53

105 19 2
                                    

Haii hehhee. Buat sahabat lecil tinggalin jejak bolee? Ntar kalo update ini komennya lbh dari 7 + vote banyak aku janji besok sore/malem update lagii hihiii mwahh💜🐝💜🐝

Bantu follow dan mampir juga ke ceritaku yg lain ya sahabat lecil💜💜💜

🐝🐝🐝

Bia memberhentikan mobilnya di parkiran rumah sakit pagi itu, 30 menit yang lalu Galung menghubunginya. Meminta agar mereka bertemu hari ini walau hanya beberapa saat. Untung saja jadwal Bia yang seharusnya menghadiri seminar saat itu di undur menjadi esok hari, jadi saat ini ia bisa menemani kekasihnya itu.

Sementara di lain sisi Galung jadi sedikit membolakan matanya saat Bia mengabarkan bahwa dirinya sudah berada di parkiran beberapa menit yang lalu. Padahal kan nanti saja Galung bisa menjemputnya. Yah, walaupun ini bukan kali pertama Bia menjemputnya sih, tapi kan Galung merasa jadi tak enak.

"Sayang," Ucap Galung kini baru saja sampai di samping mobil milik Bia. Lelaki yang memiliki hidung mancung itu mengetuk kaca mobil Bia 2 kali sebelum masuk ke dalam mobil Bia yang memang tak di kunci.

"Heyy, morning," Sapa Bia begitu Galung mendudukan bokongnya di kursi.

"Morning, love," Balas Galung dengan tangan yang mengusap kepala Bia halus. "Kamu kenapa ga nunggu di rumah aja? Kan ntar aku bisa jemput, kalo gini aku jadi ngerjain."

Ucapan Galung saat itu mendapat delikan sebal dari Bia, ia memilih mengambil 1 paper bag dan menyerahkannya pada Galung.

"Kaya ke siapa aja anjir, lagian kan ga harus selalu cowo yaa yang jemput yang ngedarain. Saling bantu ini namanya tau," Oceh Bia yang detik berikutnya memberikan paper bag berisi makanan pada Galung.

"Sarapan dulu, aku yakin kamu belum sarapan. Habis kopi berapa gelas semalem?" Todong Bia langsung.

Tak ada jawaban, Galung malah tercenung dan menatap Bia dengan dalam. Tatapannya jelas menunjukan seberapa besar sayangnya ia pada Bia, tatapannya menjelaskan bahwa ia begitu beruntung mendapatkan Bia di sisinya.

Galung menerima paper bag tersebut, namun lambat laun ia jadi menunduk. Sesekali ia mengusal wajahnya. "Semalem aku berhasil ga tidur tanpa kopi, tapi semalem aku kerja di tempelin sama rasa bersalah aku karena kehilangan 1 pasien aku Bi. Dia masih umur 5 tahun, bahkan belum masuk SD. But i lost him," Sesal Galung menceritakan hal yang sadari tadi mengganjalnya.

"Setiap kaya gini, aku selalu bayangin jadi Dias. Gimana dia bisa sehebat itu buat keliatan baik-baik aja saat Ibu pergi di bawah pengamatan dia. Aku.., kadang bersyukur kalau bukan aku yang nolongin Ibu pas itu. Aku jahat ya, Bi?"

Bia menggeleng, ia lantas mendekat dan menarik halus Galung agar masuk ke dalam pelukannya. Di usapnya punggung yang selalu terlihat tegap itu, berharap ada sedikit energi yang mampu Bia berikan bagi Galung yang sedang melemah saat ini.

"Setiap orang punya jalannya masing-masing sayang, dan setiap jalan yang mereka lewatin pasti sanggup mereka lewatin. Kamu ga jahat karena mikir gitu kok, dan lagi kita ga ada yang bisa ngira kalau kalian kembar kan? Semuanya udah di atur, semuanya emang udah ketulis. Begitupun sama adik yang tadi kamu ceritain, yang sekarang udh pulang, yang sekarang udah ga kesakitan. Mungkin dunia ini terlalu jahat buat dia yang polos itu, makannya waktu dia di sini ga sebanyak kita."

Bia terus menepuk halus punggung Galung sambil mengangguk. "Ga apa-apa, ayok nangis. Keluarin semuanya sayang, makasih banyak udah bertahan, makasih udah keren dan makasih udah ngasih tau aku kalau kamu lagi ga baik-baik aja. Semoga lekas bangkit, anak baik."

Bukannya mereda, Galung malah semakin mengeluarkan banyak air mata. Pelukannya mengerat, ia benar-benar menumpahkan semuanya pada Bia. Sesuai seperti apa yang di inginkan Bia tempo hari.

Flashback on

Bi, gimana caranya aku bales semua yang udah kamu kasih? Semua bahagia sama tenangnya aku, gimana caranya biar aku selalu bisa dapet itu dari kamu? Aku banyak kurangnya, aku takut kamu pergi, Bia."

"Jangan redup, boleh ga kalau aku minta itu? Aku pengen kamu bahagia, bisa kan? " Tanya Bia di luar dugaan Galung. "Aku ga larang kamu buat sedih, aku ga larang kamu buat rehat sejenak. Cuma, aku pengen minta kamu buat lebih baik sama diri kamu sendiri sayang."

"Bi." Kali ini Galung kehilangan kata-katanya, lidahnya kelu dan otaknya tak mampu di ajak untuk bekerja sama.

"Kamu ibarat danau di sini," Ucap Bia menunjuk pemandangan yang ada di depan mereka. "Tenang, keliatannya damai padahal di dalem sama pasti banyak hewan yang hidup. Kamu juga sama, keliatan seolah ga ada masalah, seolah kamu udah bangkit sepenuhnya padahal nyatanya kamu cuma pura-pura. Aku yang liat danau ini dari deket sesekali bisa liat percikan aing yang di buat sama hewan di bawah danau ini, sama kaya aku yang bisa liat dengan jelas gimana kamu berusaha baik-baik aja selama 5 bulan ini. Coba, mana pernah kamu ngeluh lagi? Mana pernah kamu nangis? Seengganya ngadu kalau kamu lagi kangen sama Ibu."

Bia menangkup kedua pipi Galung agar menatap ke arahnya, karena sejak tadi ia mengoceh, kekasihnya itu malah menundukan kepalanya.

"Kamu manusia yang butuh manusia lain juga, kamu juga bisa cape, bisa ga baik-baik aja. Dan proses kamu mu mungkin ga secepet orang lain. It's okey Galung, tapi seengganya bagi sama aku kalau kamu lagi ga baik-baik aja. Ya? Selama apapun proses kamu bangkit, aku mau terlibat di dalemnya, Galung."

Flashback off

"Maaf, baju kamu jadi basah gitu," Ucap Galung dengan suara parau, khas jika sesorang habis menangis.

Bia tersenyum sembari menggeleng kecil. "Santai kali, gitu doang," Balas Bia yang malah mengulurkan tangannya untuk menghapus jejak air mata yang masih ada di pipi Galung.

"Makasih, makasih buat semuanya Bi, maaf kalau aku belum bisa kasih tau bahagia, jangan pergi dulu ya? Jangan pernah cape sama aku."

"Ga akan cape, asal di sogok bola ubi 20k yang rasa tiramisu," Ucap Bia dengan cengiran kecilnya. Ia rasa sudah saatnya kali ini Galung tersenyum kembali, toh tadi ia sudah mengisi energinya kan?

Cara Bia barusan berhasil, Galung kali ini ikut terkekeh. Tawa pertamanya di hari ini. Dengan gemas ia mengambil tangan Bia dan mengecupnya pelan. "Boleh, borong sama mangnya juga boleh, sayang."

"Yeaayyy, letgooooooow."

Selepas itu, Bia mulai mengendarai mobilnya. Perlahan mereka menjauh dari sana. Semula, Galung tak menaruh curiga pada sang kekasih. Sampai saat mobil iti berhenti 45 menit kemudian, barulah ia melirik pada Bia yang tersenyum.

"Bi?" Tanya Galung dengan wajahnya yang polos.

"Ayok, turun. Keburu siang kalau ntar."

Galung menurut, ia lalu melangkah sambil menggenggam hangat lengan Bia.

🐝🐝🐝

Tebak lagi, ini mereka kemana😍

After Letting You GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang