Tanpa menghitung lagi Yatta menyodorkan beberapa lembar uang ke tangan supir taksi yang terbelalak menerimanya. Supir itu berterima kasih sambil membungkukkan tubuh berulang kali.
Tapi Yatta tidak lagi memperhatikan. Perhatiannya terpusat kepada pintu ganda berwarna hitam gelap di depannya. Hatinya berdebar-debar, peperangan terjadi di dalam dirinya. Antara cemas, gentar dan penasaran.
Seumur hidupnya dia hanya pernah mendengar mengenai tempat pijat, tapi sekalipun tidak pernah melihat tempatnya. Setitikpun dia tidak memiliki bayangan, tempat seperti apa yang tersembunyi di balik pintu hitam ini. Tapi dia sudah tiba di depan pintu. Apa salahnya jika masuk ke dalam. Ini adalah tempat yang segalanya bisa dibeli dengan uang. Dan dia punya uang. Lagi pula, inilah tempat kerja Muyan.
Yatta sama sekali tidak terkejut sewaktu Muyan mengatakan mengenai profesinya. Dari beberapa kali kencan, Yatta tahu, Muyan sangat ahli masalah lelaki. Itu juga yang membuat Yatta tidak mau mengajak Otoy.
Sederhana saja. Tessa ternyata cukup akrab dengan Muyan. Walaupun Yatta belum pernah menanyakan secara langsung, tapi dia memiliki dugaan kuat, sepertinya mereka adalah rekan kerja.
Tidak masalah jika perasaan Otoy kepada Tessa sama dengan perasaan Yatta terhadap terhadap Muyan. Hubungan antara Yatta dan Muyan lebih tepat jika disebut tanpa perasaan. Hanya kebutuhan yang menjadi tali penyambung di antara mereka. Yang satu butuh uang, satu lagi butuh kehangatan. Tapi, sayangnya Otoy tidak seperti itu. Maka Yatta memutuskan untuk menyelidiki dulu. Dia ingin membuktikan firasatnya.
Dia menarik napas panjang, dan mendorong pintu ganda di depannya. Seorang resepsionis cantik langsung menyambut. Yatta menatap kosong ketika resepsionis itu memberondong dengan berbagai pertanyaan yang asing di telinga. Akhirnya resepsionis itu diam dan menyodorkan sebuah buku tebal. Buku album foto.
Yatta membuka dan memperhatikan foto demi foto. Dia belum membuka terlalu jauh, ketika melihat foto Muyan. Yatta tidak berhenti, dan terus membuka halaman berikutnya. Hanya beberapa halaman setelah Muyan, dia melihat foto Tessa terpajang di salah satu halamannya. Namun, nama yang tertulis di sana berbeda. Yatta menghela napas prihatin.
Ω
Ada sebuah ganjalan di dalam hati Yatta, saat melihat Otoy semakin dekat dengan Tessa.
Yatta sendiri kurang mengerti sebabnya. Kalau hanya mengenai profesi, buktinya Muyan berada di sampingnya. Bahkan menempel seperti lintah. Mungkin karena takut Otoy kecewa. Mungkin juga karena cemas jika Otoy dibohongi.
Ingin dia mengatakan kepada Otoy, tapi takut cara bicaranya salah. Otoy bisa saja menganggap dia terlalu kepo. Dia harus berhati-hati dalam memulai pembicaraan mengenai hal semacam ini. Orang yang sedang jatuh cinta sulit untuk diprediksi. Tapi satu hal yang pasti, dia harus mengatakan kepada Otoy, bahwa Tessa sama sekali bukan perempuan yang polos.
Mungkin hal itu yang membuat dia terganggu. Ketidaktahuan Otoy. Berbeda dengan Muyan, tidak ada yang disembunyikan olehnya. Mereka berdua tahu sama tahu, dan hanya menjaga hubungan yang berdasarkan kebutuhan saja. Pergi makan yang sekarang inipun sebenarnya hanya demi menemani Otoy dan Tessa.
Rumah makan yang remang itu berhasil meredam pesona kedua perempuan itu. Terutama Muyan, yang cara berpakaiannya selalu membuat kepala lelaki menoleh berulang kali. Seperti biasa, pakaiannya irit bahan dan mencetak bentuk tubuh. Tapi sialnya, suasana remang-remang itu juga membuat Muyan leluasa melakukan serangan. Kadang dia seperti tidak sengaja menggesek bahu Yatta dengan tubuhnya, atau sesekali mendaratkan tangannya ke atas paha Yatta, pada saat bicara sengaja berbisik pelan agar jarak di antara mereka terpangkas. Muyan sungguh seorang ahli menggoda.
"Gue gak tenang kalo lu nempel terus kek gini." Yatta berbisik kepada Muyan.
"Kalo gak nempel, gue yang gak tenang. Gimana dong?" Muyan balas berbisik sambil mengedipkan mata.
Yatta meneguk ludah saat matanya bertemu dengan pandangan mata sayu yang mampu mendidihkan darah. Bibirnya yang padat dan basah mengingatkan Yatta kepada manisan Cherri. Sekarang Muyan bahkan mendaratkan dagunya di pundak Yatta, dan membiarkan tubuhnya menempel ke bahu. Terasa kenyal dan hangat.
Piring di depan Yatta masih penuh. Tapi setelah beberapa suap, dia menyingkirkan piringnya. Gelas berisi sari buah ia keringkan hingga ke dasar. Berharap itu dapat menyejukkan tubuhnya yang mulai terbakar. Tapi percuma saja. Muyan benar-benar pemain hebat di bidangnya. Dia sangat mengerti cara menyedot pandangan mata lelaki, dan cara mengolahnya hingga lelaki itu terperangkap di dalam lautan api yang tidak bertepi. Di dalam malam yang sejuk dan berangin itu, Yatta kembali kepanasan. Dan Otoy harus pulang tanpa Yatta di sampingnya.
Ω
Suatu malam, saat Yatta dan Otoy berusaha membunuh waktu di warung seberang kosan. Yatta sedang termenung berusaha mencari cara untuk menyampaikan berita kepada Otoy. Dua gelas kopi setengah penuh, dan cangkang telur setengah matang yang telah kosong menjadi pendengar percakapan mereka.
"Yat, lo cepat yah?" Tanya Otoy.
"Apanya yang cepat?" Yatta mengangkat alis.
"Jadian sama Muyan."
Yatta nyaris tersedak. Peluang untuk menyampaikan berita ternyata datang dengan cara yang mengejutkan.
"Kata siapa gue jadian?"
Otoy tercengang. "Lah? Lo berdua udah nempel, sampai tumpang tindih macam kue lapis gitu, itu namanya ya jadian lah."
"Toy, gue kagak jadian sama Muyan. Kita hanya saling butuh." Jawab Yatta. Dia memperhatikan wajah Otoy yang bengong, sepertinya belum menangkap jelas maksud Yatta. Yatta menggeser tubuh memangkas jarak, dan berbisik tepat di kuping Otoy. "Dia jual, gue beli."
Otoy melongo beberapa detik, sebelum menghela napas panjang. "Pantesan. Dia agresif sekali sama elo."
Yatta mengangguk pelan, berharap Otoy menanyakan sesuatu mengenai pekerjaan Muyan. Tapi yang ditunggu tidak kunjung bersuara. Maka Yatta mengambil inisiatif.
"Dia kerjanya di tempat pijat Toy." Yatta bicara dengan suara rendah sambil menatap lurus kepada Otoy. "Dia memang cantik. Juga bahenol. Tapi diumbar untuk semua yang berani bayar. Makanya gue jaga diri, biar jangan sampai ada perasaan sama dia."
Yatta diam sampai di sana, membiarkan pikiran Otoy bekerja. Otoy memang terlihat diam, termenung lama memikirkan kata-kata Yatta.
"Kasihan sebenarnya." Otoy bergumam.
"Maksud lo?" Tanya Yatta. Dalam hati agak kecewa. Bukan kata-kata itu yang ingin dia dengar dari Otoy.
"Kasihan sama Muyan. Dia pasti juga gak mau seperti itu kan? Pasti karena gak ada jalan lain, dia baru seperti itu. Seandainya gue bisa bantu, pasti gue bantuin dia cari kerjaan lain."
Gantian Yatta yang terdiam. Kata-kata Otoy menyengat pikirannya. Mengapa dia tidak pernah memikirkan mengenai ini? Yatta termenung dan bolak balik memikirkan kata-kata Otoy.
"Toy. Yang lo suka dari Tessa itu apanya sih?" Yatta mencoba mengganti arah pembicaraan.
"Sikapnya." Jawab Otoy tegas.
"Sikapnya emang gimana?"
"Yat. Gue ini siapa sih?" Otoy menoleh dan menatap dengan serius kepada Yatta. "Gue ini hanya satpam. Penghasilan satpam berapa sih? Gak ada yang bisa gue banggain Yat. Dan Tessa tahu mengenai semua itu. Tapi dia gak peduli Yat. Sikap dia sama gue sangat hormat. Dia sopan, dan sangat menghargai gue. Coba kalau cewek lain, kalau tahu gue hanya satpam, dan tinggal di kosan sepetak yang nyaris rubuh. Gue panggil aja gak mau nengok Yat. Tapi Tessa beda. Gue gak mungkin gak menghormati Tessa."
Sekarang Yatta benar-benar membeku. Kata-kata Otoy mencengkeram pikirannya. Dia termenung diam. Mencerna kata demi kata. Tiba-tiba dia sadar. Otoy terlalu rendah hati untuk memikirkan keburukan orang lain. Sahabatnya ini adalah tipe orang yang menikmati keindahan senja dan mengatakan bahwa hari itu sangat indah, tanpa peduli walaupun ada badai sepanjang siang.
Rencana Yatta buyar. Di dalam pikirannya sekarang bergema kata-kata Otoy. Sahabatnya benar. Daripada dia hanya menuding, seharusnya dia membuka tangan dan menarik mereka yang jatuh ke dalam lubang nista.
![](https://img.wattpad.com/cover/263132147-288-k373711.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hipno-tease (completed)
FantasyYatta adalah pria tamatan SMA yang nekat merantau ke Jakarta. Dia sendiri tidak mengerti, entah sejak kapan dia memiliki kemampuan yang bahkan belum ada namanya di mbah gugel. Dia baru menyadari kemampuannya ini sejak bekerja sebagai cleaning servi...