Rules Home

237 34 2
                                    

"L..LO? NGAPAIN DISINI?" Tanya Bianca dengan raut wajah yang sangat syok.

"Aish...Gue juga gatau kenapa bisa ada disini." Sedikit meringis kesakitan, lelaki itu berbicara seraya memegang punggungnya yang berkali-kali kena sasaran pukulan Bianca.

"Gue serius, mau gue timpuk lagi, lo?" Bianca mengangkat kembali tongkat besi yang ada di tangannya, membuat sang lawan buru-buru mengangkat tangan dan menghentikan aksinya.

"Santai dong, sakit nih punggung gue."

"Yaudah, makanya cepat lo ngomong, ngapain malam-malam begini ada di rumah gue?" Raut wajah Bianca sangat terlihat seperti singa yang mengamati santapannya.

Bukannya berbicara, Evano justru berjalan ke arah mobil. Membuka bagasi dan tampak mengambil sebuah barang dari dalam sana.

Benar, lelaki itu adalah Evano. Bianca juga tidak tahu alasan pria itu datang ke rumahnya malam ini.

Kini, sudah ada sebuah koper besar di tangannya. Evano menuntun koper itu bersamaan dengan langkah kakinya menghampiri Bianca. Tentu saja Bianca kebingungan, apa maksudnya pria itu bertamu malam seperti ini? Membawa koper pula, benar-benar membuat Bianca bingung.

"Masuk dulu, kita ngobrol di dalam aja."

Tanpa menunggu persetujuan sang empunya rumah, lelaki itu langsung masuk ke dalam dengan mendorong koper yang berukuran sedang.

"Lah, tuan rumahnya gue apa dia, sih?" Bianca mengernyitkan dahi, menunjuk Evano kemudian menunjuk diri sendiri, setelah itu menggelengkan kepalanya dengan sangat kesal.

Evano duduk di sofa, pandangannya menilik sekitar. Ia menoleh ke belakang sebentar, melihat Bianca yang masih mematung di pintu utama.

Tawa-tawa kecil tergambar di wajahnya, senang hatinya saat bisa melihat Bianca kebingungan seperti itu.

Gemas sekali, pikirnya.

"Sekarang lo jelasin ngapain ke rumah gue!" Ucapnya masih setia memegang tongkat di tangan, dan mengayun-ngayunkan benda itu. Bianca berdiri di depan Evano yang tengah duduk di Sofa.

"Ya mau modusin lo, lah. Emang apalagi?"

"Aduhh." Evano meringis saat Bianca memukul kembali dengan tongkat besinya.

"Gue akan tinggal disini, nemenin lo." Jelasnya membuat kedua bola mata Bianca nyaris keluar dari tempatnya.

"Lo gila? Ngga boleh! Apa-apaan lo mau tinggal disini, emang lo gapunya rumah ha?" Seperti ada api yang membakar organ dalamnya, rasanya panas sekali. Membuat Bianca ingin menyantap hidup-hidup manusia di hadapannya ini.

"Lo ngga bisa nolak. Karena gue ngga terima penolakan." Evano bangkit dari sofa, lalu berbisik tepat di dekat telinga gadis itu.

Merasakan sesuatu yang aneh di sekitar telinganya, Bianca langsung mendorong dada bidang Evano agar menjauh darinya.

"Stress lo gue rasa. Pergi ngga dari rumah gue? Atau gue teriak biar semua orang denger. Mau lo?"

"Emang lo mau teriak gimana? Coba teriak gue pengen dengar." Entah apa sebenarnya mau pria ini, menambah emosi saja.

"Yaa...gue teriak, gue bilang lo orang jahat yang mau perkosa gue."

"Coba aja," tantang Evano.

Bianca kalau sudah berkata mana mungkin tidak. Segera dia mengambil ancang-ancang untuk berteriak. Menarik nafas dalam-dalam agar bisa berbicara dengan sangat  keras.

"IBU-IBU BAPAK-BAPAK SEMUA YANG ADA DISINI, TOLONG AKU! AKU YANG TENGAH SENDIRI, DAN INGIN DI PERKOS..." teriakannya terhenti saat Evano menutup mulutnya dengan satu tangan.

JINGGA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang