Welcome, Little Baby

495 39 6
                                    

Hi, guys. Aku balik lagi nih dengan chapter selanjutnya.

Btw, kemaren iseng pasang target 50 komentar, taunya ngga kesampean hiks. Sedih aku tuh :(

Terlalu berharap ngga sih aku sebagai penulis pemula?

Ada yang baca aja syukur, malah minta lebih hehe

Gapapa deh, aku juga pengen cepat-cepat selesain cerita ini. Soalnya mau fokus skripsian hehe

Jangan lupa vote dan komen, ya! Biar aku tahu siapa-siapa aja yang baca cerita ini.

Happy Reading 🧡

__________

Lima bulan setelah kepergian Kavindra. Waktu berlalu tanpa terasa. Rasanya ingin sekali Bianca memeluk pria itu, meski hanya sekali saja.

Dua bulan belakangan ini, hidup Bianca ibarat zombie yang berjalan tanpa arah. Raga tanpa jiwa, kakinya melangkah tapi pikirannya tidak tahu kemana.

Hari ini, Bianca ingin kembali bertamu ke rumah Kavin. Rindu sekali rasanya. Terakhir kali ia mengunjungi sekitar satu bulan yang lalu. Bianca memang selalu datang setiap bulannya, tepat di tanggal kepergian Kavin.

"Mau kemana?" Tanya Evano saat melihat Bianca turun dari tangga dengan pakaian rapih.

Alih-alih menjawab, Bianca justru mengabaikan pria itu. Jika kalian penasaran bagaimana hubungan mereka semenjak kejadian malam itu.

Jawabannya, masih tidak baik-baik saja. Justru tampak sangat renggang, seperti dua orang asing yang tinggal dalam satu rumah.

Bianca membatasi ruang gerak mereka, karena ia masih sangat membenci Evano. Lain dengan Evano, pria itu malah terus berusaha mendekati Bianca, mengambil hatinya agar mendapatkan maaf dari gadis itu.

Evano tetap sabar meski Bianca mengacuhkannya. Evano tetap bertahan meski ia tak tahu sampai kapan. Evano tetap berusaha meski ia tahu semua itu tidak mudah. Sebelum tahu bagaimana hasilnya, Evano akan tetap berdiri tegak dan berusaha. Apapun konsekuensinya.

"Gue anterin, ya?" Lagi-lagi ia membuka suara namun dengan hasil yang sama, Bianca tetap mengabaikan nya.

Evano berjalan pelan mengikuti Bianca yang sudah keluar dari pintu utama. Pria itu berdiri di teras rumah untuk melihat Bianca pergi.

"Hati-hati, Bi. Kalau ada apa-apa hubungi gue, ya," ucapnya saat Bianca membuka pintu mobil.

Jangankan menyahut, gadis itu bahkan tidak menatap ke arah Evano sedetikpun. Tatapannya masih sama seperti malam itu, tatapan kebencian. Raut wajahnya juga masih masam saat melihat Evano.

"Huftt. Gue rindu lo, Bi. Rindu omelan lo. Rindu jahilin lo. Gue rindu semuanya."

[✓✓✓]

Bianca sudah sampai di sebuah pemakaman umum. Langkah kakinya terlihat sangat hati-hati saat melewati jalan-jalan kecil yang hampir keseluruhannya terisi oleh makam-makam.

Rumah Kavin ada di tengah, Bianca memang harus melewati beberapa makam sebelum tiba di peristirahatan Kavin.

Bianca merendahkan tubuhnya saat sudah sampai di makam Kavin. Dengan posisi sedikit jongkok Bianca mengelus lembut nisan Kavin.

Tanpa sadar, air matanya menetes dan jatuh di makam lelaki itu. Tangisnya yang sedari tadi ia tahan-tahan akhirnya tumpah seketika.

JINGGA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang