Wahh udah sampe part 6 aja nih. Agak sedikit panjang di bagian ini ya, jangan lupa tinggalkan jejak saat kamu sudah membacanya.
Tolong kamu jangan jadi makhluk gaib yang udah baca tapi diam-diam bae hehe
Happy Reading, Beybeee🥳
***
Tepat dua minggu setelah kepergian Kavin, hari ini Bianca akan kembali bekerja setelah lamanya berdiam diri di rumah. Bukan tanpa alasan, sejak kepergian pria yang dicintainya itu, tubuhnya sangat syok hingga menyebabkan ia harus mendapatkan perawatan yang serius di rumahnya.
Bisa saja ia cuti satu bulan penuh, toh itu juga perusahaan milik ayahnya. Namun, ia tak ingin menggunakan kekuasaan untuk urusan pribadinya. Bekerja ya bekerja, keluarga ya keluarga. Begitulah kira-kira prinsip yang selalu diterapkan gadis itu.
Lagi pula, terus menerus berada di rumah hanya akan membuatnya semakin mengingat Kavin. Bianca juga butuh dunia luar, untuk sedikit membantunya berjalan menyusuri lorong-lorong dunia yang penuh dengan tanda tanya.
Penampilannya sudah rapi, ia hanya perlu sarapan lalu kemudian berangkat ke kantor. Di meja makan, para anggota keluarga sudah menungunya untuk sarapan bersama.
“Wahhh, cantik sekali anak Mama,” puji sang ibu padanya.
“Fighting, calon aunty harus semangat dong,” sambung Miranda membuat Bianca mengernyitkan dahi keheranan.
Benar, Bianca memang akan segera menjadi seorang Tante. Pasalnya, Miranda tengah mengandung seorang bayi dengan usia kandungan yang hampir menginjak empat bulan. Kenapa kabar sepenting ini baru muncul ke permukaan? Sebab wanita itu pun baru menyadari jika ia hamil pada saat hari kematian Kavin.
Saat itu, tubuhnya terasa sangat lemas, terlebih saat berada dekat kerumunan banyak orang. Kepalanya pusing dan ia mendadak mual. Sesampainya di rumah, ia langsung mengambil test pack yang tersimpan di laci lemari.
Benar dugaan Miranda, hasilnya memperlihatkan dua garis yang berarti positif. Setelah penantian hampir dua tahun, akhirnya akan ada junior baru dalam kelurga Bagaskara.
Usai mengetahui bahwa dirinya hamil, ia tak langsung memberi tahu keluarga sebab duka yang masih sangat terasa. Biarkan semua terkubur untuk sementara, nanti saat semua sudah mulai membaik barulah ia akan memberitahukannya.
Ternyata, hari baik itu adalah kemarin. Berita menggembirakan itu benar-benar membuat keluarganya bahagia.
“Kakak kamu hamil, kamu bakal punya ponakan,” ujar Fabian usai memasukkan sesendok nasi ke mulutnya.
“Serius? Aaaa congratulations, Kak,” tersenyum gadis itu seraya memeluk erat saudari iparnya.
Senyum itu kembali, senyum yang sangat dirindukan keluarga dan orang-orang sekitar. Bianca yang sebenarnya terlihat jelas pagi ini, tidak seperti sebelumnya yang hanya melamun dan mengurung diri.
Setelah sarapan, gadis itu segera berpamitan untuk berangkat ke kantor. Ayahnya menawarkan untuk berangkat bersama, namun ia menolak karena tidak ingin mendapat pandangan buruk dari karyawan lainnya.
Begitu juga Fabian, kampus tempatnya mengajar melewati perusahaan, bisa saja Bianca pergi bersamanya, namun gadis itu tetap menolak. Ia lebih memilih berangkat sendiri mengendari mobil yang sudah berhari-hari terparkir di garasi.
Mengapa Fabian tidak bekerja di perusahaan dan memilih menjadi dosen? Bukankah ia seorang anak lelaki yang kelak akan meneruskan bisnis orangtuanya? Sebenarnya bukan tidak mau, namun ia lebih memilih mengerjakan apa yang ingin ia kerjakan. Menurutnya, keinginan dari dalam diri jauh lebih berarti dari apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
JINGGA [END]
General FictionWARNING ⚠️ Cerita ini tidak cocok untuk yang mau langsung uwu-uwuan di awal. Karena, alur nya emang awal-awal sedih. Jadi, berproses ya manteman. Kalau kamu mau dapat feel-nya, baca keseluruhan ya, jangan setengah-setengah. Blurb : "Gue hamil. Ini s...