cuaca sedang cerah hari itu.

~~~


"Yahh yahh jangan mati dong ahh anjjir," umpatnya karena motor kesayangannya itu tiba-tiba mati.

"Ayo dong nyalaaa, pala gue udah makin sakit ini, pengen bobo di rumah." Bia masih mencoba untuk kembali menyalakan motor hitamnya, namun tak kunjung membuahkan hasil.

Bia pun merogoh ponselnya, berniat mencari bantuan kepada siapapun. Kepalanya semakin memberat, tidak lucu bukan jika ia pingsan karena anemianya kambuh di tengah jalan seperti ini.

Namun, sepertinya hari ini memang hari sial bagi dirinya, karena ternyata benda pipih yang jadi harapan terakhirnya juga mati karena kehabisan baterai.

Pusing banget gila, ga boong.

Dengan terpaksa ia mendorong motornya ke tempat yang sedikit teduh, berharap ada kenalannya yang kebetulan lewat lalu bisa menolongnya.

Belum sampai ia pada tempat incarannya, sebuah mobil putih dari arah berlawanan maju lalu memblokir jalannya membuat Bia mengerutkan kening, heran juga mengapa mobil itu tiba-tiba menghalanginya.

Bia diam, masih menunggu siapa gerangan yang tiba-tiba berhenti dan menghalangi jalannya. Ia berniat mengumpat tapi gagal karena ternyata detik berikutnya orang yang keluar dari mobil itu malah membuatnya terpaku.

"Ayok masuk, muka lo udah pucet banget."

Melihat siapa yang ada di hadapanya, membuat Bia bingung, ntah harus bersyukur atau malah mengeluh.

"Gue bisa sen-"

"Masuk dulu Bii, serius lo pucet."

"Makasih, gue bisa sen-"

"Masuk Fabia Bertha Ghiyandra."

🐝🐝🐝

Alhamdulillah yeayyyy selesai jugaaaa yuhuuu 🙌🙌🙌

Enjoy sahabat lecillll,janlup komen dan vote ngoghey 😍

Lebah kecilnya undur diri duluuu paypay🐝🙌🐝🙌💜💜💜💜

After Letting You GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang