13.

275 46 0
                                    

🔉🔉kata lebah kecil, kakak-kakak yang baca jangan lupa klik bintang di pojok kiri ya,komen juga biar teteh semangat nulisnya hihi😋😋

Happy reading all,hope you enjoy 😘😘

🐝🐝🐝


Galung terlonjat begitu pintu di depannya tiba-tiba terbuka, menampakkan Dias, Gema juga Aya yang keluar dari sana.

"Ehh dokter Galung, ga masuk?" Terimakasih kepada Dias yang sudah sengaja berteriak dengan muka yang amat sangat menyebalkan bagi Galung. Sehingga membuat dokter tampan itu tak harus susah-susah mengeluarkan tenaga untuk menyapa, karena kini semua eksistensi tertuju padanya.

Bantuan dari Dias tadi tentunya mengundang umpatan yang benar-benar ingin Galung lontarkan kencang-kencang. Tapi sayang kali ini, ia harus menelan umpatannya bulat-bulat. Galung mau tak mau jadi melangkah maju dengan senyum yang lebih mirip seperti ringisan.

"Good luck," bisik Dias saat temannya itu berpapasan dengannya. Senyum jahil wanita itu masih tak luntur sama sekali di wajahnya.

"Eh, Lung, masuk masuk," sapa Defrik seolah langsung bergabung dengan Dias untuk menjahili Bia dan Galung.

Lambat laun senyum jahil juga terbit dari wajah tampan Defrik, ia lalu melirik ke arah Gema yang hanya memperhatikan mereka. "Teh, gue mau anter Gema, gak apa-apa kan gue tinggal?" Tanyanya.

Gema yang kelewat peka jelas langsung paham situasi pun jadi otomatis mengangguk. "Adenya gue pinjem dulu ya, Teh?"

"Dih ko tiba-tiba sih?" Tanpa sadar Bia jadi merajuk. Bibirnya jadi maju beberapa senti. "Tadi perasaan engga."

"Gue barusan dapet telpon dari Ka Alga katanya minta ketemu. Jadi ga bisa nganter Gema Bi." Ntah kenapa kini Aya juga jadi ikut bekerja sama untuk menjahili dua sejoli itu.

Di tempatnya Galung jadi tertawa sinis, ia kira Aya setidaknya tidak jahil dan paling waras tapi nyatanya. Sama saja.

"Iiihhh," lagi, Bia tanpa sadar jadi protes. Wajah gadis cantik itu jadi bertambah lucu membuat siapapun akan gemas melihatnya, termasuk Galung yang juga tak mampu menahan rasa gemasnya.

"Gemes banget ya Allah," ucapnya pelan. Sudut bibirnya jadi terangkat membuat senyum khasnya terbit, hanya saja ia tak sadar, banyak pasang mata yang memandangnya dengan intens.

Sampai Defrik mendekat pun Galung sama sekali tak sadar karena masih sibuk memandangi Bia. Kini Defrik yang tepat berada di depannya jadi menoyor kepala Galung cukup keras, sama sekali tak segan-segan.

"Ngedip anyink ngedip," ucapnya sarkas, tak mampu menahan diri untuk tak berkata kasar.

Spontan saja semuanya yang berada di sana jadi menertawakan Galung, tapi tidak dengan perempuan yang kini masih berbaring lemah di kasur rumah sakit. Wajahnya kembali datar, tak menunjukkan ekspresi apapun.

Galung yang tak sengaja melihat itupun jadi tertunduk, menyembunyikan senyuman mirisnya. Juga mencoba menekan rasa gusar dan nyeri yang tiba-tiba menghantam hatinya karena kini ia benar-benar terlihat seperti seorang lelaki brengsek yang tak tahu malu.

"Dah sana masuk, titip ya? Jangan di tinggal sebelum gue balik," pesan Defrik saat sudah selesai menertawakan temannya ini.

"Apa sih, alay banget gue juga bisa sendiri," protes Bia yang sayangnya tak di gubris oleh siapapun yang berada di sana.

Sedangkan Galung hanya mengangguk saja begitu Defrik menepuk bahunya dan pergi begitu saja di ikutin seluruh teman-temannya. Menyisakan keheningan di antara Galung dan Bia.

Setelah beberapa saat hening, Galung akhirnya melangkahkan kakinya mendekat ke arah Bia. Membuat Bia jadi otomatis melengos mengalihkan pandangannya ke arah lain.

"Hai, Bi," sapa Galung mendudukan dirinya begitu saja pada kursi di sebelah kasur Bia.

"Hhmmm."

"Sekarang gimana? Masih lemes?"

Kala itu Bia hanya menggelengkan kepalanya samar sebagai jawaban, masih enggan membuka mulutnya seolah itu adalah hal yang sangat sulit untuk ia lakukan.

"Ada yang sakit? Pusing ga?"

Lagi-lagi Bia menggeleng cepat, tapi kali ini lebih jelas tak sesamar tadi.

"Udah mak-"

"Gue baik-baik aja kaya yang lo liat, gue udah makan, ga ada yang gue rasain. Udah kan?" Tanya Bia.

Mata kucingnya menatap Galung datar, memancarkan aura dingin yang selama ini jarang ia tunjukan kepada siapapun. Galung jadi mengatupkan bibirnya, paham bahwa dirinya kini termasuk pada salah satu orang yang sangat Bia hindari.

Tatapan itu, tatapan yang hanya Bia tunjukan supaya orang terintimidasi olehnya. Tatapan yang mungkin dulu Galung beri pada Bia, dan lihat bagaimana karma bekerja dengan sangat baik karena kini Galung lah yang dihadiahi tatapan itu.

Kenapaa rasanya sungguh menyakitkan?

"Biii-"

"Kalau udah selesai, lo bisa keluar lagi. Dokter Galung." Kembali, Bia seolah tak memberi kesempatan untuk Galung berbicara.

Galung jadi tertunduk, menghindari tatapan yang menusuk hatinya. "Sorry." Nyatanya hanya satu kata itu, yang mampu keluar dari mulut Galung. Rasanya kenapa lidahnya terasa begitu kelu, seakan tak mampu mencari kata lain.

Karena memang, kata itulah yang sangat mewakilinya. Di cerita ini, dari awal memang Galung lah yang salah dan Bia lah yang tersakiti.

"Jangan gini, Bi," pintanya memohon.

Tapi sayang, Bia tak menggubrisnya sama sekali. Perempuan itu malah mengalihkan pandangannya ke sekitar.

"Gue mohon."

"Boleh keluar kalau udah ga ada kepentingan. Ga usah di jagain guenya, udah gede." Bukannya menjawab Bia malah kembali mengusir Galung saat itu.

Menyerah, Galung akhirnya hanya bisa menghelas nafas. Dan Bia pikir lelaki itu akan pergi keluar, tetapi nyatanya Galung tetap pada tempatnya.

"Kenapa masih di sini?" Bisik Bia lebih ke pada diri sendiri.

Galung yang tak sengaja mendengar itu jadi tersenyun senang. "Biarinin gue di sini, gue ga akan ganggu lo, gue cuma pengen jagain lo."

"Gue bi-"

"Gue cuma mau di sini, gue ga akan ganggu lo juga, Bia." Gantian, kali ini Galung lah yang tak memberikan kesempatan kepada Bia untuk berbicara.

🐝🐝🐝

After Letting You GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang