Bab 35

1.3K 28 0
                                    

Persis seperti dugaannya. Kafe Semakin Semok penuh sesak pada saat pembukaan. Orang memasuki Kafe dan membentuk barisan seperti semut. Kafe itu penuh sesak oleh manusia. Pelayan-pelayan bening dengan kulit kemilau hilir mudik seperti sedang berada di ajang ratu kecantikan.

Yatta sengaja memilih kursi yang setengah sofa. Orang bisa selonjor dan tertidur di sana, empuknya mengalahkan kasur spring bed. Siapapun yang telah merasakan duduk di sana, pasti malas berdiri. Musik sengaja dipilihkan yang memanjakan telinga, mengusir suara bising yang kerap mengganggu pikiran. Pencahayaan dibuat agak remang, dan kaca jendela sengaja digelapkan. Tujuannya hanya satu, agar siapapun yang berada di dalam ruangan menjadi lupa waktu.

Setiap meja penuh, orang-orang bahkan berbaris untuk mendapatkan kursi stool di depan bar. Setiap jakun bergerak saat ada pelayan yang melenggok di sekeliling mereka. Beberapa pelayan bahkan bergenit ria dengan beberapa pengunjung. Seragam mereka yang irit bahan menyatu dengan tubuh yang haus akan pandangan mata, keberanian mereka menghangatkan seluruh Kafe yang dipenuhi pendingin ruangan di seluruh sisi.

Yatta melangkah menjauhi keramaian, mendekati tangga yang akan membawanya menuju ruangan kantor. Dia menaiki tangga dengan penuh semangat, dengan kepercayaan diri yang memuncak bahwa Kafe ini akan menjadi cerita sukses yang berikutnya. Tidak jauh dari kepala tangga dia tersenyum melihat Sarah duduk manis di belakang meja sekretaris.

"Siang Boss." Kata Sarah sambil mengerling manja. Dia menggigit bibir dan tubuhnya bergoyang kiri kanan seperti ondel-ondel. Yatta membebaskan dia untuk memilih pakaian yang ingin ia pakai. Tapi memang dasar maunya Sarah saja, pakaian yang dikenakan selalu yang membuat jakun bergerak. Seperti sekarang. Sebuah kemeja ketat dari bahan beludru, dipadu dengan celana hotpants yang memancing pandangan mata untuk melekat di sana. Satu kancing kemeja dibuka olehnya, seolah kantor yang penuh dengan hembusan angin pendingin ruangan itu tidak cukup sejuk. Gayanya berpakaian sangat bertolak belakang dengan wajahnya yang imut seperti anak kecil.

"Ikut aku sebentar." Kata Yatta dengan tersenyum. Dia berjalan masuk ke dalam ruangan kantor, Sarah membayangi di punggungnya.

Yatta berjalan lurus menuju mejanya. Dia tidak mengatakan apapun, tapi dia mendengar suara pintu kantornya dikunci. Yatta memutar kepala, dan melihat bahwa Sarah telah mengunci pintu kantornya dari dalam. Yatta menghela napas dan meneguk ludah.

Wajah imut itu senyam senyum dengan mata menantang. Yatta membalikkan tubuh dan kembali bergerak ke mejanya. Dia baru saja duduk, ketika Sarah tanpa ragu ikut duduk di lengan kursi. Menempatkan dadanya sejajar dengan wajah Yatta. Yatta menghela napas, jakunnya kembali bergerak-gerak. Dibandingkan Lischa, sepertinya Sarah jauh lebih menghayati perannya sebagai mata-mata.

"Lo cantik." Seru Yatta. Sebelum hangus terbakar, Yatta memutuskan untuk menyelesaikan misinya terlebih dahulu.

"Makasih. Lo mau apa?" Mata Sarah langsung berkabut.

"Kapan lo terakhir kali ketemu Tarok?"

"Jumat kemarin." Suara Sarah datar. Suara mesin saat salah memutar nomor masih lebih berirama.

"Lo cantik. Tarok suruh kamu ngapain?"

"Dia suruh aku jilat kucing, setelah itu suruh aku yang goyang di atas."

Yatta terkesiap. Dia terbelalak. Sesaat kemudian sadar, dia sendiri yang salah membuat pertanyaan. Alis Yatta berkerut, dia memeras otak. Ternyata tidak semudah itu melayangkan pertanyaan yang cukup jelas untuk orang yang kehilangan kesadaran.

"Lo cantik. Tarok suruh lo ngapain aja di tempat Yatta?" Yatta merevisi pertanyaannya.

"Dia suruh gue deketin Yatta, sampai dia jatuh cinta sama gue." Jawab Sarah datar.

Mulut Yatta membentuk huruf 'o', kemudian dia manggut-manggut. "Terus kalau sudah jatuh cinta, mau diapain?"

"Belum tahu."

"Lo cantik. Kapan lo akan bertemu dengan Tarok lagi?"

"Setiap jumat malam gue harus ketemu dia."

"Di mana lo ketemu dia?"

"Gak tentu. Biasanya dia kasih kabar."

Yatta diam membisu. Tidak banyak yang bisa dia gali dari Sarah. Sepertinya Sarah ini hanya menurut saja yang diperintahkan oleh Tarok, tanpa dia sendiri menganalisa penyebabnya. Benar-benar jenis yang mengerjakan perintah seolah dia adalah boneka. Yang Yatta butuhkan ada seseorang yang tahu mengenai rencana Tarok. Agar dia bisa melihat gambaran utuh mengenai sejauh apa ancaman dan bahaya yang sedang ia hadapi.

"Lo cantik. Kalau ketemu Tarok lagi, bilang sama dia, bahwa gue udah mulai ajak lo makan malam."

"Iya." Sahut Sarah datar.

Tidak banyak informasi yang bisa digali dari Sarah. Tapi Yatta bisa menitipkan banyak pesan melalui Sarah kepada Tarok. Pesan-pesan yang akan membuat Tarok semakin membuka kedoknya.

"Lo cantik. Bisa hubungin Rancho?"

"Bisa."

Ω

Dia melihat ruangan kecil yang hanya sebesar kamar tidur itu. Sempurna, sesuai dengan gambaran di dalam kepalanya. Letak pintunya terpencil, apa lagi ruangannya. Bahkan kucing tidak sudi tersesat ke tempat ini.

Ruangan kotak itu sekarang telah lapisi perekat dinding berwarna merah. Saat lampu dinyalakan, seluruh ruangan menjadi merah merona. Seolah darah berada di mana-mana. Suasananya angker, dan menegangkan. Lampunya juga sengaja hanya yang tenaga kecil, agar suasana remang dan misterius tidak lenyap.

Hanya sebuah lemari pendek di pojok ruangan. Dan sebuah meja silang di tengah ruangan. Berpapan tipis, dan sedikit cembung. Gelang besi menggantung di keempat sisi. Ini sudah cukup. Dia dan Lischa perlu pergi ke tempat Tarok.

Sejak menanyai Lischa, sebuah pikiran merasuk ke dalam benaknya. Tarok dulu pernah mangatakan bahwa dia memiliki banyak rekaman yang akan membuat rekaman Yatta terasa hambar. Dengan kata lain, kemungkinan besar, ruangan gelap yang seperti bioskop itu ada kamera pengintai!

Hipno-tease (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang