Justin benar-benar mempersulit Nana. Segala hal yang Justin inginkan harus terpenuhi bagaimanapun caranya. Mengambil laptopnya yang tertinggal di apartemen, setelah sampai di kantor Nana harus kembali lagi karena ada dokumen yang tertinggal, membelikan makan siang di gedung blok sebelah, mengambil ini, mengambil itu. Semuanya harus Nana yang melakukan. Kalau saja Justin tak melarang Jeremy untuk membantunya, mungkin Nana tidak akan kelelahan seperti ini.
Baru beberapa detik duduk di kursi pantry, Marissa sudah datang lagi menghampirinya dan bilang kalau Justin sedang mencarinya. Nana benar-benar ingin mengumpati pria itu. Dengan malas Nana segera beranjak pergi menuju ruangan Justin.
"Kenapa lama sekali sih! " Justin benar-benar membuat mood Nana berantakan.
"Aku tadi baru minum di pantry. " Padahal sebenarnya belum minum.
"Kenapa harus di pantry? Kenapa tidak disini saja? Kopiku habis. Buatkan! "
Menarik nafas dalam dan keluarkan pelan-pelan, Nana benar-benar harus melatih kesabarannya saat sedang bersama Justin. "Nee, akan saya buatkan. "
"Jangan lama-lama! "
Nana buru-buru pergi tanpa menghiraukan ucapan Justin yang terakhir. Selesai dengan kopi, Justin kembali menyerahkan satu box penuh dokumen kepada Nana dan menyuruhnya untuk mengembalikan dokumen-dokumen itu diruang penyimpanan, harus sesuai dengan nama map yang tertera. Sempat menolak, justru Nana malah kena omel yang tidak-tidak. Yang benar saja, Nana bukan pegawai asli di sini, sekarang ia harus mengembalikan dokumen-dokumen ini ke tempatnya, yang jelas Nana tidak tahu dimana tempat ruang penyimpanan itu berada.
Karena Jeremy sedang pergi, akhirnya Marissalah yang jadi tempat pertolongan Nana, sebenarnya Marissa adalah sekertaris Justin juga namun notabennya Marissa akan menjalankan tugasnya sebagai sekertaris jika Jeremy sedang tidak ada dikantor. Selebihnya, Jeremy lah yang lebih dominan menjadi sekertaris pribadi Justin.
Ruang penyimpanan begitu luas dengan deretan rak tinggi yang sangat rapi, diisi penuh dengan map-map sesuai urutan abjad yang menyimpan banyak dokumen penting perusahaan. Mereka pun menata satu per satu dokumen itu sesuai dengan nama map yang tertera.
"Ngomong-ngomong sudah berapa lama kamu bekerja untuk pak Justin ? " Marissa adalah gadis yang manis dan lembut, Nana sebagai wanita saja sangat menyukai wanita itu karena wajahnya sangat cantik dan polos, tutur katanya juga sangat lembut dan sopan.
"Baru sebentar kok, belum genap satu bulan. " Jawab Nana seadanya.
"Benarkah? Maaf jika sedikit berlebihan, tapi setahuku pak Justin sudah tidak pernah lagi mencari asisten pribadi, semua hal yang ia butuhkan selalu bergantung pada Jeremy. Pak Justinkan sangat tidak suka bertemu dengan orang asing. "
Oke, ini menarik. Justin juga pernah mengatakan hal yang sama. Tentang orang asing.
"Maksudmu tidak suka bertemu dengan orang yang baru dia kenal?"
Marissa mengangguk menyetujui, namun ia meralat sesuatu. "Sebenarnya tidak semua orang yang baru ia kenal ia sebut dengan orang asing. Contohnya kamu sendiri. "
Nana bingung. "Maksudnya bagaimana? "
"Pak Justin itu memiliki indra peka yang sangat kuat, dia bisa mengenali sifat orang dalam sekali pandang saja, walaupun mereka baru pertama kali bertemu. Jadi jika pak Justin bertemu dengan orang baru tapi ia tak menyukai orang tersebut maka ia akan menyebut orang itu sebagai orang asing---atau sebenarnya orang yang tidak dia suka, cuman ia mengklisekan sebagai 'orang asing'. "
Nana diam, masih berusaha mencerna. Pelan-pelan ia mulai mengenal sosok Justin sesungguhnya.
"Dulu sekali, saat pak Justin baru saja menjabat sebagai wakil direktur, ia pernah mempekerjakan asisten pribadi sepertimu, namun sering gonta-ganti. Karena pak Justin merasa jika kebanyakan orang yang bekerja untuknya sebagai asisten pribadi itu hanya untuk mendapatkan sesuatu yang lain darinya alias pekerjaan mereka itu tidak tulus. Makanya, pak Justin sudah tidak pernah mempekerjakan asisten pribadi lagi setelah itu, semuanya bergantung pada Jeremy."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Hurt's
RomanceJudul sebelumnya, Bad Guy : Better life *** Bahagia? Kim Nana hampir lupa apa itu rasanya bahagia. Semua hal yang ia jalani saat ini hanya bergantung pada rasa syukur yang ia buat sekokoh mungkin. Ia kira semuanya akan berjalan dengan baik-baik sa...