23

236 35 2
                                    

Galung menghela nafasnya, mencoba memfokuskan diri sebelum akhirnya melangkah memasuki ruangan operasi. Kali ini jadwalnya adalah operasi gabungan dengan dokter saraf. Yang tak lain dan tak bukan adalah Dias yang menjadi partnernya.

Tadi, sebelum memasuki ruangan gadis itu sempat melihat pada Galung. Meski samar, Galung mampu melihat Dias menggeleng. Ntah terlalu peka, atau memang sangat terlihat jelas. Namun Dias seolah memberitahu bahwa Galung harus menghilangkan dahulu pikirannya tentang Bia sejenak dan fokus pada operasinya kali ini.

Satu perawat mendekat ke arahnya, memakaikan jubah operasi untuk Galung. Setelah semua perlengkapan lengkap, lelaki itu mendekat dan memulai operasinya. Sementara Dias menunggu beberapa meter di belakangnya, menunggu Galung selesai dengan pekerjaannya.

Awalnya semua berjalan lancar, sampai seorang dokter magang tak sengaja membuat kesalahan. Membuat keadaan seketika menjadi sedikit ricuh.

"Sial, fokus sama apa yang ada di hadapan kalian!" Bentak Galung cukup nyaring.

"Bovie," Pintanya sambil mengulurkan tangannya.

Namun sayangnya, dokter magang yang berada di sebelahnya itu malah mematung dan tak mengindahkan perintah Galung.

"KASIH SAYA BOVIE!" sekali lagi, suara Galung menggelegar di ruangan itu.

Dias yang awalnya hanya memperhatikan sampai maju untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi. Sementara dokter magang yang tadi di bentaknya langsung memberikan apa yang tadi Galung pinta.

Tanpa kata, lelaki itu berusaha sebisa mungkin untuk menutupi kesalahan bawahannya ini. Dan beruntungnya beberapa saat kemudian ia berhasil mengatasinya dengan tepat.

"Fokus, saya ga mau lihat ada kesalahan lagi," Pintanya serius.

"Baik dok, maaf tadi saya kurang fokus," Sesal lelaki yang tadi membuat kesalahan.

"Gimana? Tanda vitalnya aman?" Tanya Galung pada dokter anestesi yang saat itu ikut operasi bersama mereka.

"Aman, sudah kembali stabil." Barulah setelah mendengar penuturan dari dokter anestesi barusan, Galung perlahan mundur untuk bertukar tempat dengan Dias. Karena tugasnya saat itu sudah selesai.

~~~

Operasi gabungan tadi berjalan lancar meskipun waktu saat operasinya melenceng satu jam dari yang di perkirakan.

Dan operasi itu nyatanya cukup menguras energi Galung dan Dias, hingga keduanya memilih beristirahat bersama di ruangan milik Galung.

"Gila, gue padahal sering banget di ruangan operasi. Tapi tetep aja kalo gabungan rasanya jauh lebih cape." Dias yang kala itu tengah menyenderkan dirinya pada sofa di ruangan Galung akhirnya angkat bicara, setelah keduanya diam semenjak mereka memberitahukan bahwa operasi tadi berjalan lancar pada keluarga pasien.

"Sama, soalnya kalau gabungan biasanya lebih rumit. Mana kampret banget tadi dokter magang itu. Hampir aja gue tadi bilang anjing," Jujur Galung jadi membuat Dias membuka matanya dan terkekeh.

"Muka lo dari pagi sepet banget, gue ga tau lo kenapa tapi hari ini lo hebat." Pujian tulus dari Dias barusan nyatanya cukup untuk membuat Galung lebih tenang.

"Untung sih tadi lo yang masuk, bayangin kalo Defrik, atau Shila deh. Gue pernah satu operasi sama mereka anjiir serem banget, salah ngebeset dikit..., dahlah bakal kena mental," Lanjut Dias lagi.

"Masa? Gue belom pernah sama mereka. Pernahnya sama lo sama Gian."

"Sumpah, gue jadi anak magang dapet Defrik atau Shila udah depresot sih, galak banget anjiis." Dengan nada yang menggebu, Dias terus mengoceh.

"Gue ga nyangka si Shila galak."

"Jauh lebih galak dari gue."

Galung lantas mengerutkan keningnya, menatap heran pada Dias. "Yang bilang lo galak siapa? Lo mah kaya ibu peri gini, dikit-dikit ga apa-apa, dikit-dikit lemah lembut, heleh."

"Yaa emang tiap orang beda-beda sih ya. Mungkin yang galak juga supaya mereka paham apa tugas mereka jadi ga lalai."

Kali ini Galung mengangguk, menyetujui ucapan Dias.

Tadinya Dias ingin kembali melanjutkan acara gibahnya, namun urung karena ponsel milik Galung terus berbunyi nyaring.

"Angkat dah, berisik banget gila."

Galung terkekeh pelan, ia lalu mengerutkan keningnya saat melihat nomer asing lah yang menghubunginya.

"Ga tau siapa, gue ga save no nya," Beritahu Galung sambil mengangkat ponselnya.

"Yaudah angkat dulu anjir, kalau penting gimana?" Dias menggerakan kepalanya. Memberi kode agar Galung lekas mengangkat panggilan tersebut.

"Halo?" Sapa Galung saat benda pipih itu sudah berada di telinga sebelah kirinya.

"....."

Lelaki yang awalnya itu tengah bersandar dengan santai pada sofa jadi otomatis mendudukan dirinya dengan tegak. Ntah apa yang orang itu ucapkan, namun semuanya mampu melihat wajah terkejut yang lama-lama berubah menjadi senyuman milik Galung sekarang ini.

"Eh, engga. Galung udah selesai prakteknya ko, ini lagi santai."

"....."

Sayangnya senyuman itu langsung sirna, tergantikan dengan wajah menegang yang kentara dengan jelas.
Lelaki itu kini memejamkan matanya, tangannya juga refleks memijat pelipisnya yang terasa berdenyut. Lalu ia menjawab setelah sebelumnya menghela nafas.

"Iya boleh, Galung free besok sore kok. Sebelumnya, maafin Gal-"

Belum sempat ia menyelesaikan ucapannya, Galung sudah lebih dulu menjauhkan ponselnya. Memeriksa apakah sambungan telepon tadi masih terhubung atau tidak.

Kala matanya melihat orang yang menghubunginya itu memutuskan sambungan secara sepihak jadi membuat dirinya terkekeh kecil. Menertawakan takdir yang terlampau sering membuatnya menderita.

"Are you oke, Lung?" Tanya Dias khawatir.

Perlahan Galung menyimpan ponselnya, kembali menyender pada sofa sambil menggeleng lemah pada Dias.

"Rasanya mau nafas aja berat, Yas," Adu Galung, ntah mengapa mampu jujur begitu saja pada Dias.

Gadis di hadapannya ini mendekat, lalu menepuk-nepuk punggung Galung, berharap itu akan membantunya. "It's oke, ga apa-apa. Pelan-pelan lo bakal nafas lagi seperti biasa. Sekali lagi, lo hebat hari ini Galung."

🐝🐝🐝

Selamatt hari senin sahabat lecil 🐝💜 gimana senin kalian????

After Letting You GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang