Part. 10 | Misunderstanding

133 33 1
                                    

"Dipecat!!!?? "

Lisa dan Sehun tampak tercengang, tapi mereka sedikit mengangguk setelahnya. "Bu--bukan dipecat--begini--lebih tepatnya--diberhentikan. " Lisa mencoba meluruskan.

"Sama saja bodoh! " Meski begitu Nana tetap merasa tak terima setelah mendengarnya. "Ponselmu, kemarikan ponselmu! " Nana segera merampas ponsel milik Lisa dari dalam kantong celemek kerjanya. Dengan mahir jemarinya menekan-nekan tombol untuk mencari kontak bernama Jisoo di sana.

"Ahhh wae!!?? Aku sedang sibuk--"

"Nona Jisoo, apa benar aku dipecat? " Tanya Nana tanpa basa-basi.

"Ohh ini Nana? ---sayang sekali aku harus memberhentikan pekerja yang sangat rajin sepertimu." Dengan nada tak rela.

"Kenapa!? Kenapa aku dipecat?"

"Aku tidak mau pacarmu itu menggusur kafe ku. Jadi--maaf ya, tidak ada pilihan lain. Sudah ya bye! Aku sibuk! "

"Kekasih?--apa maksudmu-- ha-halo, halo... Aishhh!! "

Panggilan itu berakhir dengan raut wajah kekesalan, meski begitu Nana tetap tak terima karena ia tak mendapatkan penjelasan apa pun yang lebih spesifik.

"Kau baik-baik saja? " Setelah hening cukup lama, Sehun baru berani mengajaknya berbicara. "Kami juga tak tahu apa pun, berita ini terlalu mendadak, bahkan kami baru mendengarnya tadi pagi. " Tambahnya lagi.

Nana masih diam sambil menjambak rambutnya sendiri di atas meja. Pikirannya kembali mengarah bagaimana ia bisa hidup setelah dipecat. Kafe ini adalah satu-satunya tempat kerja yang mau menerima Nana dengan gaji yang lebih tinggi dari kebanyakan kafe biasanya, padahal Nana hanya lulusan sekolah dasar saja.

Bagaimana ia akan mengirim uang pada ibu kalau tabungan saja tidak punya. Belum lagi dengan cicilan hutangnya dengan Justin, mengandalkan bekerja ditoko bunga saja tidaklah cukup, apa lagi Nana hanya ke sana setiap akhir pekan saja, itupun kalau Nana tidak sibuk.

Astaga dunia, kenapa kau begitu kejam.

Tapi tunggu, Jisoo tadi bilang soal 'kekasih' ?

"Setelah ini kau mau kemana? Kau bilang sudah tak punya rumah, jangan bilang kalau mau kerumah pacarmu itu? Bagaimana kalau menginap dirumahku saja? " Ucap lisa tiba-tiba.

Kini Nana yang terperangah kaget. "Aku pergi dulu, kalian---jaga diri kalian baik-baik oke. " Nana segera buru-buru pergi menyusul Jeremy yang masih santai menikmati secangkir kopi di barisan meja paling belakang. Buru-buru mengajaknya pergi dari sana sebelum Lisa banyak bertanya tentang siapa lelaki yang ia bawa ini.

Sekarang sudah pukul tiga sore, entah mengapa jalanan kota Seoul saat ini begitu macet. Dan terpaksa Jeremy dan Nana ikut terjebak macet disana.

Jeremy begitu terusik dengan suara gesekan gigi sejak tadi. Grogi, pusing, marah, galau, bimbang, semuanya bercampur menjadi satu, status pengangguran yang baru saja diterima membuat Nana kembali memikirkan tentang masa depan, padahal kemarin-kemarin Nana ingin sekali pergi ke alam baka untuk segera mengakhiri semuanya. Tapi lagi-lagi ia tak bisa meninggalkan ibu begitu saja.

Semua hal yang menyebabkan kekacauan ini, selalu menjadi beban seolah-olah Nanalah yang bersalah. Nana selalu menyalahkan dirinya sendiri padahal alam selalu berkata kepadanya kalau ia tidak bersalah.

Rentetan kasus bunuh diri, pernah sesekali Nana mencobanya, tapi tuhan masih membiarkannya hidup sampai sekarang untuk menjalani alur kehidupan yang menyedihkan ini. Makin kesini bukannya lebih baik, justru malah semakin rumit.

"Apa ada sesuatu yang menganggumu--"

"My, aku dipecat. Dan Jisoo bilang padaku, dia terpaksa memecat ku karena 'kekasihku' mengancamnya akan menggusur kafe milik miliknya---" Potong Nana.

Love Hurt'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang