Bullying

297 63 6
                                    

_____

Seorang gadis dengan perawakan remaja terlihat celingak-celinguk mencari sesuatu. Memakai celana kulot dengan tambahan cardigan warna coklat susu membuat penampilannya tampak simple.

Ia berdiri di lorong antara banyaknya barang dan aneka jenis jajanan yang terpajang. Tangannya mulai mengambil satu persatu barang di hadapannya. Membolak-baliknya terlebih dahulu sebelum akhirnya dimasukkan ke dalam troly.

Gadis remaja itu adalah Farah, adik kandung Evano. Dia sedang berada di Indonovember yang cukup besar untuk membeli beberapa keperluan yang ditugaskan oleh ibunya.

"WOY, ANAK YATIM, NGAPAIN LO DISINI?"

Teriakan itu terdengar saat Farah masih fokus memilah barang yang mau dibeli.

Tubuhnya sedikit gemetar, suara itu tidak terdengar asing di telinganya. Buru-buru ia membalikkan badan untuk memastikan siapa pemilik suara itu. Benar saja, suara itu adalah milik Chintya, salah satu orang yang selalu merundungnya di sekolah.

Kakinya mendadak membeku, ingin segera beralih, namun, tak memiliki nyali.

Chintya, Alma, dan Bella, tiga sekawan yang selalu ingin disegani, ditakuti, dan dihormati. Geng mereka sudah cukup terkenal di sekolah.

CABE, julukan yang diberikan untuk tiga serangkai itu. Sudah jelas kata itu merupakan gabungan dari nama ketiganya. Tidak salah mereka mendapat julukan itu, sesuai lah dengan mulut mereka yang pedas seperti cabai.

"Gue lagi belanja, di suruh nyokap gue." Suara Farah merendah dan berusaha mengalihkan pandangan.

"Heh, yang sopan dong, lo. Emang kami ada di antara tumpukan barang di troly lo itu? Liat kesini, anjir," Bella menyentuh dagu milik Farah dengan kasar agar gadis itu menatap ke arah mereka.

"Tau nih si yatim, belagu amat," Alma berseru seraya mengerucutkan bibirnya.

Wajah Farah pucat, ini bukan kali pertama dia mendapat perlakuan seperti ini. Ketiga sekawanan itu selalu saja mengganggu nya di sekolah. Memerintah dengan kasar, dan bahkan selalu menjadikan Fara sebagai kaki tangan untuk menyelesaikan setiap tugas yang diberikan guru.

Pasrah, hanya itu yang bisa ia lakukan. Mau melawan pun tak bisa, ia tak memiliki kuasa. Orangtuanya bukan siapa-siapa, lain halnya dengan orangtua tiga sekawan itu yang memiliki kuasa penuh di sekolahnya.

Daripada di keluarkan dari sekolah, membuat sedih ibunya, dan menjadi beban untuk abangnya, biarlah ia menanggung semuanya, pikir Farah.

"Ma..af," balasnya ketakutan.

"Tugas dari Buk Riri udah lo amanin, kan? Jangan sampe kami di hukum gara-gara lo ngga ngerjain tugas itu!" Ucap Chintya seraya berkacak pinggang.

Kedua teman lainnya pun tak mau kalah, mereka turut mengamati Farah dengan tatapan ingin menerkam.

"Be..lum. Ntar gue kerjain, setelah balik dari sini." Sekawanan itu saling menatap dengan tatapan licik. Ketiga nya mengobrak-abrik troly belanjaan Farah, sebelum melenggangkan kaki meninggalkan gadis itu.

"Barang belanjaan lo murahan semua! Gapunya duit lo ya beli yang mahalan dikit? Oya, lo kan yatim, mana sanggup beli barang yang high class. Uppsss," Chintya mengucapkan kalimat itu dekat telinga Farah, lalu meletakkan beberapa jemari dan menempelkan di mulut pedasnya.

"HAHAHA." Ketiganya tertawa puas dan langsung meninggalkan Farah.

Gadis itu hanya bisa sabar, menatap punggung mereka dengan mata yang nyaris memuntahkan airnya. Buru-buru ia seka air matanya, lalu melanjutkan belanjanya yang belum selesai.

JINGGA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang