"Toy. Yatta nggak masuk lagi?" Tanya Marni saat melihat Otoy berjalan masuk ke dalam dapur kantor. Sudah jam istirahat makan siang, tapi batang hidung Yatta belum terlihat.
"Nggak tau. Bukan anak gue, mana gue tau." Otoy menghela napas. Keningnya berkerut.
"Kok dia bisa sih? Masuk kantor sesuka hati dia, dan gak ada yang ngomelin. Udah gitu belakangan royal banget lagi. Liat nih, dia kasih gue satu kaleng krupuk udang. Dia bilang untuk anak-anak yang suka makan di dapur."
Otoy mendengus keras. Hanya krupuk? Andai saja Marni tahu, seperti apa gaya Yatta setiap malam. Kadang Otoy merasa tidak lagi mengenal Yatta. "Lain kali lu minta banyakan. Dendeng sapi gitu, sepuluh kilo taruh di kulkas."
Mulut marni membentuk 'o' yang capslock. "Serius lo? Dulu kalo lagi jam makan, anak-anak selalu ngumpet kalo ada dia. Soalnya dia sering minta nasi putih."
Pintu dapur kembali membuka dengan keras. Turbulensi angin yang terhempas oleh daun pintunya menggetarkan kaca jendela. Yatta berjalan masuk ke dalam dapur, dengan tubuh tegak dan dagu terangkat. Kedua tangannya tersembunyi di dalam kantung celana denim biru, mulutnya bersiul-siul menikmati cuaca yang secerah hatinya.
"Yat. Lo mau kerja atau piknik?" Otoy melongo melihat penampilan santai Yatta.
"Kerja dong." Yatta tersenyum lebar dan menghempaskan diri ke atas bangku. "Masa piknik ke kantor?"
"Lu jalan masuk kantor, pake baju santai macam begini, gak ada yang omelin? Ibu Inta nggak manggil elo? Manajer aja gak ada yang berani datang ke kantor pake baju begini." Mata Marni nyaris menggelinding keluar dari rongganya. Pandangan matanya menyapu Yatta dari ujung rambut hingga telapak kaki. Aura percaya diri pada Yatta menyeruak keluar, menambah pesona Yatta hingga mencapai klimaks. Marni butuh berulang kali mengguncang kepala untuk menumpahkan pikirannya yang ngawur.
"Aishh, santai aja Mar. Eh, lo pade udah beli makanan belum? Kalo belum, sekalian nih gue beliin."
"Jiah, nawarinnya telat luh. Gue udah beli soto, baru nawarin." Marni menggerutu. Otoy hanya melirik sekilas kepada Yatta. Dia sudah terbiasa mendengar Yatta menawarkan makanan.
"Lo dari mana sih?" Tanya Otoy.
"Gue habis kursus bawa mobil."
Otoy dan Marni terbengong-bengong mendengar jawaban Yatta. Mereka merasa seperti melihat ulat berubah menjadi kupu-kupu, tanpa melalui proses kepompong.
"Yat, emangnya, lo udah punya mobil?" Tanya Marni, masih sambil melongo. Sejak Yatta masuk ke dalam dapur, mulutnya belum pernah sekalipun menutup.
Yatta terkekeh geli. "Masalah beli mah gampang."
Otoy dan Marni kembali terbengong-bengong. Pintu dapur yang kembali menyeruak terbuka menyadarkan diri mereka dari lamunan. Tapi kali ini angin yang dihasilkan oleh daun pintu itu pelan saja. Nita, office girl rekan Marni, berjalan masuk ke dalam dapur dengan langkah terseok-seok.
Semua mata menoleh dan memperhatikan Nita yang melangkah lesu, semangat hidupnya seolah menguap tak berbekas. Dia menyeret kedua kakinya hingga mencapai sebuah kursi, dan menghempaskan dirinya ke atas kursi seperti dahan kering yang patah.
"Heh. Lo kenape?" Tanya Otoy. Perhatian semua orang di dalam dapur sekarang tertuju kepada Nita.
"Bingung." Nita berkata murung.
"Bingung kenapa?"
"Pak Narli dan Pak Bento. Mereka sering suruh aku beli makanan, tapi pakai uang aku dulu. Sudah lebih dari satu minggu mereka berdua titip beli makan tapi pakai uang aku dulu. Tadi Nita tagih uang makanan, karena uang Nita sudah habis. Tapi mereka bayarnya kurang." Nita berkata dengan murung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hipno-tease (completed)
FantasíaYatta adalah pria tamatan SMA yang nekat merantau ke Jakarta. Dia sendiri tidak mengerti, entah sejak kapan dia memiliki kemampuan yang bahkan belum ada namanya di mbah gugel. Dia baru menyadari kemampuannya ini sejak bekerja sebagai cleaning servi...