Part. 16 | Case Invastigation

126 30 1
                                    

Ketika Nana bangun, tak didapatinya sosok Justin di sana. Manik matanya mengedar ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Nana bangun kesiangan, dan pasti Justin sudah berangkat ke kantor tanpa sarapan. Bagi Justin sih tidak masalah, karena sebelum Nana hadir di apartemennya pun ia juga jarang sarapan.

Nana sudah setengah bangun, kemudian jemarinya bergerak mengambil ponsel Justin yang masih ia pakai hingga sekarang. Dengan niatan ingin menelfon Justin apakah perlu dibawakan sarapan ke kantor. Namun ternyata Justin menghubunginya lebih dulu.

"Halo---" jawab Nana, suaranya serak khas bangun tidur.

"Halo sayang, maaf, apa aku membangunkanmu?"

"Tidak kok. Ada apa? Apa butuh sesuatu ?"

"Ehmm, aku ada rapat penting hari ini, dan beberapa berkas ku tertinggal diapartemen. Jeremy sedang pergi mengurus sesuatu, bisakah kau datang membawakannya?"

Entah mengapa Justin terdengar sungkan mengucapkannya.

"Tentu saja. Berkas yang seperti apa?".

"Map berwarna merah dan abu-abu, aku menyimpannya di laci meja, diruang kerjaku."

"Baiklah, aku akan segera mengantarnya. Apa perlu ku bawakan sarapan juga?"

..."hhmm, sepertinya aku ingin makan kalguksu."

"Baiklah, aku akan membelikannya nanti. Aku siap-siap dulu."

"Baiklah sayang, akan ku suruh Marissa menjemputmu. Bye, mmcccuuahhhhh."

Nana senyum-senyum sendiri ketika panggilan itu berakhir. Ia segera beranjak dari sofa besar itu, merapikan selimut tebal milik Justin dan mengembalikannya ke kamar pria itu.

Segera mandi dan bersiap. Nana dibuat bingung setelah masuk ke ruang kerja Justin. Tadi Justin bilang menyimpannya di laci meja di ruang kerjanya. Tapi didalam ruangan itu ada dua meja, keduanya juga memiliki laci.

Karena Nana membatasi dirinya untuk tak sembarangan menyentuh atau mengotak-atik semua hal yang ada di apartemen Justin, ia pun meragu.

"Apa perlu bertanya meja yang mana?" Gumamnya sendiri.

Setelah berpikir beberapa detik, Nana rasa tidak masalah memeriksa keduanya, toh Nana tak mungkin juga melakukan hal yang macam-macam.

Pertama, ia membuka laci meja di antara sofa, mencari map berwarna merah dan abu-abu seperti yang Justin minta, beberapa kali Nana menggeser tumpukan majalah di dalamnya untuk memastikan bila ia tak melewatkan satu buku pun. Di rasa tak menemukan yang ia cari Nana ingin segera menutupnya kembali. Belum menutup rapat, karena tak sengaja Nana melihat sebuah buku tebal dengan tulisan '2004 - ( penyelidikan kasus )', ada sebuah lambang dibawahnya seperti huruf K&R, namun tak begitu jelas karena setengah lambangnya terkelupas.

"2004 ?" Gumam Nana.

Itu adalah tahun dimana Nana kehilangan segalanya, tahun dimana Nana kehilangan bahagia.

"Kasus apa? Justin tak pernah cerita soal ini." Gumamnya lagi.

Ingin sekali Nana membuka dan memeriksanya, tapi lagi-lagi Nana tak ingin melewati batasannya. Pikirannya yang tiba-tiba kalut akhirnya buyar seketika saat bel pintu berbunyi sebanyak empat kali. Itu pasti Marissa.

Tak ingin penasaran dengan apa yang ia lihat, Nana segara menutup laci itu rapat-rapat. Lalu beralih ke laci meja kerja dan didapatnya map yang ia cari. Nana buru-buru keluar karena tak ingin Marrisa menunggu lama.

Love Hurt'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang