Mereka semua dibawa menuju sebuah kapal pesiar yang amat megah. Sangat banyak peraturan yang harus diikuti. Salah satunya adalah seluruh anggota wajib mengenakan topeng selama perjalanan.
"Topeng ini adalah simbol. Kita harus selalu mengenakan topeng ini, kita hanya boleh melepaskannya saat tiba di pulau. Sama dengan hidup kita sehari-hari. Kita hampir selalu bersandiwara sepanjang hari, hanya saat-saat tertentu kita tidak perlu bersandiwara."
Suara Tarok terdengar di tengah dentingan gelas cocktail beradu. Semua pria mengenakan jas dan tuxedo. Wanita mengenakan gaun malam yang anggun. Yatta menduga terdapat sedikitnya tiga ratus orang. Agak di luar dugaan. Yatta masih ingat, Tarok mengatakan bahwa dia membatasi anggota agar tidak melebihi 250 orang. Tapi jumlah orang di atas kapal pesiar ini jelas melebihi itu.
Yatta melangkah menyisir ruang dansa yang luas, tempat sebagian besar tamu berkumpul sambil menikmati camilan mewah dan arak yang umurnya melebihi umur Yatta. Yatta hanya mengambil camilan yang rasanya memanjakan lidah, dan minuman ringan yang menghapus dahaga. Dia tidak mengenali orang-orang di sekitarnya. Satu-satunya yang ia kenali hanya Tarok. Walaupun dia mengenakan topeng, namun rambut, bentuk tubuh, dan gaya berjalannya tidak dapat ditutupi. Satu lagi adalah Baron, walaupun Yatta agak ragu mengenai itu. Tapi rambutnya yang licin berminyak, tuxedo, dan tubuhnya yang tinggi tegap, sangat mendekati kemungkinan bahwa orang itu adalah Baron.
Sejauh mata memandang, dan sepanjang kaki melangkah, Yatta hanya melihat para anggota. Tidak ada slave maupun object. Mungkin mereka sedang dipersiapkan, seperti hidangan makan malam.
Mereka berada di atas kapal pesiar selama tiga jam. Mereka diturunkan di sebuah pulau yang diselimuti kegelapan malam. Hanya terlihat sebuah gedung besar yang disiram cahaya kuning dari segala arah. Membuat gedung itu terlihat bagaikan gunung emas di dalam sumur. Menyala di dalam kegelapan.
Mereka dibawa masuk ke dalam gedung. Pesta yang sesungguhnya berada di sana. Pelayan yang hilir mudik mengenakan jas putih, mereka membawa nampan berisi makanan dan minuman. Topeng-topeng mulai dilepaskan. Bagian dalam gedung itu seperti museum. Ruangan-ruangan besar sambung menyambung, remang, berlangit-langit tinggi, dan lampu sorot diatur untuk jatuh di tempat-tempat yang menjadi pusat perhatian. Para slave dan object.
Sofa-sofa panjang mengelilingi setiap ruangan. Slave dan object berhamburan di mana-mana seperti rumput. Melihat mereka seperti sedang menonton pertunjukan Miss Universe. Mereka adalah kumpulan dari bibit-bibit terbaik yang jarang terlihat dalam kehidupan sehari-hari. Kecantikan mereka menyilaukan mata, dan tubuh mereka hanya tertutup seadanya.
Para object telah terhidang matang. Terikat dengan posisi dan gaya yang bermacam-macam. Sebagian besar tanpa benang yang melekat tubuh.
Yatta terus menyisir ruangan demi ruangan. Para anggota mulai liar, di beberapa tempat terlihat slave yang sedang dikeroyok. Mereka digotong, didudukkan di atas tubuh anggota, beberapa langsung ditiduri, dengan beberapa anggota berbaris menunggu.
Di sebuah ruangan besar, dia melihat Sarah. Dia berada di sebuah pojok yang penuh dengan lelaki. Tubuhnya telanjang, kedua tangannya merangkul leher lelaki di kedua sisi, tubuhnya menyentak mengikuti irama permainan anggota yang sedang menyetubuhinya, sementara beberapa orang lainnya menggunakan tangan menyusuri tubuh indahnya. Tak lama kemudian dia dipaksa berlutut, tubuhnya masih menyentak berirama dari belakang, sementara mulutnya tenggelam di dalam pangkal paha seseorang. Paling tidak ada delapan orang yang mengelilingi Sarah.
Di setiap sisi para object menggeliat dan mengerang, terikat dengan gaya yang bermacam-macam. Ada yang terikat dengan tangan tinggi di atas kepala, kemudian sebelah kaki diangkat melebihi kepala, seolah sedang yoga. Dua orang menjelajah tubuhnya dengan tangan dan lidah, sementara satu orang menyentak tubuhnya secara berirama. Desahan dan erangannya terdengar sangat mengundang. Ada yang terikat tak berdaya di atas kursi, dengan kedua kaki terangkat tinggi. Ada juga yang terikat dengan posisi menungging. Tidak ada yang menganggur, slave mau object, semua sedang tenggelam dalam petualangan mereka masing-masing. Begitu juga dengan para anggota. Kecuali Yatta.
Yatta terus melangkah, gentayangan, menyusuri ruangan demi ruangan. Matanya menyapu dan menyisir setiap sudut. Suara erangan dan desahan memenuhi gendang telinga. Hingga akhirnya dia menemukan yang ia cari.
Dari wajahnya dapat terlihat, Lischa sudah agak lama berada di sana. Anak rambutnya telah basah oleh keringat, pelipisnya memantulkan cahaya lampu. Mulutnya sedikit membuka, tersengal-sengal. Seluruh tubuhnya bergoyang, seirama dengan dorongan seorang pria yang berada di antara kakinya yang menganga lebar.
Tidak ada meja kayu untuknya. Hanya ada tumpukan bantal yang setinggi sofa menopang punggungnya. Tubuhnya melengkung ke atas. Kedua kaki dan tangannya diikat erat ke atas lantai, terpentang lebar, dan seutas rantai mengunci leher. Tak berdaya dalam posisi kesukaannya. Tubuhnya yang mulai berpeluh berkilat-kilat di bawah sorotan cahaya kuning.
Satu orang berlutut di antara kedua kakinya yang menganga lebar. Tiga orang berdiri menunggu di belakang pria yang masih berlutut itu. Sementara dua lainnya berlutut di sekeliling tubuhnya yang terpentang lebar. Menjelajahi setiap jengkal tubuhnya dengan tangan, bibir dan lidah. Tubuhnya terus menyentak, hingga lelaki yang berlutut di antara kedua kakinya melolong puas dengan tubuh berkedut. Pria itu berdiri dengan wajah puas, tapi posisinya langsung digantikan oleh pria yang berdiri yang berdiri di belakangnya.
Nyaris tanpa jeda waktu, tubuh Lischa kembali menyentak seirama dengan dorongan tubuh pria berikut yang menyetubuhinya. Sementara dua orang di sisinya tak berhenti menikmati kemulusan kulit tubuhnya. Mata Lischa memutih, kesadarannya diterbangkan oleh kenikmatan di sekujur tubuhnya.
Ω
Semua orang sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Semua mata dan perhatian tercurahkan pada hidangan yang terhampar di seluruh sudut. Tidak ada yang peduli kepada Yatta, dia melangkah dengan lebar bersama seorang pelayan yang matanya telah berkabut. Lurus menuju kamar mandi. Beberapa menit kemudian Yatta keluar dari kamar mandi seorang diri. Dengan mengenakan seragam pelayan yang serba putih.
Yatta melangkah menuju pintu keluar dengan membawa nampan minuman. Berbincang sebentar dengan penjaga pintu keluar, setelah itu diantar oleh si penjaga menuju ruang kamera pengintai.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hipno-tease (completed)
FantasyYatta adalah pria tamatan SMA yang nekat merantau ke Jakarta. Dia sendiri tidak mengerti, entah sejak kapan dia memiliki kemampuan yang bahkan belum ada namanya di mbah gugel. Dia baru menyadari kemampuannya ini sejak bekerja sebagai cleaning servi...