Part. 23 | Photo's

112 26 1
                                    

Jadwal pulang yang seharusnya tadi malam jadi tertunda sampai pagi karena pekerjaan yang menumpuk. Untuk kesekian kalinya Justin memeriksa layar ponsel digenggaman tangannya, memastikan Nana membalas salah satu pesannya atau paling tidak menghubunginya balik. Tapi nyatanya nihil, wanita itu tak mengangkat satu pun panggilan telefon darinya dan tak membaca satupun pesannya.

Mengenai perasaan khawatir yang sempat menghantuinya beberapa saat lalu perlahan hilang karena Jeremy memberitahukan kepadanya jika Nana sedang di apartemen.

Syukurlah, sekarang yang harus Justin khawatirkan adalah kedua orang tuanya. Agaknya skandal tentang dirinya kali ini benar-benar membuat kedua orang tuanya marah besar, terlebih lagi mereka pulang ke Seoul dua hari lebih cepat dari jadwal yang ditentukan sebelumnya.

Justin melangkah selebar mungkin menyusuri ruangan besar menuju ruang kerja dimana sang ayah sudah lama menunggunya.

"Ayah ... "

Lelaki setengah tua itu langsung mendongak, dilepasnya kacamata baca itu dan langsung berdiri tegap menyambut putranya.

Jeon Ji menyingkirkan segala keinginannya untuk menghukum putra bandelnya yang satu ini seperti perkataannya dulu. keduanya malah saling berpelukan erat sambil menanyakan kabar satu sama lain, begitu hangat seolah sudah bertahun-tahun lamanya tidak bertemu.

"Bagaimana hasil check up kesehatan ayah ?" Jelas Justin menanyakan tentang kesehatan jantung ayahnya, lelaki itu begitu khawatir setelah beberapa hari yang lalu Jeremy bilang kesehatan ayahnya semakin menurun.

"Tentu saja ayah sehat," tutur Ji bersemangat. "Kau sendiri, bagaimana kabarmu ... Kau tampak lebih kurus."

"Aku baik ayah, hanya kurang istirahat." Tutur Justin seadanya, keduanya sudah beralih duduk ke sofa panjang di tengah-tengah ruangan.

"Jangan terlalu lelah, kesehatanmu jauh lebih penting."

Justin mengulas senyum, nasehat ayahnya barusan langsung mengingatkannya pada Nana.

"Soal skandal perusahaan ayah tidak perlu khawatir, aku akan segera membereskannya."

"Aku tahu, kau memang bisa di andalkan." Jeon Ji mengangkat cangkir berwarna putih keemasan itu ke udara, kemudian menyecap isinya sedikit sebelum kemudian menaruhnya kembali.

Keduanya saling terdiam cukup lama. Jeon Ji menatap putranya begitu lekat, ada kilatan khawatir juga di kedua bola hazel nya. Justin tahu, ada banyak hal yang ingin ditanyakan ayahnya diluar topik pekerjaan. Justin tak masalah, ia akan menjawabnya dengan senang hati.

"Kau tahu ... Sebenarnya ayah ingin sekali menghukum mu, membawamu ke Perancis, mengurung mu di sana di bawah pengawasan kakakmu tanpa fasilitas apa pun dari ayah maupun perusahaan, jika kau masih saja bandel mencari kesenangan di klub, mabuk-mabukkan, party, bermain wanita ... Tapi ayah mengurungkannya."

Kemudian Justin tersenyum, semua tuduhan ayahnya adalah kebenaran. Tapi itu dulu sebelum akhirnya Justin benar-benar jatuh cinta pada Nana.

"Bahkan aku lupa kapan terakhir kali aku pergi ke klub."

"Benar, itu sebabnya ayah tidak jadi mengirim mu ke Perancis, soal wanita itu kan ? Kau jatuh cinta padanya ?"

Selama ini Justin memang tidak pernah bicara apa pun tentang Kim Nana, kalaupun ayahnya tahu, sudah pasti Jeremy memberitahukan semuanya, tanpa cela.

"Kau juga yakin wanita itu mencintaimu dengan tulus ?" Pertanyaan Ji tersirat banyak arti.

Meski Justin menyadari jika cinta Nana belumlah sepenuhnya, tapi Justin yakin Nana tulus mencintainya. Wanita itu tak pernah minta hal yang neko-neko padanya. Itu sudah lebih dari cukup membuktikan jika Nana memang mencintai dirinya apa adanya.

Love Hurt'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang