Saat Yatta dan Lischa kembali ke hotel, tamasya mereka resmi berakhir. Tapi, petualangan baru mereka resmi dimulai.
Mereka naik ke lantai kamar mereka. Paling atas. Mereka menyebutnya president room. Ada ruang tamu, ruang makan, bahkan kolam renang tersendiri.
Begitu melangkah masuk ke dalam kamar, dengan enteng Lischa melepaskan blus, memperlihatkan bikini kuning terang yang memperlihatkan punggung dan belahan dadanya. Sambil berjalan menuju kolam renang dia melepaskan celananya.
Yatta mengekor, tapi dia hanya duduk di kursi malas, di tepi kolam renang. Sementara Lischa berenang mondar mandir seperti ikan di dalam kolam renang.
Menikmati pemandangan indah saat dia membelah air dengan anggun. Kulit Lischa yang kuning langsat menyaru dengan bikini kuning yang ia kenakan, sekilas tampak seolah tidak mengenakan apapun.
Yatta duduk bersantai dengan mata setengah terpejam, menikmati angin malam beraroma pantai yang berhembus sepoi. Suara percikan air di kolam renang bersahutan dengan debur ombak di pantai, yang jaraknya hanya beberapa langkah di belakang hotel mereka.
Setelah Lischa selesai, dia berdiri di tepi kolam. Seluruh tubuhnya kuyup berkilau di bawah sinar lampu kolam. Bikini kuningnya yang tipis tidak mampu menyembunyikan dua buah puncak kecil di bagian dada. Dia mengangkat kedua tangannya, berusaha mengeringkan rambutnya yang tergerai indah seperti sutera hitam. Butiran air tergelincir di tubuhnya yang licin dan mulus, mengelus seluruh tubuhnya dari ujung kepala hingga kaki. Jakun Yatta bergerak menyaksikan seluruh pemandangan itu.
Lischa melangkah masuk ke dalam ruangan, meninggalkan Yatta duduk di sana dengan memendam percikan api di dalam tubuh.
Yatta berdiri, dan kembali mengekor Lischa. Jejak kakinya yang basah lurus menuju kamar tidur. Pada saat Yatta menutup pintu menuju kolam renang, dia mendengar suara kamar tidur dibuka.
Yatta membalikkan tubuh, dan melihat Lischa berjalan keluar dari kamar tidur. Sinar mata pemberontaknya telah padam. Juga tidak ada sinar mata yang menantang. Hanya ada sinar mata yang pasrah dan menerima. Tangannya menggenggam serenceng borgol dan tali.
Ω
Aroma cemara yang keluar melalui semprotan pengharum ruangan bertarung melawan aroma vanilla dari tubuh Lischa. Ini adalah pertama kalinya mereka melewatkan sepanjang malam berdua. Di dalam sebuah kamar tidur megah, seperti pengantin baru yang sedang berbulan madu.
Tubuh telanjang mereka dibalut oleh selembar selimut tebal. Kepala Lischa terkulai kelelahan di dada Yatta. Tubuhnya tiarap, menggunakan tubuh Yatta sebagai tilam. Perlahan-lahan napasnya yang tersengal mulai kembali normal.
"Yat, di mana kau akan meletakkan meja silang itu?" Suara Lischa terdengar lirih, napasnya menghembus ke leher Yatta.
"Kau hanya akan tahu pada saat kau terikat di sana." Yatta menjawab lirih. Tubuh Lischa bergoyang, tawa kecil terdengar dari mulutnya. Yatta menarik selimut mereka hingga ke dagu, Lischa yang terkurap di atas tubuhnya nyaris tertutup sepenuhnya. Hanya sisa rambutnya menyembul keluar dari selimut. "Hei, bagaimana kau tadi memanggil aku?"
"Yat." Dengan tegas Lischa menjawab.
"Sudah berani kurang ajar kau?" Kedua tangan yatta bergerak di bawah selimut, mencari titik-titik sensitif di tubuh pengkhianat kecil itu.
Lischa kembali mengikik geli. Tubuhnya kembali bergoyang. "Saya siap dihukum Pak Boss."
"Itu kedengaran lebih baik." Yatta tersenyum geli. Sedetik kemudian dia tertegun, merasakan sebuah kecupan tipis mengusap dagunya.
"Kenapa kau mau menjadikan aku sebagai sekretaris? Padahal dulu aku menghina kamu?" Pertanyaan Lischa mulai menuju arah yang lebih serius.
Yatta tertegun. Mengingat-ingat beberapa bulan yang lalu. Apa yang menyebabkan dia membuat keputusan ini? Tapi kosong, dia terus menggali ingatan tanpa menemukan alasan.
"Untuk menghukum kamu." Yatta menjawab asal-asalan. Tapi disambut dengan tawa oleh Lischa. Setelah puas mengerang, mendesah, dan melenguh, Lischa terus menerus tertawa.
"Bulan depan." Lischa bergumam setelah beberapa saat mereka hening.
"Apa?" Tanya Yatta, tidak paham pada apa yang hendak disampaikan oleh Lischa.
"Acara Masso-hype. Bulan depan adalah bulan ketiga sejak acara yang terakhir." Terang Lischa.
"Apa yang akan terjadi di sana?" Tanya Yatta.
"Pesta besar. Semuanya saling memuaskan." Gumam Lischa.
"Sudah berapa lama kau di Masso-hype?" Tanya Yatta.
"Satu tahun." Gumam Lischa. Suaranya makin kecil. Sepertinya dia mulai mengambang di antara alam kesadaran dan alam mimpi.
Sementara Pikiran Yatta menerawang. Antara dia, Sarah, dan Tarok. Apa yang sebenarnya yang dicari oleh Tarok?
"Kau cantik." Gumam Yatta lirih.
"Mau apa?"
"Katakan, kau disuruh apa oleh Tarok?"
"Memata-matai Yatta."
"Kau cantik. Apa yang diinginkan oleh Tarok?"
"Tarok ingin tahu, rekaman apa lagi yang dimiliki oleh Yatta selain yang berisi Tarok dan aku. Tarok juga ingin tahu, bagaimana cara Yatta merekamnya."
Yatta tertegun. Begitu rupanya. Di belakang sikapnya yang seolah tidak peduli, sebenarnya Tarok menaruh perhatian besar pada rekaman yang ditunjukkan oleh Yatta. Dan Lischa tahu. Mata-mata ini tahu, bahwa Yatta memiliki rekaman dia dan Tarok.
"Kau cantik. Siapa yang menyuruhmu meletakkan__"
Yatta berhenti, tidak meneruskan. Lischa sudah bernapas dengan teratur, seluruh tubuhnya meringkuk di atas tubuh Yatta. Selembar selimut tebal membungkus tubuh mereka yang tersusun bertingkat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hipno-tease (completed)
FantasyYatta adalah pria tamatan SMA yang nekat merantau ke Jakarta. Dia sendiri tidak mengerti, entah sejak kapan dia memiliki kemampuan yang bahkan belum ada namanya di mbah gugel. Dia baru menyadari kemampuannya ini sejak bekerja sebagai cleaning servi...