33

177 27 0
                                    

🔉🔉kata lebah kecil, kakak-kakak yang baca jangan lupa klik bintang di pojok kiri ya,komen juga biar teh almi semangat nulisnya hihi😋😋

Happy reading all,hope you enjoy 😘😘

🐝🐝🐝

Umpatan itu terus Bia lontarkan dalam hatinya untuk lelaki bernama Galung Anggara yang terus memaksanya untuk bertemu. Bahkan pesan terakhir yang ia kirimkan sedikit membuat Bia takut Galung akan berbuat nekat, dan itu kian membuatnya uring-uringan.

Bagaimana tidak? Galung bicara bahwa ia akan menunggu Bia tepat di gerbang sekolah saat bubar sekolah hari ini, lalu ia juga berbicara akan menanyakan Bia terus menerus pada siapapun yang ia temui jika Bia tak mau bertemu dengannya.

Terdengar seperti sebuah ancaman, namun Galung tak lagi punya cara lain selain memaksa Bia seperti saat ini, karena bagaimana pun ia butuh berbicara serius jika ingin memperbaiki hubungannya dengan Bia. Dan hal itu berhasil, karena pada akhirnya Bia kini berada di mobil bersama lelaki yang dulu selalu ia puja.

Dalam hatinya Bia terus meyakinkan bahwa ini adalah pembicaraan terakhir mereka, setelah ini Bia tak akan lagi menurut begitu saja.

Oke Fabia, kendaliin diri lo. Jantung di mohon kerjasamanya, jangan dangdutan dulu. Jangan buat gue repot.

Tepukan pelan pada bahu Bia mampu membuat ia menghentikan lamunannya dan kembali pada kenyataan. Ya, kenyataan bahwa kini Galung tengah berada di sampingnya sambil menatap Bia dengan dalam.

"Jangan melamun," Ucap Galung pada akhirnya membuka percakapan.

Bia menoleh pada Galung untuk beberapa detik. "Jalan, atau gue turun lagi."

Tak ingin membuat suasana jadi kacau, Galung memilih menurut dengan mudah. Meski jauh di lubuk hatinya ia ingin tetap berada pada posisinya sekarang, memandangi wajah cantik Bia dari dekat ternyata mampu membuat lelahnya menguap begitu saja.

"Ada tempat yang mau lo datengin ga?" Tanya Galung sambil menjalankan mobilnya.

"Ada."

Galung tersenyum cerah kala itu, senang bahwa ternyata Bia tak mengabaikan pertanyaannya.

"Dimana? Yuk ke kita ke sana," Tutur Galung jadi bersemangat. Bahkan ia sampai mengubah posisi duduknya karena terlalu senang.

"Kamar gue. Alias buruan gue mau balik," Jawab Bia dengan nada datar. Benar-benar terlihat tidak minat, berbanding terbalik dengan lelaki di sebelahnya ini.

Senyuman Galung lambat laun memudar, tergantikan dengan senyum tipis sebelum ia mengangguk begitu saja.

Tujuan Galung saat itu adalah sebuah angkringan yang berada di jalan Riau. Angkringan yang selalu ia datangi jika penat, juga angkringan yang dulu menjadi tempat yang mereka pilih jika ada hal yang mereka akan diskusikan.

Mata Bia bergerak gelisah saat sadar mobil Galung sudah berbelok ke parkiran angkringan itu, kepalanya otomatis melirik sekitar. Ingin sekali ia protes. Dari sekian banyak tempat, mengapa harus angkringan ini? Mengapa harus tempat yang menyimpan banyak kenangan untuk keduanya?

Kini kepala Bia tertunduk dengan senyuman miring di bibirnya, Galung Anggara memang paling handal membuat hatinya kacau seperti sekarang.

"Udah sampe, ayok turun," Ajak Galung begitu mobilnya berhenti.

Bia menghela nafasnya, sebelum menuruti perintah Galung untuk turun dari mobilnya.

Keduanya jalan beriringan ke tempat itu, bersiap untuk memilih makanan apa saja yang akan mereka makan. Saat itu, belum sempat Bia mengambil piring untuk dirinya ternyata Galung sudah lebih dulu mengulurkan 2 piring kepadanya.

Bia mengernyit, memandang Galung seolah tak paham apa yang ia maksud.

"Pegang, gue yang ambilin makanannya. Kaya biasa," Ucap Galung lembut.

Bia tertegun di tempatnya, tak bergerak seperti seluruh tubuhnya kehilangan fungsi. Ingatan gadis itu seolah di paksa untuk kembali ke masa lampau, masa dimana ia merasa menjadi wanita paling beruntung karena memiliki Galung di sisinya. Masa dimana ia menggantungkan seluruh kebahagiaan juga harapannya pada lelaki itu, masa dimana ia belum sadar bahwa Galung adalah luka baginya di masa depan.

Bia mengambil satu piring itu, tak berniat menuruti permintaan Galung tadi. "Ambil sendiri-sendiri aja," Ucapnya sambil melangkahkan kaki, berniat untuk meninggalkan Galung.

Sayangnya belum sempat kakinya bergerak, tangan Galung sudah lebih dulu menahannya. Dengan pandangan memohon dan segurat rasa frustasi, ia memandang Bia. "Bi, please."

Bia menggeleng samar. "Ayo cepet, ngantri ini jangan rewel," Katanya dengan nada datar.

Langkahnya yang tadi tertahan Galung ia lanjutkan kembali, tak peduli banyak dengan lelaki yang helaan nafasnya bisa Bia dengar dengan jelas.

"Kalo gitu, biarinin gue ambil makan buat lo," Tutur Galung sambil menyimpan sepucuk nasi yang bertuliskan 'nasi kerang'.

Galung lalu mengambilkan tiga tusuk kulit ayam, dua tusuk cumi, beberapa tusuk makanan seafood dan dua tusuk jamur untuk Bia. Lelaki itu tersenyum cerah sembari memandang Bia yang kembali cengo di tempatnya. "Masih sama kan? Ini pesenan nya?" Tanya Galung basa basi.

Karena sejatinya ia tahu, Bia itu adalah tipe orang konsisten. Apalagi dalam urusan selera. Bisa saja berubah tapi peluang itu sangatlah kecil.

Bia menggeleng sambil menatap Galung dengan kesal. "Gue bukan babi, makan gue ga sebanyak itu," Sungut nya kembali menaruh beberapa tusuk makanan yang tadi Galung ambil.

"Jangan di simpen lagi, buat gue aja kalau lo ga habis," Ucap Galung berhasil membuat pergerakan Bia kembali gagal. Mau tak mau ia mengurungkan niatnya, menunggu Galung menyimpan makanan untuknya ke piring.

Nasi timbel, kulit, usus, kerang, udang seafood sama sate.

Ntah sadar atau tidak, tapi kini Bia tersenyum saat tebakannya tentang makanan Galung tepat. Ah ternyata bukan hanya dirinya, tapi Galung juga tetap mencintai menu makanan yang sama.

"Ga ngambil gorengannya?" Ucap Bia spontan saat Galung melewatkan makanan tersebut. Padahal dahulu jika ke sini ia pasti mengambil gorengan, meskipun hanya satu.

Galung yang mendengar itu jadi mengangkat alisnya tinggi-tinggi, tak menyangka Bia akan bertanya seperti tadi. Sementara gadis yang sepertinya baru sadar dengan apa yang ia lakukan hanya mampu melengos, menyembunyikan wajah merahnya.

"Mau dong, jelas harus ada gorengan," Jawab Galung semangat.

Setelah menyimpan pesanan mereka, keduanya lantas duduk di kursi yang tak jauh dari sana. Lucunya dahulu juga kursi itulah yang ntah mengapa selalu mereka dapati sedang kosong.

"Ternyata udah lama juga bangku ini tetep jadi tempat duduk kita kalau ke sini, Bi," Tutur Galung membuka percakapan.

"Ya karena ga ada lagi kursi kosong."

"Ya meskipun awalnya cuma jadi pelarian karena ga ada lagi yang kosong, lama-lama malah jadi kebiasaan kita di sini, sampe kalau di kursi lain rasanya aneh."

Bia tersenyum miring, memandang Galung sesaat sebelum akhirnya mengalihkan pandangannya pada jalan raya yang padat akan kendaraan yang lalu lalang.

"Kasian, ternyata ga cuma gue aja yang di jadiin pelarian," Tuturnya lirih. "Semuanya bisa di manfaatin kalau lagi butuh, right?" Tanya Bia dengan seringai tipis khasnya.

After Letting You GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang