Part. 12 | Daegu

125 30 4
                                    

Hawa dingin yang perlahan masuk lewat celah jendela berhasil membangunkan Nana dari tidurnya, ia membalik badannya, lalu mengamati kearah pintu dan memastikan jika kursi dan meja yang ia gunakan untuk menahan pintu semalaman itu tidak berpindah dari tempatnya semula. Ia menghela nafas lega, setidaknya ketakutannya itu tidak terbukti benar.

Dibukanya tirai jendela berwarna abu-abu itu dengan seksama, kemudian manik matanya menangkap hujan deras yang mengguyur entah sejak kapan. Langitnya juga masih gelap, ini pukul setengah lima pagi, haruskah Nana menyiapkan sarapan untuk Justin sekarang? Ia yakin kalau lelaki itu masih tertidur pulas di balik selimut tebalnya.

Nana segera memakai kardigan dengan motif bunga tulip di bagian bawahnya dan segera pergi menuju dapur. Membuka lemari es yang cukup besar itu dan kemudian berpikir ingin masak apa untuk sarapan hari ini.

"Aku mau susu pisang dan sandwich. " Justin datang dengan keringat yang sedikit bercucuran di dahinya, melepas sarung tinju yang sedari tadi ia pakai untuk berolahraga, kemudian duduk di base dapur sambil meminum air putih yang memang tersedia di sana.

"Susu pisang? " Tanya Nana lagi.

Justin mengangguk. Tak heran juga sih saat Nana membuka pintu kulkas yang satunya, disana terdapat banyak sekali jenis minuman tetapi aneka ragam minuman susu sangat mendominasi daripada yang lainnya.

Sandwich bukanlah hal yang sulit. "Kau berolahraga sepagi ini? " Sela Nana ditengah-tengah sibuknya menata isian sandwich di atas piring.

"Aku tidak bisa tidur. "

Setelah selesai Nana segera membawa makanan itu untuk Justin tak lupa dengan susu pisangnya juga, ia ikut duduk di sana setelah Justin tak lagi sibuk memainkan ponselnya. "Kenapa tak bisa tidur? Hari ini apa tidak kerja?"

"Entahlah, mungkin karena banyak pekerjaan. " Jawab Justin seadanya. Dengan lahap Justin memakan sandwich itu sambil sesekali bola matanya memeriksa ke arah ponsel yang tergeletak di sebelah piringnya. "Hari ini ada pekerjaan diluar kota. " Tambahnya lagi.

"Kalau kau pergi seharian lalu aku harus apa? Bersih-bersih tidak memakan waktu sehari penuh. "

Justin berhenti mengunyah. "Tentu saja kau ikut aku keluar kota, pekerjaanmu sebagai asisten, Na, bukan hanya jadi tukang bersih-bersih saja. "

Nana sukses melongo tak percaya, jadi pikirannya selama ini tentang asisten atau pembantu itu adalah salah, ternyata yang di maksud Justin tentang asisten itu adalah menjadi asisten pribadinya.

"Ma--maksudmu seperti menjadi asisten pribadimu? Yang menyiapkan segala sesuatu yang kau butuhkan? "

Justin mengangguk lagi. Ia sudah selesai dengan sarapannya, ia ingin segera mandi dan bersiap. "Bukankah sebagai asisten pribadi berarti harus menyiapkan kebutuhanku seperti pakaian ganti dan perlengkapan lainnya? Waktumu satu jam mulai dari sekarang. " Justin segera berlalu pergi.

"Ta--tapi aku tidak tahu apa yang harus aku siapkan. " Sayangnya Justin sudah kembali masuk ke kamarnya dan tak menggubris pertanyaan Nana.

Karena bingung, akhirnya Nana menelfon Jeremy untuk membantunya, Jeremy memberikan foto berupa daftar list keperluan apa saja yang biasa Justin bawa saat keluar kota. Nana masuk begitu saja ke dalam kamar Justin saat lelaki itu tak membalas panggilannya, mungkin sedang mandi. Ia segera mengeluarkan tas dengan ukuran yang tak begitu besar dari dalam almari, kemudian memasukkan beberapa pakaian ganti lengkap kedalamnya, memasukkan dan mengecek lagi barang apa saja yang wajib dibawa agar tak ada yang tertinggal.

"Charger, i pad, map merah dari laci nomor dua, minyak rambut, ---parfum? " Nana kembali ke dalam ruangan yang memisahkan antara ruang tidur dan ruang ganti itu untuk mengambil parfum yang dimaksud. "Parfumnya banyak sekali, harus pilih yang mana? Jeremy tidak menyertakan namanya. " Lirih Nana lagi.

Love Hurt'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang