Bab 29

1.1K 29 0
                                    


"Lo cantik. Rancho yang suruh elo lamar di sini?" Mata Yatta berkilat-kilat.

"Iya."

"Tujuan dia suruh elo lamar di sini apa?" Tanya Yatta.

"Rancho suruh aku mata-matain Yatta." Sarah menjawab seperti robot. Dia berdiri tegak, ada senyum di mulutnya, matanya lurus menatap hampa ke arah dinding.

"Lo cantik. Bagaimana caranya lo bisa kenal Rancho?" Tanya Yatta. Dia mulai tersenyum, layar untuk melihat pertunjukan yang lebih besar mulai terangkat.

"Aku slave, dia hunter."

Yatta mendengus keras. Kemudian tertawa kecil. Dia beruntung, Sarah ini sama sekali tidak cerdik. Kalau saja dia berpakaian selayaknya orang yang melamar sebagai pelayan, Yatta kemungkinan akan langsung menerima tanpa ada rasa curiga.

"Elo cantik. Selain lo, siapa lagi yang disuruh mata-matain gue?"

"Lischa."

Yatta lagi-lagi mendengus dengan mata berkilat-kilat. Gambaran itu semakin jelas. Ada sesuatu yang sangat besar di balik satu kantung plastik narkoba di dalam mobilnya. Dan yang menyuruh Sarah untuk mematai-matai, sudah pasti bukan inisiatif Rancho seorang. Sudah pasti yang menjadi atasan Rancho.

"Lo cantik. Sikap lo kembali seperti biasa saja." Kata Yatta, sambil kembali duduk di kursinya. Dengan seketika mata Sarah kembali cerah bersinar, tapi dia tampak agak bingung.

"Tadi sampai mana yah?" Tanya Sarah agak bingung.

Yatta tersenyum, benaknya mengulang kata-kata yang sama. Dia ini slave, memang sudah tugasnya menjadi budak. Budak yang cantik luar biasa. Dia tidak akan menolak, karena tugasnya adalah memata-matai.

"Ini, sampai di sini." Yatta tersenyum sambil memberikan seragam Kafe kepada Sarah. "Coba kamu pakai ini."

"Kamar ganti di mana?" Tanya Sarah.

"Di sini." Kata Yatta tegas. Matanya menatap lurus kepada Sarah. Perempuan mata-mata itu tertegun untuk sesaat. Mata bulatnya membalas pandangan Yatta, kemudian dia ikut tersenyum.

Kalau Yatta mau, dia bisa saja membuat Sarah bugil dengan manteranya. Tapi tidak, itu sudah tidak menarik. Dia ingin melihat, sejauh mana perempuan ini akan memperjuangkan tugas mata-matanya. Sejauh apa pengaruh Tarok kepada anak buahnya, dan setakut apa mereka kepada Tarok. Jika Tarok memiliki wibawa sangat besar, maka Sarah pasti akan melakukan apapun demi menjalankan tugas yang diberikan. Dalam keadaan sadar!

Yatta belum mengerti, mengapa mereka ingin memata-matai. Tapi dia tidak takut. Satu yang tidak diketahui oleh musuh-musuhnya, adalah Yatta bisa membuat seluruh mata-mata mereka menurut kepada dia. Kapanpun dia mau.

Dan sekarang, Yatta berdiri, memindahkan diri dari bangku di belakang meja. Sekarang Yatta duduk di atas sofa. Siap menikmati keindahan tubuh mata-mata yang mulai membuka pakaiannya.

Tidak butuh waktu lama bagi Sarah untuk membuka gaun birunya. Sekali mengangkat tangan dan menarik, dia sudah berdiri dengan hanya mengenakan bra putih yang tipis, dan sehelai celana dalam yang warnanya menyatu dengan warna kulitnya. Dia memandang Yatta sambil tersenyum, gaun birunya dilemparkan ke atas sofa, tepat di samping Yatta. Wajahnya imut seperti bayi, namun tubuhnya mengalahkan para artis film dewasa.

Sarah berdiri dengan tenang di depan Yatta, mengumbar seulas senyum, dan tatapan matanya menantang. "Memenuhi syarat nggak?" Sarah bertanya degan nada mendesah.

Yatta meneguk ludah. Sebelah tangannya menurunkan kerah kemeja yang mulai terasa mencekik leher. "Aku belum bisa memutuskan. Kau harus mengenakan seragam Kafe dulu. Dan hanya itu yang boleh kau kenakan."

Sarah masih mengumbar senyum. Matanya masih melekat membalas tatapan mata Yatta. Perempuan itu bahkan melangkah mendekati Yatta hingga hanya beberapa langkah di depan Yatta. Tangannya bergerak, membuka kait bra di belakang punggung, sekejap kemudian tubuh atasnya polos tanpa penutup. Dua buah gunung yang menjadi penghias di bagian dada melekat kencang, memperlihatkan otot yang sering dilatih dengan senam. Tubuhnya membungkuk, menurunkan helai kain terakhir yang membalut tubuh. Ketika dia kembali berdiri tegak, seluruh tubuhnya sudah telanjang bulat, hanya dua langkah di depan Yatta.

Sarah berdiri tegak, dadanya membusung, membiarkan mata Yatta melahap setiap inci tubuhnya dengan rakus. Tangannya meraih seragam Kafe, sehelai mini dress spandex berwarna hitam. Mini dress itu tidak menyisakan rongga ketika membalut tubuhnya. Sleting di bagian dadanya tidak bisa tertutup rapat, kedua gunungnya yang besar dan padat berisi menarik sleting itu membuka, memperlihatkan belahan dada yang lebar. Bagian bawah dress ketat itu menggantung tinggi di atas dengkul. Memperlihatkan kakinya yang mulus, langsing dan panjang.

Tubuhnya mendapatkan angka 10 dari skala 1-10. Setidaknya, menurut Yatta. Wajah imutnya sekarang terlihat menantang. Sarah berdiri mematung dengan dress ketatnya yang berkilau, sebelah tangan berkacak pinggang. Matanya yang menatap Yatta tanpa kedip seolah berkata, 'sudah cukup belum?'

Napas Yatta memburu. Dia hanya duduk dengan kaki bersilang, tapi jantungnya bekerja seolah dia sedang memikul bukit. Matanya tak berkedip menyisir seluruh tubuh indah itu. Dia diam, membiarkan Sarah berdiri tegak dengan dada membusung di depannya. Dia sebenarnya sudah memikirkan kata-kata yang hendak dikeluarkan, tapi sekarang semuanya lenyap tak berbekas.

"Masih sulit untuk memutuskan?" Tanya Sarah dengan suara rendah yang setengah mendesah. Sorot matanya mulai sayu. Sebelum Yatta sempat memberikan respon, Sarah melangkah maju, memangkas jarak di antara mereka hingga hanya sejengkal di depan hidung Yatta.

Yatta senyam senyum, semua yang terjadi sudah berada di dalam dugaannya. Sejak Sarah menjawab seluruh pertanyaannya. Mata-mata? Yatta menghela napas dan meneguk ludah. Dia akan menganggap mereka semua sebagai hadiah yang wajib dinikmati.

Tangan Yatta mulai berkelana, menyisir bawahan dress mini yang berkilau, mendaki naik hingga ke belahan dada. Baju ketat yang menempel seperti kulit itu tidak menutupi dua butir puting yang menonjol di puncak gunungnya. Tangan Yatta bebas bekelana, meremas dan menggelitik butiran itu. Yatta tahu, mata-mata yang satu ini tidak akan menolak. Mungkin Sarah malah bersyukur, mengira bahwa misinya berhasil.

Wajah imut Sarah mulai berubah, matanya mulai menatap sayu, dia mulai menjilat bibir. Yatta bahkan dapat merasakan hembusan napasnya yang mulai tidak wajar.

"Aku belum bisa memutuskan. Kau melamar menjadi pelayan. Kau harus menunjukkan caramu melayani orang." Yatta harus berulang kali menghisap udara untuk memenuhi paru-parunya setelah beberapa kata yang dia ucapkan. Samar dia mencium aroma jeruk dari tubuh indah Sarah.

Sarah tertawa kecil ketika mendengar kata-kata Yatta. Setelah tawanya habis, tubuhnya mulai menjawab. Kaki Yatta yang terlipat ditarik olehnya hingga terbuka. Perlahan tubuhnya memunggungi Yatta, kemudian merendah dan duduk di atas sekeping sofa, di antara kaki Yatta. Pantatnya langsung menyentuh pangkal paha Yatta. Seolah tidak merasakan sesuatu yang mengeras di sana, pinggulnya menggeliat dan mendorong pantatnya semakin dalam untuk mendapatkan kepingan sofa yang makin besar.

Yatta terhenyak, napasnya sesak. Punggung Sarah menempel ke dada Yatta, pantatnya menempel pangkal paha Yatta. Tangannya meraih tangan Yatta, dan menuntunnya ke arah dada. Sementara pinggulnya terus menggeliat dan mendesak..

"Bagaimana kalau Sarah jadi pelayan pribadi Pak Yatta saja?" Gumam Sarah. Dia mulai mendesah, tangannya bergerak ke belakang punggung, dan mulai bekerja menggantikan pinggul.

"Tunjukkan dulu, apa yang kamu bisa." Kata Yatta dengan mata terpejam. Si mata-mata berwajah bayi ini jelas jauh lebih liar daripada yang ditunjukkan wajahnya. Sarah menggeliat di atas tubuh Yatta, tangannya mengelus seluruh pangkal paha Yatta. Beberapa saat kemudian dia berlutut di antara kedua kaki Yatta, dan mulai melucuti celananya.

Yatta merasa paru-parunya hampir meledak. Wajah imut Sarah terangkat setelah melucuti lapis terakhir tubuh bawah Yatta. Untuk sesaat mereka beradu pandang, dan Sarah tersenyum senang saat melihat mata Yatta yang terbelalak tegang. Tangannya untuk sesaat membelai, setelah itu kepalanya menekuk dan tenggelam di antara kedua paha Yatta. Hangat, basah, lembut, dan menggelitik. Yatta hanya diam, membiarkan mata-mata itu menyelesaikan semuanya.

Hipno-tease (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang