Bab 32

1.3K 28 0
                                    

Tubuh indah itu kembali berkilat-kilat setelah dimandikan dengan minyak pelumas. Bagaikan kentang rebus berlumur madu. Suara dengungan puluhan alat penggetar bersahutan dengan erangan, dan jeritan.

Lischa menggelinjang hebat, menggeliat dan menggelepar tak berdaya. Celana dalamnya masih menempel, untuk menahan benda ungu itu agar tidak terlepas. Capit kecilnya menjepit klitoris, dan tangkai panjangnya terus menerus bergetar di dalam tubuh Lischa, di antara kedua kakinya yang terpentang lebar.

Tubuh Lischa mengejang, bergetar hebat, tak berdaya menahan gelombang berahi dahsyat yang menghanguskan seluruh kesadarannya. Matanya berulang kali memutih. Lenguhan panjang berulang kali terdengar.

Sementara Yatta leluasa menikmati tubuhnya, dan menambahkan siksaan dengan lidah dan jarinya. Selama satu setengah jam, pengkhianat kecil itu tidak berhenti menggeliat dan menggelinjang tak berdaya. Seluruh syaraf, otot, dan uratnya bertempur hebat melawan rasa geli dan nikmat yang menyerang sekujur tubuhnya.

Hingga lampu kuning itu menyala, Yatta kembali mengoyak pertahanan terakhirnya. Dia berdiri di antara kedua kaki Lischa yang menganga lebar, dan tubuh mereka kembali menyatu. Lenguhan panjang kembali terdengar.

Tapi kali ini Yatta tidak meninggalkan Lischa. Setelah semuanya berakhir, Yatta membebaskan seluruh tubuh Lischa dari siksaan. Melepaskan seluruh alat penggetar, ikatan, dan menggendong tubuh telanjangnya ke sofa di tepi panggung.

Kedua lengan Lischa melingkari leher Yatta, tidak mau terlepas walaupun Yatta berusaha meletakkan dia di atas sofa. Akhirnya Yatta ikut berbaring di atas sofa, dengan Lischa memeluk lehernya dan setengah tidur di atas tubuhnya. Aroma vanilla demikian kental memenuhi udara di sekitar Yatta. Sebuah kecupan kecil mendarat di dagu Yatta, membuatnya terperangah. Dia menekuk kepala, dan melihat Lischa yang masih menutup mata, namun bibirnya tersenyum puas. Tak lama kemudian dengkuran halus terdengar oleh Yatta.

Ω

Dia sudah tiba lebih dulu. Yatta melihat Lischa sudah duduk di belakang mejanya. Cantik berseri di dalam balutan kemeja biru yang berkilau, dan dipadu dengan rok putih di atas lutut.

Rasa canggung mulai berkurang ketika Yatta berjalan melewati mejanya. Semua biasa saja, bahkan pada saat pandangan mata mereka bertemu. Hanya sedikit bibir yang digigit oleh Lischa menandakan ada sesuatu yang pernah terjadi di antara mereka.

Tapi ketika Lischa melangkah masuk ke dalam ruangan Yatta sambil membawa beberapa dokumen, sikapnya sudah seperti biasa.

Luar biasa. Karena Yatta masih bertempur melawan bayangan di dalam kepalanya. Dan Yatta kalah. Saat tangan Lischa terjulur menyodorkan dokumen ke atas meja, ikatan tali masih membekas di pergelangan tangannya. Bayangan tubuh telanjangnya yang terikat dan menggeliat tak berdaya langsung timbul ke permukaan. Samar aroma vanilla semakin menyudutkan pertahanan Yatta.

Dan seolah semua itu belum cukup, tangan Lischa kembali terjulur. Dia menyerahkan sebuah kertas denah yang dulu ia ambil dari meja Yatta. Yatta tertegun saat melihat gambar di atas denah itu. Meja silang yang gambarnya telah disempurnakan oleh Lischa.

Yatta memenuhi paru-paru dengan udara, berusaha menenangkan detak jantungnya. Tatapan matanya menyisir kertas denah. Meja silang yang terlukis di sana bentuknya berbeda dengan yang biasa mereka gunakan. Baloknya lebih kecil, dan agak melengkung. Hebatnya lagi, denah itu sangat detail, setiap sisi tertulis lengkap dengan ukuran dan jarak yang dibutuhkan.

"Kau dapat dari mana ini? Ukurannya kenapa bisa demikian lengkap? Kenapa bisa sampai begitu detail?" Yatta tidak dapat menahan perasaan heran di hati. Denah di tangannya seolah resep masakan yang dilengkapi dengan ukuran sendok agar mulut terasa lebih nyaman.

"Dari iklannya di internet." Kata Lischa dengan nada biasa. Seolah mereka sedang berbicara mengenai desain baju bayi.

"Kalau sudah dapat iklannya, kenapa tidak langsung dibeli?" Tanya Yatta terheran-heran.

Alis mata Lischa berkerut. Mata judes yang sudah lama meninggal kembali hidup, menyala-nyala sambil menatap Yatta tanpa kedip. "Lalu, diletakkan di mana? Di dalam ruangan ini?" Lischa berkacak pinggang di depan Yatta.

Yatta tertegun. Pandangan mata mereka bertemu. Dia sudah lama tidak melihat sikap pemberontak itu. Sikap yang memperlihatkan sisi lain dari pengkhianat ini. Di satu sisi keras dan penuh perlawanan, di sisi yang lain pasrah dan tanpa perlawanan.

Yatta berdiri dan melangkah mendekati Lischa. Tatapan mata Lischa membesar, dia memundurkan kepalanya saat Yatta hanya berjarak sejengkal di depannya.

"Ada apa? Aku salah lagi?" Tanya Lischa. Matanya terbelalak waspada, tapi sangat jauh dari cemas dan takut.

"Kau tidak akan pernah benar." Yatta mendengus gemas. Tangannya bergerak secepat kilat. Diiringi jeritan kecil, sekejap kemudian pinggang perempuan pengkhianat itu sudah berada di dalam pelukannya.

"Kau sebaiknya menahan diri, ini masih awal minggu." Lischa bergumam pelan. Tapi tidak ada sedikitpun gerakan dari tubuhnya yang menolak.

"Kau benar. Karena itu aku sudah memutuskan, kau harus bersiap-siap. Besok kau ikut aku ke luar kota. Temani aku menemui klien di Bali." Kata Yatta. Tangannya membelai tubuh Lischa.

"A..apa? Tapi..siapa yang akan melakukan pekerjaan di dalam kantor?"

"Kalau kudengar kau membantah lagi, ku ikat kau seharian di kantor. Akan kubiarkan kau seharian digigit udang dan diguncang gagang payung." Yatta memberikan tatapan mata keji kepada Lischa. Tapi hanya dibalas oleh Lischa dengan mata yang berkerut aneh sambil berkedip beberapa kali, dan bibir bawah yang digigit sambil menahan senyum.

"Begitu lebih baik." Yatta memperhatikan Lischa yang diam seribu bahasa sambil menahan senyum. Yatta melepaskan pelukannya dan melangkah keluar kantor. "Bawa semua yang kau butuhkan." Dia kembali berkata sebelum menutup pintu kantornya.   

Hipno-tease (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang