Bab 18

2.4K 49 0
                                        

Di senin pagi yang cerah, saat matahari tertawa ceria dan awan berkejaran riang gembira, Yatta menemui pemilik PT. KIRI KANAN di sebuah rumah makan mewah.

Beliau datang dengan ditemani dua orang petinggi perusahaan, dan Yatta menarik Lischa menemani. Sebenarnya tidak ada gunanya, Lischa hanya sebagai pajangan. Biar terlihat lebih bergaya, itu saja.

Meja bundar yang besar dan megah menjadi pemisah antara kedua kelompok itu. Lischa tampil sangat menawan dengan gaun panjang berwarna krem, ujung gaunnya nyaris menyapu lantai. Terlihat sangat elegan dan berkelas, tapi rambutnya di ikat sederhana. Hari itu dia menjadi contoh yang sempurna untuk perpaduan antara elegan dan enerjik.

"Istri Anda?" Salah satu petinggi PT. KIRI KANAN yang duduk di seberang bertanya kepada Yatta. Dua yang lain diam dan menunggu Yatta menjawab.

Yatta terdiam, sebelum menjawab dia menoleh memperhatikan Lischa yang duduk kalem. Cantik menawan dalam busana bagaikan putri bangsawan. Dia terlihat seperti bidadari yang sedang tersesat di bumi. Pada saat yang bersamaan Lischa juga menoleh menatap Yatta. Ini adalah pertama kalinya dia benar-benar menatap mata Yatta, sejak menjadi sekretarisnya.

Yatta tidak mengerti arti pandangan mata Lischa, dan dia tidak berminat untuk mengartikannya. Semua orang sudah berkumpul. Dia tidak perlu mengulur waktu berlama-lama.

"Lo cantik. Duduk diam saja yah." Kata Yatta kepada Lischa yang langsung mengangguk dengan mata berkabut.

Ketiga orang yang duduk di seberang mereka terheran-heran menatap Yatta. Tapi keheranan mereka tidak berlangsung lama. Karena mereka adalah giliran selanjutnya. Yatta menoleh dan menatap lurus kepada mereka bertiga.

"Kalian ganteng-ganteng."

"Mau apa?" Sahut ketiga petinggi PT. KANAN KIRI itu secara serempak.

"Aku ingin kalian semua membaca dengan teliti penawaran kontrak ini, setelah itu kalian semua merasa sangat menyukai penawaran ini." Yatta menjulurkan tangan, masing-masing ia sodori satu bundel penawaran yang tebalnya seperti novel.

"Siap." Kembali ketiga orang itu berkata serempak. Mereka langsung sibuk membukai lembaran demi lembaran kontrak.

Yatta menghela napas sambil menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi yang empuk bagaikan tilam. Dia memiliki banyak waktu. Tidak akan cepat bagi mereka untuk selesai membaca seluruh penawaran. Sembari menunggu mereka selesai, Yatta memiliki waktu yang lebih dari cukup untuk melakukan hal yang sedari tadi ingin ia lakukan.

Sudah satu minggu lagi berlalu, dan ini sudah kembali hari senin. Dia menoleh kepada Lischa yang duduk di sampingnya dengan tatapan mata kosong. Cantik menawan, walaupun alis dan bentuk bibirnya terkesan judes, namun bisa juga disebut berkesan menantang. Perlahan Yatta memegang tangan Lischa dan menariknya lebih dekat. Lischa hanya mematung.

Di bawah penerangan lampu rumah makan yang sengaja dibuat temaram, agar tidak ada mata orang kelas ningrat yang merasa lelah, Yatta kembali melihat bekas tipis yang melingkari pergelangan tangan Lischa. Tipis saja, tidak ada luka, hanya kulit dan daging yang agak terbenam. Sesuatu telah membelenggu di pergelangan tangannya untuk waktu yang cukup lama.

Yatta meneguk ludah, memperhatikan wajah cantik Lischa. Hidungnya mungil dan mancung, dengan bibir tipis berbentuk busur, dan mata bulat yang berkesan galak. Mata itu tidak selalu seperti ini. Yatta sudah pernah melihat matanya yang sayu, pasrah dan penuh dahaga birahi.

Adegan-adegan itu kembali berputar ulang di dalam kepala Yatta. Liar dan bergemuruh seperti ombak di dalam badai. Tubuh telanjangnya yang terpentang lebar, menggelinjang tak berdaya menahan geli, dan menggeliat sia-sia berusaha melawan serangan kenikmatan yang nyaris meledakkan dirinya. Warna kulitnya yang kuning berkilau seperti madu, erangan dan desahan dari bibir itu memiliki tingkat desibel yang dapat menghancurkan tembok raksasa. Apalagi kalau hanya iman tipis milik Yatta.

Yatta menghela napas, berusaha menenangkan dirinya. Dia sendiri tidak mengerti, mengapa dia menginginkan Lischa menjadi sekretarisnya. Padahal dia tahu, Lischa ini yang menjual data kontrak perusahaan kepada Pak Takor. Dan dia secara sadar menjadikan pengkhianat ini sebagai sekretaris. Seperti mempercayakan isi rumah untuk dijaga maling.

Yatta temenung, pikirannya berkelana berusaha menyelami dirinya sendiri. Mungkin karena secara alam bawah sadar dia ingin berpetualang dan mencari tantangan. Mungkin tanpa ia sadari, dia telah terbius oleh kata-kata Pak Tarok mengenai membuat hidup lebih hidup. Atau.....mungkin sisi paling liar di dalam dirinya, yang selama ini terlena di dalam sudut-sudut yang tidak terjangkau di dalam hati dan pikiran, telah bangkit dan menyala saat dia melihat adegan di hari Minggu itu. Hingga bayangan tubuh polos tak berdaya itu menghantui pikiran, hingga dalam mimpi dia mendengar erangan nikmat itu memanggil namanya.

Ω

Proyek yang gagal di tangan Narli, berhasil dimenangkan kembali oleh Yatta. Dengan tersenyum dia memperhatikan wajah dewan direksi, saat Lischa memperlihatkan seluruh lembaran kontrak yang telah ditandatangani. Tidak ada yang terlewatkan, semuanya sesuai dengan harga yang mereka inginkan, tak berkurang satu sen pun. Yatta tersenyum melihat wajah Narli yang seperti orang menahan kencing. Merah padam dengan urat menonjol di dahi.

Untuk sesaat seluruh ruangan rapat itu hening. Bahkan Pak Bento, berulang kali membalikkan halaman demi halaman, memastikan bahwa surat dan tanda tangan itu otentik. Selang beberapa saat, suara tepuk tangan mulai memenuhi ruangan. Semua, terkecuali Narli dan Lischa, bertepuk tangan dengan wajah ceria.

"Yatta, kamu luar biasa." Kata Pak Bento. "Aku sangat beruntung memiliki kamu di sini."

Yatta tersenyum sambil menyambut uluran tangan Pak Bento. Dia merasa seperti mimpi. Ini sungguhan yah? Beberapa bulan yang lalu, dia tidak akan percaya jika ada yang mengatakan bahwa suatu saat dia bisa tersenyum secara tulus kepada Pak Bento. Orang yang dulu dia sebut sebagai penghisap darah.

"Bukan masalah besar kan? Perusahaan ini milikku juga." Kata Yatta. Dan secara mengejutkan sekarang mereka bahkan tertawa bersama dengan tangan yang saling mengikat.

Dari ujung matanya Yatta melihat Narli yang tergesa-gesa melangkah keluar ruangan rapat. Mungkin dia mencari tempat untuk menyimpan wajahnya barang sesaat. Atau mungkin juga sekarang dia sedang meraba-raba di atas lantai, berusaha mengumpulkan serpihan harga dirinya yang hancur berantakan. Yatta tidak peduli.

Yang membuat Yatta agak heran adalah Lischa. Dia berdiri mematung dengan ekspresi wajah yang datar. Untuk sesaat Yatta agak cemas, jangan-jangan dia masih dalam pengaruh mantera sakti Yatta.

Saat mereka berjalan keluar ruangan rapat, dan kembali ke kantor, Yatta bertanya kepada Lischa. "Kau kenapa? Kok bengong?"

Lischa seperti terbangun dari lamunan. Mata indahnya menangkap pandangan mata Yatta dengan penuh rasa ingin tahu. "Sebenarnya tadi apa yang terjadi? Kenapa tadi aku seperti masuk mesin waktu? Seolah aku hanya berkedip, dan tau-tau kontrak itu telah selesai ditandatangani." Dia memberondong dengan pertanyaan.

Yatta tidak dapat menahan tawa, dia terpaksa menutup mulut dengan sebelah tangannya. Dia menghempaskan diri ke atas bangku dan memeras otak mencari jawaban yang tepat. Tapi semuanya buyar saat tanpa sengaja matanya menangkap pergelangan tangan Lischa. Adegan itu kembali menghinggap di dalam kepala

"Kenapa setiap senin tanganmu seperti ini?" Tanya Yatta sambil menunjuk pergelangan tangan Lischa. Matanya berpindah menusuk mata bulat yang sekarang terbelalak.

Lischa jelas terkejut dan salah tingkah. Kedua tangannya saling mengikat menutupi pergelangan tangan. "Kemeja lengan panjangku terlalu rapat di ujung lengan." Lischa bergumam, setelah itu segera menyelinap pergi meninggalkan Yatta seorang diri.

Yatta mengeluarkan sebuah kartu nama dari dalam laci.

'Hubungi aku. Setelah itu kau akan sadar alangkah membosankannya hidupmu yang sekarang.'

Kata-kata itu mengiang di telinga Yatta. Itu adalah kata-kata Pak Tarok saat menyodorkan kartu nama ini.  

Hipno-tease (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang