7.

369 50 2
                                    

🔉🔉kata lebah kecil, kakak-kakak yang baca jangan lupa klik bintang di pojok kiri ya,komen juga biar teteh semangat nulisnya hihi😋😋

Happy reading all,hope you enjoy 😘😘

🐝🐝🐝
Di tempatnya, Bia menggeliat, menurunkan kain yang tertempel di keningnya dan mengusap mukanya sendiri. Berharap pusing di kepalanya hilang. Tangannya kini menempel di dahinya, lalu setelah itu ia menghela nafas pelan.

Sakit lagi? Haaahh

Sejujurnya ia membenci kondisinya yang terlalu mudah sakit, sampai membuat Defrik semakin bertekad menjadi dokter, karena katanya jika Bia sakit biar ia yang mengobatinya.

Ia juga yakin, yang mengompresnya tadi adalah sang adik. Meskipun tengil adik semata wayangnya itu sangatlah menjaga dirinya, sedari dulu dan sampai sekarang.

Perlahan ia mendudukan diri dan turun dari kasur nyamannya. Bia berjalan keluar, ingin mencari minum untuk membasahi tenggorokannya yang terasa kering.

Ia sedikit melirik jam. Masih jam 4 pagi ternyata. Ia yakin baik kedua orang tuanya atau Defrik sama-sama masih terlelap.

Tapi nyatanya apa ini, yang ia lihat saat pertama kali membuka pintu adalah Defrik yang sedang berbincang dengan ayahnya.

Adiknya itu terlihat sedikit enggan dan tampak merajuk. "Ayah yang bilang aja sama teteh ya? Kalo aku yang bilang, anaknya pasti ngeyel."

Bia makin menajamkan pendengarannya saat merasa namanya terbawa kali ini.

"Yaudah, suruh Bunda aja buat bujuk teteh supaya mau ambil cuti seminggu."

Bia terdiam, lalu melengos pelan. Selalu seperti ini, jika ia sedang drop, pasti Defrik, anak tengil itu dapat di pastikan mendoktrin kedua orang tuanya agar mau membujuknya agar tak mengajar di sekolah. Bia ingin membuka suara namun setelah di pikir-pikir memang belakangan ini ia sangat mudah lelah. Apakah untuk kali ini ia harus menurut?

"Bia ga apa-apa Yah, ga usah sampe cuti, apalagi seminggu," tuturnya mendekat ke arah kedua orang itu.

Pandangannya kali ini tertuju pada Defrik. Pandangan sebal Bia yang sayangnya hanya di balas oleh tatapan polos dari sang adik, membuat Bia ingin mengomel saja rasanya.

Tapi baru saja ia akan kembali melangkah, pening tiba-tiba ia rasakan membuat Bia sedikit mengerang dan refleks memegang kepalanya.

Defrik yang melihat itu spontan langsung berdiri dan menuntun Bia untuk duduk di sebelahnya.

Lelaki jangkung itu menghelas nafas dan melirik ke arah Bia. "Yang gini yang gak apa-apa tuh iya?" Tanyanya sarkas.

Sedangkan Bia hanya bisa menunduk seperti anak kecil yang sedang di marahi orang tuanya. Diam-diam gadis itu mengomeli keadaanya yang sama sekali tak bisa di ajak bekerja sama.

"Teh, ambil cuti dulu ya?" Bujuk ayah, tapi Bia langsung menggeleng, masih tetap pada pendiriannya.

"Bentar lagi anak-anak UAS, kasian kalo ga ada materi yang masuk."

"Lo ngomong gitu seakan guru di sana cuma lo aja," komentar Defrik pedas.

Bia melotot mengancam, namun detik berikutnya ia kembali terdiam saat adiknya itu malah balik memelototinya. Benar-benar definisi kakak takut adik.

Lelaki itu mendekat, lalu tanpa permisi menempelkan tangannya di atas kening Bia. "Udah gue kompres aja, masih sepanas ini dih."

"Istirahat, ntar pagi kita ke rumah sakit cek," lanjutnya lagi.

Jelas saja Bia kaget mendengarnya, ia langsung menggeleng keras, tak mau jika harus ke rumah sakit. Ia benci kesana.

"Teh, cuma periksa aja ko, mau ya?"

After Letting You GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang