🔉🔉kata lebah kecil, kakak-kakak yang baca jangan lupa klik bintang di pojok kiri ya,komen juga biar teh almi semangat nulisnya hihi😋😋
Happy reading all,hope you enjoy 😘😘
🐝🐝🐝
Kembalinya Galung ke rumah sakit itu berarti lelaki itu harus sepenuhnya menghilangkan Bia dari pikirannya untuk beberapa saat. Meski sulit, Galung benar-benar berusaha mati-matian agar tetap profesional. Pekerjaan yang ia geluti ini menyangkut dengan nyawa seseorang, kesalahan sedikit saja bisa berakibat sangat fatal.
Galung pernah hancur sebelum sekuat sekarang, beberapa kali gagal dan harus mengumumkan waktu kepergian pasiennya membuatnya mengaku kalah telak dari takdir dan itu terasa amat menyakitkan untuknya. Maka dari itu, bagaimana pun kacaunya seorang Galung Anggara, saat kakinya sudah melangkah memasuli rumah sakit maka isi pikirannya akan di penuhi oleh rentetan pasiennya.
Meski harus Galung akui, tak jarang ia kewalahan untuk tetap fokus dan frustasi saat harus mengusir seluruh hal yang mengganggunya. Seperti kemarin dan saat ini.
Galung bersumpah, belakangan ini Bia sangat berhasil membuat pikirannya kacau dan berakhir dengan terus memikirkannya.
Galung terkesiap, kesadarannya di paksa kembali saat sebuah ketukan berhasil menyapa rungunya.
"Ya, masuk aja," Ucapnya mempersilahkan orang di luar sana untuk memasuki ruangannya.
Tak butuh waktu lama, orang yang tadi mengetuk itu akhirnya menyembulkan kepalanya. Ah, ternyata itu Natali, salah satu perawat yang sering membantunya. "Dok, ini ada yang mau cek. Tadi katanya kelewat jadwal ceknya."
Galung mengangguk, ia lantas menyuruh Natali untuk memberikan ijin agar orang yang tadi ia maksud untuk datang kepadanya.
Senyum kotak khas Galung terbit begitu melihat siapa yang kini melambaikan tangan mungil itu kepadanya, jangan lupakan juga mata sipit anak kecil itu yang menghilang karena tersenyum.
"Halo, dokter Galung," Sapa anak kecil itu membuka percakapan terlebih dahulu.
Lihatlah, bagaimana tatapan polos itu selalu berhasil membuat perasaan Galung menjadi lebih baik. Anak kecil yang berjuang demi tetap bernafas bersama orang yang mereka cintai itu tak pernah gagal membuat Galung terenyuh, apalagi saat mereka tak pernah kehabisan stok untuk terus berjuang, meski tak jarang rintihan itu selalu menyayat hati siapapun yang mendengar. Tapi setidaknya semangat mereka adalah bekal agar Galung terus berjuang mempertahankan mata indah anak-anak itu agar tetap terbuka.
"Hai haiiii anak baik," Sapa Galung masih mempertahankan senyumannya. Tak lupa tangan lelaki itu juga terulur untuk mengusap pelan kepala anak kecil di depannya ini.
"Bu, hehe." Selain menyapa sang pasien, Galung juga menyapa seorang wanita yang berada di hadapannya.
"Dokter maafin tadi kita ada urusan yang cukup urgent, jadi baru sempet sekarang," Ucap Ibu itu merasa tak enak hati.
Galung menggeleng menenangkan. "Ga apa-apa, sejauh ini Syahrul jauh membaik ko. Tapi gimana nih di rumah ada keluhan engga?"
"Arul pengen main ke Dufan dokter, tapi Mamah bilang ntar ntar terus." Siapa sangka pertanyaan Galung tadi malah di balas oleh anak berusia 5 tahun tanpa di suruh. Anak yang tadi memanggil dirinya sendiri dengan panggilan Arul itupun kini merenggut lucu, seolah kesempatan ini memang sudah ia tunggu sebagai ajang untuk protes terhadap Ibunya.
Tak ayal hal itu jadi mengundang tawa Galung juga Ibu tadi pecah.
"Arulnya juga susah nih Dok makannya, jadi ke Dufan nya ga jadi terus," Belas sangat Ibu dengan nada bercanda.
"Abisnya makanan yang Arul mau ga boleh terus di makan, kan Arul juga mau kaya yang lain Mah." Protes kedua dari mulut mungil itu berbanding terbalik dengan yang pertama tadi.
Jika sebelumnya ia berhasil mencairkan suasana, kini ucapannya itu malah mengundang hening. Benar juga, mungkin anak ini ingin seperti anak sebayanya yang lain, anak yang bebas memakan apapun yang mereka inginkan. Tapi sayangnya Syahrul yang tak sehat pun harus berakhir dengan banyaknya aturan, baik tentang kegiatan ataupun makanannya.
"Iya, boleh ntar makannya sama dokter aja ya? Kita jajan yang banyak sambil main ke Dufan, mau?" Ajak Galung membujuk agar pasiennya itu tak lagi sedih.
"Mauu dong dok, tapi jangan ntar ntar terus kaya Mamah ya."
Perkataan itu di balas dengan anggukan juga kekehan dari Galung, yang setelahnya pemeriksaan ia lakukan sampai beberapa saat kemudian.
~~~
Galung memilih untuk pulang ke rumah orang tuanya malam ini, rasanya ia tak ingin sendirian. Galung juga butuh mengisi kembali tenaganya yang seolah terkuras hebat belakangan ini, selain itu ia begitu merindukan masakan dari Ibunya. Masakan yang selalu mampu memperbaiki mood Galung saat sedang tak baik-baik saja.
Saat itu, Galung merasa sudah memasang senyum cerah seperti biasanya. Tapi ternyata itu tak mampu menutupi kekhawatiran Ibu yang masih mampu menangkap segurat rasa lelah juga frustasi di wajah anak sulungnya ini.
Maka saat Galung berbaring di pahanya, wanita paruh baya itu hanya tersenyum sembari terus mengelus hangat kepala sangat putra. Tadi selepas memakan masakannya, Galung langsung merebahkan dirinya, dan hingga kini posisi lelaki itu sama sekali tak berubah.
"Ada yang lagi Aa pikirin ya?" Tebak Ibu yang di angguki Bapak di depannya.
"Iya, lagi cape juga hehe," Jawab Galung seadanya.
"Coba ceritain sama Ibu, apa yang ganggu pikiran Aa."
Galung yang semula berbaring, akhirnya kini mendudukan dirinya. Tangannya meraih sebuah cemilan yang ada di sebelahnya.
"Pikiran Galung belakangan ini di penuhin terus sama Bia, kakaknya Defrik yang waktu itu pernah di ceritain." Sembari mengunyah, lelaki itu terus berceloteh tanpa berusaha menutupi apapun.
Bagi Galung, membagi cerita dan apa saja yang ia pikirkan kepada orang tuanya adalah hal yang biasa. Karena setelahnya secara ajaib ia akan jauh merasa lebih baik.
"Dulu kan Galung pacarannya sama temen Bia, namanya Sintia. Dia itu, apa ya, perempuan yang ga takut sama apapaun, karena emang backingan dia kuat-kuat jadi dia berani. Sintia juga tipe yang kalo dia mau dia harus dapet. Terus sekarang dia pengen Galung balik sama dia, jelas aja Galung nolak, Galung beneran ga bisa. Yang Galung mau itu Bia bukan Sintia."
"Masalahnya, gara-gara Galung ga mau, Sintia ini jadi gangguin Bia. Galung takut aja cewe itu bertindak di luar nalar, dia nekat banget soalnya. Tapi di sisi lain Galung juga susah buat jagain Bia soalnya Defrik nutup akses Galung gara-gara terakhir kali dia mergokin Galung ada di tempatnya Sintia, jadi aja dia ngejauhin kakaknya dari Galung. Intinya ya gitu deh Bu, Pak. Semesta lagi jahat sama Galung, semesta lagi nge hukum Galung ya soalnya dulu Galung jahat sama perempuan sebaik Bia?"
Pertanyaan yang merilih di akhir kalimat itu berhasil membuat Ibu dan Bapak merasakan nyeri yang tak kasat mata. Benar, Galung benar tentang semesta yang tengah jahat kepadanya. Setelah sekian lama, akhirnya Ibu juga Bapak kembali melihat bagaimana sorot mata Galung meredup.
🐝🐝🐝
Sahabat lecill boleh aku tau ga gimana menurut kalian ceritaku sejauh ini? Ngefeel ga sih? Aneh kah? Atau kurang greget gitu? Atau ramee? Atau gimanaaa? Yukk komen yukkk nghehehehe🐝🐝🐝💜💜💜
KAMU SEDANG MEMBACA
After Letting You Go
Teen FictionStart : 7 Januari 2021 End : Ayo save dulu aja kak, siapa tau jodoh sama ceritaku yakan. Ceritaku yang ini berkaitan ya sama cerita : -Endless Maze -Love Swan -Abyss of Pain -Second Pride -Invisible Rope -Gade of Regret Jadi boleh ya mampir juga ke...