"Farah, Barra. Tunda dulu ya berantemnya. Malu dong sama Kakak cantik," ucap Carissa menuruni anak tangga dengan kotak P3K di tangannya.
"Oya, siapa nama kamu, Nak? Maaf ya, Tante terkesan mengabaikan kamu. Karena Tante bener-bener terkejut dan khawatir dengan keadaan Evano." seru Carissa sesaat setelah mendudukkan bokongnya di samping anak lelakinya.
"Bianca, Tante. Iya, tidak apa-apa kok, Tan. Bianca mengerti," sahutnya dengan senyum ramah.
"Calon menantu Tante ya? Akhirnya setelah sekian purnama, Evan keluar juga dari kejombloannya."
Bianca kaget, bibirnya tak tahu harus berkata apa. Farah dan Barra tersenyum meledek ke arah Evano. Namun, lelaki itu malah santai saja seolah perkataan ibunya bukan apa-apa. Bianca jadi merasa tidak enak berada disana.
"Doain aja, Ma." Evano menanggapi pertanyaan sang ibu.
"Jadi, luka Evan mau dianggurin nih?"
"Hehe, Mama sampe lupa kalo muka tampan anak Mama ternodai. Sebentar, biar Mama obati."
"Bianca aja, Tante."
Evano mendadak lebih bersemangat, memang ini yang ia harapkan sedari tadi. Kenapa ibunya tidak peka? Ah biarlah, Untung Bianca segera menyadarinya.
"Wahh Makasih ya, Bianca. Tante jadi ngerepotin kamu." Carissa menyodorkan kotak P3K kepada Bianca.
"Sama-sama, Tante. Ngga ngerepotin kok, Tan. Ini semua juga karena Bianca, makanya Evano jadi babak belur gini."
"Gaboleh gitu! Gue ngelakuin ini semua atas dasar kemauan gue sendiri. Bukan karena perintah lo ataupun orang lain. Gue cuma mau mastiin lo baik-baik aja selagi ada di dekat gue."
What? Apa-apaan ini? Pernyataan Evano membuat dua remaja itu kegirangan. Baper liat keuwuan, katanya.
"Ciee bang Evan."
"Uhuy. Nanti Barra gitu juga deh kalo udah besar. Bertanggung jawab dan melindungi orang-orang tersayang."
"Heh bocil, sunat belom kering aja sok ngomongin tanggung jawab." Farah menyerang kembali adiknya. Lagi-lagi ruangan menjadi ramai dan pendengar mulai pusing melihat tingkah keduanya.
Bianca mulai membuka kotak P3K, mengambil kapas dan juga alkohol untuk membersihkan luka dan menghambat pertumbuhan bakteri. Telaten sekali gadis itu menepuk-nepuk pelan kapas beralkohol agar tidak menyakiti Evan.
"Awww." Evan meringis saat gadis itu tidak sengaja menekan luka di area bibirnya.
Pandangan Bianca terfokus pada luka-luka, sedang Evano sibuk menatap wajah gadis cantik yang kini jaraknya semakin dekat dengan dirinya. Deru nafasnya bisa Evan rasakan, jantungnya semakin terpacu begitu cepat.
Jangan sampai Bianca dengar jantung gue yang berdetak jauh lebih cepat dari kata normal, gumamnya dalam hati.
Tanpa sengaja, netra indah sejoli itu bertemu. Saat Bianca mengobati luka di bagian pelipis Evan. Keduanya menatap cukup dalam, dengan perasaan yang sulit sekali di artikan.
Hanya mereka berdua lah yang tahu.
"Uhuk." Drama batuk Farah memecah scene romantis ala drama Korea.
"Hmm, udah gue bersihin lukanya. Salepnya juga udah gue olesin. Lo harus banyak istirahat, besok gausah ngantor aja. Biar nanti gue bantu bilangin ke Papa," ujar Bianca seraya menyusun kembali kotak P3K lalu meletakkannya di meja.
"Thanks. Tapi, kerjaan gue banyak banget. Gamungkin gue cuti, lagian luka gue juga biasa aja kok, cuma di muka. Tangan dan kaki masih bisa digunain, jadi lo ngga perlu khawatir. Dan stop nyalahin diri lo karena keadaan gue!"
KAMU SEDANG MEMBACA
JINGGA [END]
General FictionWARNING ⚠️ Cerita ini tidak cocok untuk yang mau langsung uwu-uwuan di awal. Karena, alur nya emang awal-awal sedih. Jadi, berproses ya manteman. Kalau kamu mau dapat feel-nya, baca keseluruhan ya, jangan setengah-setengah. Blurb : "Gue hamil. Ini s...