Yatta mengangkat kepala saat mendengar bunyi pintu kantornya dibuka. Lischa melenggang masuk. Tidak ada bunyi pintu di ketuk, juga tidak ada ucapan salam dari bibir tipisnya. Hanya ada wajah cantik yang membalas tatapan matanya dengan datar.
"Kenapa pintunya nggak ditutup?" Tanya Yatta dengan alis berkerut. Dalam hati dia terpukau melihat Lischa. Perempuan berselera aneh ini cantik bersinar dalam balutan kemeja lengan pendek bercorak batik. Tapi, dia memang selalu memukau. Dengan baju apapun. Apalagi tanpa baju. Jakun Yatta bergerak.
"Ini lebih aman untuk aku." Lischa menyahut lirih. Matanya mengerling sambil menggigit bibir.
"Oh? Begitu?" Yatta berdiri, bahkan sebelum Lischa mendekati mejanya. Dia melangkah memotong jalur yang biasa dilewati Lischa untuk meletakkan dokumen.
"Eh, pintunya terbuka." Lischa mendesis terkejut ketika lengan Yatta melingkari pinggangnya.
"Salah sendiri tidak tutup pintu." Yatta menyahut tak peduli.
Dengan keras Lischa meronta dan melepaskan diri dari pelukan Yatta. Akhirnya dia menyerah dan bergerak untuk menutup pintu. Diiringi seringai kejam dari Yatta.
"Kalau untuk setiap pelecehan kau dihukum satu tahun, kau akan menghabiskan seumur hidupmu di dalam penjara." Kata Lischa dengan lirikan mata yang tajam.
Yatta tertawa kecil. Dia tidak berminat untuk melakukan serangan. Dia hanya ingin mendengar suara ketus si pengkhianat ini. Yatta ingin pintu kantornya tertutup untuk tujuan yang lain.
"Lo cantik."
Lischa langsung membeku, matanya berkabut. "Lo mau apa?"
"Siapa yang suruh lo taruh kantong plastik isi narkoba itu di dalam mobil gue?" Yatta menunggu. Ini adalah pertanyaan yang terlalu lama tertunda. Selama ini dia menganggap remeh urusan ini. Karena dia telah mendapatkan pembalasan dendamnya dari minggu ke minggu, bahkan setiap kali saat dia ingin membalas.
Ruang kantor itu hening tanpa suara. Wajah Lischa yang pikirannya berada di luar kendalinya itu terlihat bingung. "Kantong plastik?" Matanya berkedip.
Mata Yatta tak berkedip melihat reaksi Lischa. Jelas terlihat, Lischa tidak mengerti pertanyaan itu. Bahkan saat di dalam pengaruh mantera Yatta, dia tidak dapat menjawabnya. Yatta menahan napas, bersiap untuk pertanyaan selanjutnya.
"Lo cantik. Pernahkah kau meninggalkan sesuatu di dalam mobil Yatta?" Yatta tidak pernah merasa sedemikian tegang saat menunggu jawaban seseorang.
"Tidak pernah." Jawab Lischa dengan ringan.
Yatta tertegun. Dia terduduk di atas mejanya. Setelah sekian lama, setelah semua yang ia lakukan terhadap Lischa, ternyata bukan dia? Tapi kenapa dia diam saat Yatta melemparkan kantong plastik itu ke wajahnya? Yang lebih gawat lagi, siapapun yang telah meletakkan bungkusan narkoba itu, sampai sekarang berada di dalam kegelapan. Bersembunyi dan sementara Yatta memberikan perhatian penuh kepada gerak gerik Lischa, orang itu memiliki banyak kesempatan untuk melakukan hal yang sejenis terhadap Yatta.
Puluhan pertanyaan berkecamuk di dalam pikirannya, tanpa terjawab. Dan mungkin hanya satu orang yang dapat menjawab. Dalam hati dia mengutuk dirinya sendiri. Seharusnya dia dari dulu menanyakan ini kepada Lischa. Otak Yatta beputar cepat.
"Lo cantik."
"Mau apa?"
"Kapan kau terakhir bertemu Tarok?"
"Dua minggu yang lalu."
"Kapan kau akan bertemu lagi dengannya?"
"Seharusnya minggu lalu."
Yatta tertegun dengan mata membesar. Seharusnya? "Lo cantik. Minggu lalu, kenapa tidak bertemu dengan dia?"
"Aku menolak bertemu."
"Kenapa?"
"Karena aku tahu, dia pasti mau suruh aku melakukan hal yang tidak baik terhadap Yatta."
Yatta menatap Lischa tanpa kedip. Dia berdiri dan memperhatikan wajah cantik yang masih dingin tanpa ekspresi. Wajah yang masih terbius oleh mantera ajaib Yatta. Tatapan matanya lurus ke depan, tapi tidak menangkap tubuh Yatta. Lischa seperti sedang menatap angin.
"Lo cantik. Kenapa kalau Tarok menyuruhmu melakukan hal buruk terhadap Yatta?"
"Aku tak mau."
Yatta terpaku. Saat dia melihat wajah Lischa yang masih terbius, saat yang bersamaan pikirannya memutar ulang petualangan demi petualangan yang pernah mereka lakukan. Mungkin ada sangat banyak hal yang telah disadari oleh nalurinya, jauh sebelum akal sehatnya menyadari. Bahwa perempuan ini ternyata tidak seperti yang ia pikirkan. Mungkin karena nalurinya telah merasakan itu, maka Yatta tidak bisa berlaku kejam kepada dia.
"Lo cantik. Hubungin Tarok. Katakan kepada dia, bahwa kau menunggu dia di tempat ini." Yatta menyodorkan secarik kertas kepada Lischa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hipno-tease (completed)
FantasyYatta adalah pria tamatan SMA yang nekat merantau ke Jakarta. Dia sendiri tidak mengerti, entah sejak kapan dia memiliki kemampuan yang bahkan belum ada namanya di mbah gugel. Dia baru menyadari kemampuannya ini sejak bekerja sebagai cleaning servi...