Justin segera memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju kantor. Keadaannya yang kacau karena habis mabuk semalam membuatnya tak mempedulikan pakaiannya yang sedikit berantakan.
Hari ini hari jumat. Dan Justin lupa jika setiap jumat pagi ia harus memberikan laporan keuangan dan beberapa laporan perusahaan pada sang ayah di Canada.
"Sial!! Pasti kena omel. " Umpatnya pelan. Perasaannya mulai gaduh kala manajer klub memberitahukan padanya jika Jeremy sedang mencarinya.
Karena apa? Karena sang ayah terus menelfon ke telefon kantornya dan berharap jika putranya itu sedang di sana sekarang.
Semula, sang ayah sudah menelfon berkali-kali ke ponsel Justin tapi tidak aktif, lalu menelfon ke apartemen tapi tak ada jawaban, lagi--ke telfon rumah utama namun pelayan bilang jika tuan muda tidak pulang kerumah.
Jeremy juga ditelfon berkali-kali, dan ia menjawabnya dengan jawaban yang sama kalau ia sedang istirahat dirumah dan tak tahu-menahu tentang keberadaan Justin sejak semalam.
Dan barusan Jeremy mendapat kabar dari tuan muda Vi jika atasannya itu sedang bermalam di klubnya.
Justin segera berlari memasuki lift, badannya bergetar tak sabar menunggu lift itu membawanya ke lantai dimana kantornya berada.
Lagi, langkahnya ia buat sepanjang mungkin agar segera sampai ke tempat tujuannya. Dan benar saja, belum juga masuk ke dalam suara dering telefon sudah menggema hingga terdengar dari luar ruangan.
Ia buru-buru mengambil gagang telefon itu dan segera mendaratkan bokongnya di kursi kebesaran miliknya.
"Halo ayah--"
"Dasar anak nakal!! Dari mana saja kau?!! "
Dan seketika Justin sedikit menjauhkan gagang telefon itu dari telinga. Suara sang ayah cukup keras, bahkan sangat keras sampai menusuk gendang telinga meski volume telefon sudah di setel ke batas minimum.
"Astaga ayah, ingat jantungmu. " Mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Dari mana kau semalam!? " Mencoba tak mempedulikan perhatian dari putranya itu.
"A--ku-- ada meeting diluar ayah. " Mencoba berbohong.
"Bohong!! Jeremy bilang semalam kau tidak ada jadwal meeting. "
Aissh! Menyebalkan memang, disaat situasi genting seperti ini Jeremy tak pernah bisa diajak bekerja sama. Ia selalu saja berada di pihak ayah.
"Aku semalam sedang di klub bersama para hyung. Dan ponselku--aku lupa menaruhnya dimana. " Jawabnya jujur.
"Dasar anak nakal!! Kau mau bikin ayahmu ini cepat mati ya?! Kapan kau mau berubah!??"
"Ayah, berhenti bilang begitu, oke? " Selalu saja kata-kata itu yang menjadi andalan sang ayah.
"Diam kau!! Ayah akan segera meluangkan waktu untuk pulang dan akan kuberi hukuman padamu serta pada para hyung-mu itu!! "
Setelah itu sambungan telepon itu ditutup secara sepihak oleh sang ayah.
Sangat menakutkan. Bukan menakutkan karena ancaman dari sang ayah, melainkan takut jika ayah tak bisa mengontrol amarahnya dan akan berimbas pada kesehatan jantungnya--lagi.
Ngomong-ngomong sang ayah memang memiliki riwayat sakit jantung.
Justin menyandarkan lehernya ke kepala kursi, sedangkan jemari kanannya bergerak naik untuk memijit pelipisnya yang masih pusing.
Tak menggubris Jeremy yang memang sejak tadi menunggunya di sana. Dilihatnya sekilas sekertaris itu sebelum ia membuang nafasnya malas.
Lagi pula ia juga sedang malas berdebat panjang lebar dengan Jeremy, mengingat lelaki yang usianya lebih muda 2 tahun darinya itu tak akan pernah mau berpihak kepadanya jika ini menyangkut soal urusan pribadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Hurt's
RomansaJudul sebelumnya, Bad Guy : Better life *** Bahagia? Kim Nana hampir lupa apa itu rasanya bahagia. Semua hal yang ia jalani saat ini hanya bergantung pada rasa syukur yang ia buat sekokoh mungkin. Ia kira semuanya akan berjalan dengan baik-baik sa...