Bad Intentions

347 38 0
                                    

Kenyataan ini melukaiku. Takdir baik seolah tak berniat menghampiriku. Aku belum siap menjadi seorang ibu. Haruskah aku singkirkan ia yang menjadi aib-ku?

-Bianca Hansel Almeera-

______________[°-°]______________

Weekend menyapa setiap minggu. Biasanya, setiap weekend sabtu seperti ini Bianca hanya akan berdiam diri di rumah. Paling, sesekali keluar agar tidak bosan.

Besok, hari minggu, Bianca baru akan mengunjungi rumah orangtuanya untuk bertemu Baby Syaqilla.

Saat ini, Bianca tengah mengupas satu buah nanas yang masih sangat muda. Gadis itu membaca di internet, katanya, nanas muda bisa menggugurkan janin.

Benar, Bianca serius soal perkataannya yang akan menyingkirkan anak itu. Bianca tidak siap menjadi ibu dengan jalan yang memalukan seperti ini. Apalagi menjadi ibu dari anak Evano, Bianca benar-benar tidak mau. Bianca membenci pria itu.

"Maaf. Tapi aku belum siap menjadi seorang ibu, apalagi hasil perbuatan haram seperti ini. Maaf karena Allah telah menitipkan kamu di rahim yang salah. Hiks," lirih Bianca seraya mengelus-elus perutnya dengan mata yang berkaca-kaca.

Tidak tega sebenarnya, tapi Bianca juga tidak mau menanggung malu. Apa reaksi keluarganya nanti saat mengetahui semua ini. Bianca ngeri sendiri membayangkannya.

Pelan-pelan ia menyingkirkan titik-titik hitam yang ada di buah nanas. Lalu setelahnya ia memotong kecil-kecil nanas itu dan memasukkannya ke dalam blender.

Tanpa campuran apapun, nanas muda itu digiling sampai halus agar menjadi sebuah jus. Bianca menuangkan minuman itu ke dalam gelas.

Baunya menyengat, sungguh dari baunya bisa dinilai minuman itu sangat masam.

Gadis itu menutup hidungnya, lalu menelan jus tanpa es itu dengan cepat dan sekaligus.

"Huwekk," Bianca mual setelah minuman itu masuk keseluruhan ke dalam tubuhnya.

Matanya menyipit, kedua alisnya berkedut, dan mukanya berkeriput karena asamnya jus itu.

Segera ia berlari ke kamar mandi untuk memuntahkan sesuatu. Setelah di kamar mandi, Bianca tidak memuntahkan apapun. Hanya bersuara mual, tapi tak mengeluarkan sesuatu sedikitpun.

Usai menyelesaikan aktivitasnya, Bianca duduk di sofa ruang tamu untuk menonton televisi. Untungnya, Evano sedang pergi, jadi ia bebas melakukan apa saja hari ini tanpa ada lelaki itu. Bianca juga tidak tahu kemana perginya pria itu.

Gadis itu memeluk bantal sofa, menonton televisi tapi sama sekali tidak memperhatikan. Hatinya gusar dan pikirannya terus melayang.

Sudah lima belas menit setelah ia minum jus itu. Tapi, belum ada juga tanda-tanda perutnya sakit atau sejenisnya.

"Kok ngga ada reaksi apapun, ya? Apa jangan-jangan nanas itu ga bekerja?" Beo-nya kebingungan.

"Tenang Bianca, tenang! Kita tunggu sepuluh menit lagi. Siapa tahu reaksinya memang agak lama. Jangan panik, okey?" Ucap gadis itu meyakinkan dirinya sendiri.

Sepuluh menit sudah berlalu, tetap saja tidak ada tanda-tanda menyakitkan dalam tubuh gadis itu.

"Ah mending gue cek langsung ke kamar mandi. Siapa tahu janinnya keluar sendiri tanpa ada sakit perut," ucapnya langsung berlari ke kamar mandi.

Di kamar mandi, Bianca mulai melucuti pakaian bagian bawahnya. Dengan ragu dan takut, ia mulai menurunkan sedikit celana dalamnya. Bianca menoleh ke bawah, tubuhnya melemas saat tak mendapati tanda apapun di celana dalamnya.

JINGGA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang