Anger

307 38 0
                                    

"Tidak bisakah aku mendapatkan cinta, seperti aku yang selalu berusaha untuk memberikan cinta?"

-Evano Syahreza Gavin-

________________

"BIANCA. KELUAR KAMU!!!" Teriak Adyatma dengan sangat lantang, membuat Bianca dan seisi kamar mendadak diam dan kaget bukan kepalang.

Gadis itu langsung bangkit dan berjalan menuju sumber suara. Langkahnya diikuti oleh Evano dan Fabian.

Sedangkan Miranda, wanita itu berupaya menggendong Syaqilla dan berjalan pelan mengikuti yang lainnya. Maklum, Miranda memang belum sepenuhnya pulih, karena  belum genap satu bulan melahirkan Syaqilla.

"Ada apa, Pa?" Bianca bertanya penasaran, mimik wajahnya cemas karena melihat amarah di wajah Adyatma.

"SEKARANG KAMU JELASKAN, KENAPA ALAT INI ADA DI TAS KAMU!" Teriaknya sembari mengangkat testpack itu ke udara.

Evano, Fabian, dan Miranda membelalakkan mata dengan sangat syok. Begitu juga Bianca, tubuhnya mendadak mati rasa. Lidahnya keluh tak mampu berkata. Sorot matanya berkaca-kaca dan hampir menjatuhkan air mata.

Tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulut Bianca. Gadis itu langsung berlari dan menjatuhkan tubuhnya tepat di bawah kaki Adyatma.

Bianca bersimpuh, menangis sejadi-jadinya. Kedua tangannya memegangi kaki Adyatma.

"Maaf, Pa. Maafin Bianca. Hiks."

"Ma, jangan benci Bianca, ya? Bianca minta maaf, Ma. Maafin Bianca. Hiks, hiks." Ucapnya beralih kepada Astrid yang masih terduduk sambil menangis.

Adyatma semakin menguatkan kepalan tangannya. Ia membutuhkan penjelasan, bukan permintaan maaf.

Apa kenyataannya memang seperti yang ia pikirkan? Padahal, Adyatma berharap Bianca berbicara dan menjelaskan bahwa alat itu bukan miliknya.

"PAPA BUTUH PENJELASAN, BUKAN MAAF DARI KAMU. KATAKAN PADA PAPA KALAU INI BUKAN PUNYA KAMU?" Ucapnya dengan memegangi dadanya yang mulai sesak.

Tak bisa menjawab apapun, Bianca hanya membisu. Bagaimana pun ia menjawab, tetap tidak akan pernah bisa mengubah kenyataan yang ada. Berbohong juga tidak akan menyelamatkannya.

Diamnya seorang Bianca membuat Adyatma semakin murka. Sudah bisa disimpulkan, bahwa alat itu memang milik Bianca. Putrinya saat ini sedang hamil. Hamil tanpa seorang suami. Apa yang bisa dibanggakan dari itu?

Fabian masih mencoba menelaah semuanya. Ia berharap ini hanyalah kesalahpahaman. Sedangkan Evano, ia sedang berpikir keras untuk memberitahukan semuanya sekarang. Dia tidak mau membiarkan Bianca sendirian menjadi sasaran amukan keluarganya.

"SEKARANG KATAKAN, SIAPA YANG SUDAH MENGHAMILI KAMU?"

Bianca terus menangis, tubuhnya ketakutan. Dia tidak pernah melihat ayahnya semarah ini. Bianca memang pantas dibentak seperti ini, bahkan lebih dari ini seharusnya.

"CEPAT KATAKAN! ATAU PAPA TAMPAR KAM..." ucapannya terhenti saat seorang pria menangkap tangannya yang hendak menampar Bianca.

"S..aya, Om. Saya yang sudah menghamili Bianca. Maafkan saya, Om. Saya mohon jangan salahkan Bianca. Ini semua salah saya," ucapnya sedikit gugup dan ketakutan.

JINGGA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang