Jangan lupa vote dan komen, ya!
Tembus 50 komentar aja, malam ini aku up chapter selanjutnya.
Gimana, bisa ngga?
Tapi, komennya harus yang berhubungan sama cerita ini, ya. Saran dan kritik juga boleh. Yok bisa yok!Oya, aku mau ucapin terima kasih buat yang sering vote. Aku bahkan sampai ingat siapa-siapa aja orangnya hehe
Yang belum vote, boleh lah vote biar aku tau kalo kalian lagi baca cerita ini. Itung-itung nyenengin author gapapa ya hehe
Happy Reading 🧡
__________Senyum gadis ceria itu kini kembali sirna direnggut oleh keadaan. Suram dan kelam, sama seperti saat awal Kavin meninggalkannya. Tidak ada tawa, hanya ada hujan-hujan air mata yang mengisi jiwanya.
Sudah dua hari ini, Bianca tidak masuk kantor. Dirinya hanya merenung dan mengurung diri di kamar.
Perihal Randy, Evano sudah menceritakan semua pada Adyatma. Tentang Bianca yang diajak pergi ke club dan bahkan nyaris jadi santapan Randy. Semua diceritakan Evano dengan sangat detail, termasuk obat perangsang itu.
Benar, akhirnya Evano mengetahui alasan Bianca yang terus menerus merasa gelisah dan gerah.
Namun, ada satu hal yang belum ia ceritakan. Ya, tentang hubungannya malam itu dengan Bianca. Evano belum memiliki nyali untuk mengatakannya sekarang. Apalagi, dengan kondisi Bianca yang masih syok seperti ini. Ia rasa, sekarang bukan waktu yang tepat.
Randy sendiri dipecat secara tidak hormat oleh perusahaan, terutama Adyatma. Seisi kantor pun ikut merundungnya saat mengetahui alasan ia dipecat. Kasian sebenarnya, tapi mau bagaimana lagi, ini sudah konsekuensi atas perbuatannya.
Semua orang mengetahui Bianca menjadi murung karena perbuatan Randy. Padahal, kenyataannya tidak. Bianca murung karena terus dibayangi penyesalan atas perbuatannya dan Evano.
Masih tidak habis pikir, Bianca saat ini sudah tidak lagi terhormat. Mahkotanya sudah rusak dan tidak mungkin bisa kembali seperti semula. Setiap hari ia selalu menyesali, betapa kotornya ia hingga tak pantas disebut lagi sebagai seorang wanita.
Hari ini, keluarga Bianca ada di rumahnya. Mereka datang setelah Evano memberitahukan semuanya. Jangan tanyakan perihal Evano dan Bianca, bahkan mereka belum saling bicara sejak kejadian malam itu.
"Terima kasih, Nak. Kamu sudah menyelamatkan dan menjaga putri saya," ucap Adyatma yang duduk di sofa sebelah Evano.
Teriris hati Evano saat mendengarkan perkataan Adyatma yang begitu tulus. Apa tadi katanya, menyelamatkan dan menjaga?
Ya, Evano memang sudah berhasil menyelamatkan Bianca. Tapi untuk menjaga? Tentu Evano gagal, bahkan sangat gagal. Justru, sekarang, Bianca sudah rusak. Siapa lagi kalau bukan karena dirinya.
"I..ya, Om. Evano akan selalu menjaga Bianca, sampai kapanpun," sahutnya sedikit gugup.
Adyatma tersenyum lebar, begitu juga dengan Fabian. Mereka bertiga memang sedang ada di ruang tamu, sedangkan Astrid dan Miranda ada di kamar Bianca untuk menenangkan gadis itu.
"Tidak salah saya menitipkan Bianca kepada kamu. Kamu memang pria baik, tentunya bisa diandalkan," seru Adyatma yang terus menerus memuji Evano.
Evano memang pria yang baik, tulus, pekerja keras, perhatian. Tidak salah jika Adyatma berpikiran seperti itu.
Namun, kodrat manusia memang tidak ada yang sempurna. Evano adalah satu dari jutaan orang yang terjerat oleh nafsu. Sekuat apapun ia bertahan, tetap ia tidak bisa mengendalikan "adik kecil" nya yang normal.
KAMU SEDANG MEMBACA
JINGGA [END]
General FictionWARNING ⚠️ Cerita ini tidak cocok untuk yang mau langsung uwu-uwuan di awal. Karena, alur nya emang awal-awal sedih. Jadi, berproses ya manteman. Kalau kamu mau dapat feel-nya, baca keseluruhan ya, jangan setengah-setengah. Blurb : "Gue hamil. Ini s...