“Dimana putri saya?” cemas seorang ayah saat berada di recepsionist hotel.
“Sudah di bawa ke kamar, Pak. Di lantai 3, kamar 305,” sahut seorang pelayan hotel dengan gerakan tangan mengarah ke lantai tiga.
Dengan cepat Adyatma berlari menuju lift hotel, bersama beberapa orang rekan kerjanya yang juga penasaran mengenai keadaan Bianca. Tak butuh waktu lama, mereka sudah sampai di tempat yang dituju dan langsung berlari ke arah kamar anak gadisnya. Di dalam kamar, Bianca tengah terbaring dengan pakaian yang sudah ia ganti sebelumnya. Di temani oleh beberapa orang rekannya yang juga terlihat sangat khawatir.
“Bagaimana keadaaan kamu, Nak?” pria itu langsung mendudukkan bokongnya di pinggir ranjang dekat Bianca.
“Bianca baik-baik aja, Pa. Papa ngga perlu khawatir,” sahutnya dengan nada lemas.
“Syukurlah. Papa syok mendengar kabar kamu tenggelam, percaya ngga percaya. Seingat Papa kamu bisa renang, makanya Papa kaget. Untung ada Evano yang nyelamatin kamu. Eh dimana Evano sekarang?” Adyatma celingak-celinguk namun tak menemukan keberadaan lelaki itu.
“Tadi saya liat di lantai bawah, Pak. Mungkin sedang di kamarnya untuk ganti baju,” ucap salah seorang karyawan lelaki yang berdiri di dekat pintu.
Pria dengan stelan jas lengkap berwarna hitam itu memerintahkan lelaki tadi untuk memanggil Evano. Sekitar lima menit, tibalah Evano dan langsung mendekati keberadaan bos-nya. Ia membungkukkan sebentar badannya sebagai rasa hormat pada Adyatma.
“Terima kasih, Van. Kamu sudah menyelamatkan anak saya. Saya berutang budi sama kamu.”
“Sama-sama, Pak. Bapak tidak perlu berkata seperti itu, saya pribadi senang bisa membantu Bianca,” sahutnya menanggapi Adyatma.
“Saya bisa minta tolong sama kamu?” pintanya pada Evano.
“Bisa, Pak. Dengan senang hati saya akan membantu.”
“Kamu antar Bianca pulang ke rumah, kalian pulang duluan saja. Saya tidak mungkin membiarkan Bianca berada disini, dalam keadaan seperti ini. Saya khawatir dia malah akan sakit. Saya tidak mungkin meninggalkan acara ini, karena ini kegiatan kantor setiap tahunnya. Banyak kolega yang harus saya temui. Saya yakin kamu bisa menjaga Bianca. Kalian bisa pulang menggunakan mobil saya. Bagaimana?”
Adyatma memang mengendarai mobil pribadi, bersama supir andalannya, Pak Bandi. Evano melirik ke arah Bianca, gadis itu masih terlihat sangat lemas. Ada perasaan sakit di hatinya melihat gadis itu bersedih. Perasaan apa ini?
“Biar saya saja Pak yang anterin Bianca,” ucap seorang lelaki menawarkan diri.
Belum sempat Evano menjawab, terdengar suara dari arah luar. Ternyata, itu adalah suara Randy yang sedari tadi turut mengamati. Ia tak ingin kalah dari Evano, ia juga ingin menjadi pahlawan untuk Bianca. Randy tak ingin melewatkan kesempatan ini. Namun, sepertinya ia harus menelan pahit-pahit mimpinya untuk menjadi pahlawan.
“Tidak bisa. Kamu harus tetap berada disini. Masih banyak hal yang harus dipersiapkan untuk acara besok. Biar Evano saja yang mengantar Bianca,” ucapan Adyatma membuat Randy geram dan ingin mengumpat. Namun, tak mungkin ia utarakan secara jelas, paling hanya menggerutu dibelakang saja.
“Baik, Pak. Akan saya antar Bianca pulang ke rumah dengan selamat.”
Silvy dan kedua teman sekamarnya membantu membereskan koper Bianca. Begitu juga dengan Evan, ia setia mendampingi gadis itu walau hanya duduk disebelahnya saja. Ingin membantu membereskan, namun tak diperbolehkan oleh ketiga wanita itu. Bukan tugas pria, katanya. Ia hanya menurut sekaligus senang karena bisa berlama-lama berada di dekat Bianca. Saat sudah beres, mereka bersiap untuk turun ke bawah dan segera meninggalkan hotel.
KAMU SEDANG MEMBACA
JINGGA [END]
General FictionWARNING ⚠️ Cerita ini tidak cocok untuk yang mau langsung uwu-uwuan di awal. Karena, alur nya emang awal-awal sedih. Jadi, berproses ya manteman. Kalau kamu mau dapat feel-nya, baca keseluruhan ya, jangan setengah-setengah. Blurb : "Gue hamil. Ini s...