35

166 24 0
                                    

🔉kata lebah kecil, kakak-kakak yang baca jangan lupa klik bintang di pojok kiri ya,komen juga biar teteh semangat nulisnya hihi😋😋

Happy reading all,hope you enjoy 😘😘

🐝🐝🐝

Bia mengetuk pintu ruangan Restu beberapa kali, sebelum kakinya melangkah masuk begitu melihat pintu sang atasan terbuka lebar. Senyum indahnya yang ia tunjukan itu perlahan pudar seiring dengan kedatangan seseorang yang benar-benar ingin ia hindari saat ini.

Diantara ribuan waktu juga banyaknya tempat di gedung sekolah ini, kenapa Bia harus bertemu dengannya sekarang sih? Benar-benar membuat mood paginya hancur begitu saja.

Tapi sebisa mungkin, Bia kembali menormalkan mimik wajahnya saat ia sudah berada di dalam ruangan Restu. Mencoba se profesional mungkin walau nyatanya harus menahan rasa sebalnya mati-matian.

"Eh, Bu Bia sama Bu Sintia, sini masuk duduk dulu," Ucap Restu mempersilahkan.

Menurut, keduanya mendudukan diri di sofa yang berada di sana.

"Pak, ini tugas Bia yang waktu itu ga ke kumpulin hehe. Maafin ya," Ucapnya tak enak hati. Bia lantas mengulurkan tangannya, memberi laporannya yang membuat Bia lembur kemarin-kemarin.

"Wah beneran selesai Bi? Saya kira bakal ngaret kamu ngumpulinnya soalnya banyak itu tugasnya." Restu tersenyum bangga, dengan senang hati lelaki satu-satunya yang berada di sana itu menerima laporan yang tadi Bia berikan.

"Beres dong Pak, kan di bantuin ayang ngerjainnya. Iya kan Bu." Tanpa ada yang menduga, Sintia angkat bicara dan masik begitu saja pada percakapan Bia dan Restu.

Hal itu mengundang reaksi yang hampir mirip dari keduanya, sama-sama terlihat bingung dengan apa yang Sintia ucapkan detik lalu.

Mak Lampir satu ngapain sih pake nimbrung segala.

"Eh haha gimana maksudnya Bu?"

"Ga usah malu-malu gitu, kemarin saya liat Bu Bia sama Pak Eldo di kafe. Terus Pak Eldo ngebantuin tugasnya, iya kan?" Fakta yang tak sepenuhnya benar itu sangat membuat Bia kesal setengah mati. Jika saja ini adalah sebuah film kartun, maka di kepala Bia kini sudah muncul tanduk tanda ia begitu marah.

"Karena lucu jadi saya sempet motret gitu, niatnya mau saya ceng-cengin hahaha." Tawa hambar yang Sintia lontarkan menjadi satu-satunya pemecah hening kala itu. Karena baik Bia atau Restu hanya tersenyum tipis mendengar itu semua, bingung juga harus bereaksi seperti apa.

"Saya teh ga pacaran sama Pak Eldo, dia kemarin mungkin kebetulan lewat aja. Ya meskipun bener sih dia bantuin saya bentar buat masukin filenya ke laptop," Balas Bia tenang.

Gadis itu sama sekali tak mengubah mimik wajah juga nada bicaranya, Bia sudah hafal bagaimana Sintia akan senang jika lawannya terbawa emosi atas permainan yang ia ciptakan. Maka dari itu, kini Bia tak akan lagi melakukan kesalahan hal yang sama, kali ini ia tak akan lagi masuk ke permainan licik seorang Sintia.

"Tapi yang penting mah selesai ya kan Pak?" Tanya Bia dengan nada bercanda pada Restu.

"Soalnya aneh banget masa file saya tiba-tiba hilang. Apa jangan-jangan di sekolah kita ada setan ya?" Lanjut Bia sedikit berbisik namun masih terdengar jelas.

"Hus, mana ada Bi."

"Ada Pak, mungkin manusia iri yang menjelma jadi setan ya kan? Makannya jail sama Bia." Balasan dengan nada bercanda itu berhasil memecah suasana yang tadi sempat kaku.

"Oh iya, projek lomba English Club tuh gimana Bu? Aman kan?"

Biar tersenyum cerah, moodnya yang tadi sempat turun kini kembali membaik saat mengingat ia dan murid-muridnya sebentar lagi akan mengikuti lomba.

"Aman Pak, do'ain kita bisa menang yaa, sama hehe minta di lancarin buat cair dananya. Jangan di buat susah anak-anak Bianya, ya Pak ya?"

Tawa renyah Restu terdengar, lelaki itu mengangguk mengiyakan. "Iya aman itu mah. Makasih banyak kerja kerasnya Ibu Bia."

"Yaudah kalau gitu Bia ijin balik ya Pak? Udah mau deket jamnya ngajar ini hehe." Bia bangkit, lalu setelah sedikit membungkuk ia akhirnya melangkah keluar dari ruangan itu. Demi Tuhan ia tak ingin berlama-lama di sana, karena bisa saja moodnya kembali jelek beberapa waktu kemudian.

Dan hal yang Bia hindarin itu ternyata benar terjadi. Langkahnya terhenti saat rungunya mendengar Sintia memanggil namanya cukup lantang, mungkin cepat-cepat menyusul dirinya karena tadi Bian mendengar Sintia seperti terburu-buru begitu selesai memberikan tugasnya pada Restu.

Langkahnya terhenti, namun tubuh Bia sama sekali tak berbalik. Ia memilih menunggu perempuan yang pernah menjadi sahabatnya itu untuk datang menghampirinya.

"Seneng lo udah bilang gue setan di depan muka gue?" Pertanyaan itu menimbulkan kernyitan di dahi Bia. Untuk beberapa detik Bia benar-benar tak paham maksud dari ucapan Sintia saat itu.

"Gimana rasanya ngerjain laporan sebanyak itu selama 3 hari? Kayanya kurang ya gue kasih kerjaannya?" Tanya Sintia yang kini berada tepat di hadapan Bia dengan tangan yang terlipat di depan dada.

Dagunya yang sedikit terangkat juga mata yang menajam kian menambah kesan angkuh Sintia, tapi sayangnya semua itu tak membuat Bia gentar barang sedikitpun. Sekali lagi Bia tekankan bahwa ia tak akan pernah jatuh kembali dalam permainan Sintia, tidak sekarang ataupun kedepannya.

"Oh jadi itu kerjaan lo?" Bia terkekeh sinis. Astaga, bahkan dirinya sama sekali tak mencurigai Sintia barang sedikitpun. Tapi siapa sangka, gadis itu malah dengan sukarela mengaku, bahkan sampai menghampirinya segala.

"Jujur aja gue ga ada naroh curiga sama lo, cuma lo dengan baik hati malah ngaku. Lol."

"Toh gue ngaku juga lo ga akan ngapa-ngapain, lo ga punyo bukti apapun, right?" Jawab Sintia menggendikan bahunya acuh.

"Terserah, masalahnya udah kelar juga. Jauh-jauh lo dari gue, setan."

Sintia jelas membola, seumur hidupnya ia begitu jarang menemui orang yang berani kepadanya. Karena lingkungan tempatnya hidup adalah tempat orang-orang begitu menghormati dirinya, lantas wajar saja jika saat ini dirinya begitu terkejut karena nyatanya dahulu Bia adalah salah satu dari orang-orang yang tunduk kepadanya. Namun lihatlah bagaimana waktu mampu mengubah sikap gadis ini.

"Sayangnya gue bakal terus ganggu lo, selama lo masih tetep deketin cowo gue."

Kontan saja Bia merotasi kan matanya malas, hidup tenangnya harus terusik begitu Galung kembali memunculkan batang hidungnya di hadapan Bia.

"Sorry? Ga salah tu ngomong?"

Kini Bia melangkah maju, mengikuti Sintia melipat tangan di depan dada lengkap dengan dagu angkuh yang terangkat. Wajah Bia yang biasanya tersenyum kini hilang, tergantikan dengan aura dingin yang jarang ia tunjukan.

"Kalo emang dia cowo lo, tolong kasih tau berhenti gangguin gue, berhenti usik hidup gue. Ajak pergi dia jauh-jauh supaya gue ga harus liat dia." Kini Bia merapikan baju Sintia lembut, di tepatnya bahu gadis itu pelan sambil ia tatap tajam. "Dan lo, berhenti ngaku-ngaku. Miris gue dengernya."

Setelah berhasil mengucapkan semua yang ia inginkan, Bia meninggalkan Sintia begitu saja dengan senyuman puas di bibirnya. Baiklah Sintia, kali ini Bia telah unggul. Mari lihat siapa yang akan bertahan hingga akhir nanti.

🐝🐝🐝

Siapa yg mau nyantet Sintia cung? Wkwkwkkw

Heheheheee, mau crita dikti. Harusnya part ini ke update tadi siang, cmn gegara error lupa dan baru inget barusan. Sempet mikir ko ga ada notif dari Galung and the geng yaa, dan ternyata blm ku update wkwkwkw😭🤝

After Letting You GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang