Part. 3 | Coffe Latte Americano

203 36 0
                                    

Bekerja part time di kafe tidaklah buruk. Gajinya juga lumayan, setidaknya cukuplah untuk membeli kebutuhan bulanan.

Nana juga sering menerima tawaran lembur hingga tengah malam demi bonus gaji dan uang lembur yang tidak sedikit. Tak hanya itu, Nana juga sering membantu menjaga toko atau pun jadi pengirim bunga di toko 'Flowers Heart' milik temannya.

Nana juga rela melakukan pekerjaan berat lain walaupun upah yang ditawarkan hanya sedikit.

Itung-itung hasilnya bisa ditabung untuk masa depannya dan sang ibu nanti.

Rupanya hari ini Nana telat datang bekerja karena harus membantu ibunya mengemas beberapa keperluannya untuk pindah ke Busan. Nana sudah membeli tiket kereta api yang jadwalnya akan berangkat nanti sore.

Kakinya buru-buru berjalan cepat sambil menyusuri trotoar dan gedung blok yang tak jauh dari kafe tempatnya bekerja. Merapikan sedikit baju dan celana jeans nya yang mulai tak beraturan---

BRUKKK!!

Tabrakan tak sengaja itu membuat seseorang di depannya harus memungut beberapa buku dan kertas yang jatuh berserakan di aspal.

"Astaga! Maafkan saya. Saya tidak hati-hati. " Nana buru-buru membantu wanita itu. Memungut satu persatu kertas yang nampaknya sangat penting itu.

"Ah--tidak apa-apa. Saya juga tidak hati-hati."

Sepersekian detik wanita itu menatapnya dengan aneh, menelisik sesuatu ke arah Nana dengan seksama. "Kalau boleh tahu--siapa namamu?" Tanya wanita itu setelah saling menyamakan posisi berdiri.

"Nana. Kim Nana. Maaf ya sudah merepotkan Anda karena kejadian barusan. " Nana takut jika wanita itu marah, atau mungkin tak Terima.

"Ah, nama yang bagus. Kalau begitu saya permisi ya. " Wanita itu melihatnya sejenak sebelum akhirnya pergi dengan senyuman aneh.

"Apa dia mau melaporkan ku ke ayahnya? Atau ke polisi? " Nana jadi berasumsi yang tidak-tidak. Tapi jika di telisik lagi sepertinya wanita tadi adalah orang kaya. Bisa dilihat dari semua yang menempel di badannya, produk berkelas.

Entahlah, Nana jadi memikirkan yang tidak-tidak sampai lupa kalau ia sudah terlambat 15 menit.

...

Hari ini berjalan cukup panjang. Nana juga sudah minta ijin untuk tidak lembur hari ini.

"Nana, bantu aku sebentar. " Lisa memanggilnya untuk datang ke meja kasir. "Bantu aku menyelesaikan pesanan ini, aku mau ke toilet sebentar." Ujarnya lagi.

Nana mengangguk dan segera mengambil alih posisi itu. Dengan cepat ia menyelesaikan coffe latte americhano dengan topping coklat itu tanpa ada masalah sedikitpun.

"Coffe latte americhano Atas nama Justin. " Teriaknya kemudian.

Dan tak lama pemilik pesanan itu datang dengan tatapan dingin kearahnya, sibuk dengan ponsel pintar nya yang menempel di telinga.

"Iya, aku akan segera kesana. Ngomong-ngomong aku sedang mampir beli kopi. " Tanpa sengaja pembicaraannya dengan seseorang di balik telefon itu terdengar hingga ke telinga Nana. Membuat Nana harus tetap memasang senyum manis, meski tak perlu juga sih. Hanya untuk formalitas kerja saja.

Lelaki bernama Justin tersebut segera mengambil pesanan beserta struk-nya di meja kasir. Tentu saja, masih dengan tatapan dingin dan cuek yang berhasil menembus sampai otak.

'Terimakasih atas kunjungan anda' seharusnya kata-kata itu diucapkan para pegawai kafe saat setelah pelanggan selesai dengan pesanannya. Tapi Nana tak mengucapkan itu karena masih terpaku diam dengan kedua mata yang barusan menatapnya dengan dingin.

Tatapan yang tak asing.

"Sudah selesai? " Lisa datang sambil menatapnya dengan aneh.

"Apa aku terlihat aneh? " Lagi-lagi Nana menelisik ke arah penampilannya yang mungkin saja terlihat tidak wajar.

"Sejak lahir kau memang aneh. "

Aishh. Menyebalkan memang jika menanyakan pendapat pada teman yang konyol.

...

Justin segera memasuki lobi bangunan bertuliskan 'Vintae Club' itu. Terus masuk dan naik ke lantai 9 dimana teman-teman satu gengnya sudah menunggu dan berkumpul di ruangan VVIP.

Seperti biasa, saat ia masuk beberapa wanita penghibur datang menyambutnya dengan senang hati. Menggodanya, menciumi aromanya, dan tangan jahilnya segera masuk dan meraba kebalik jas yang menutupi seluruh otot-otot atletis nya.

Ia sudah duduk pun tetap dengan hal yang sama. Justru tangan mereka semakin jahil hingga meraba ke paha bagian dalam untuk membuat Justin terangsang. Tenang, baru di balik paha, belum sampai ke selangkangannya.

Justin masih bisa menahannya.

"Bagaimana kopimu? " Pemilik klub tersebut angkat bicara setelah Justin menyecap dan menaruh kopi yang hanya berkurang sedikit itu di atas meja.

"Enak." Singkatnya. Jelas Vi tidak akan pernah penasaran dengan rasanya karena Vi memang tak menyukai segala jenis kopi.

"Pegawainya bagaimana? " Kini Jimin yang mulai bicara. Tentu ia akan menggodanya seperti itu karena Justin mulai sedikit berubah soal gairahnya di atas ranjang. Meski baru akhir-akhir ini.

Ada sesuatu yang membuatnya gentar ketika mereka sedang membahas soal wanita.

Mungkin Justin hanya malas. Atau memang ia sedang menyimpan perasaan pada wanita lain.

"Cantik, dan jujur dia tipeku. " Jawabnya blak-blakan.

"Sekarang aku jadi penasaran dengan isi hatimu. " Hans YunKi. Lelaki bertubuh seputih cat tembok itu ikut buka suara.

"Tak ada yang berubah hyung. Aku hanya bosan saja. " Jelasnya lagi. Meski begitu sahabat-sahabatnya itu sudah tahu perkara masa lalu Justin yang sempat membuatnya hancur 4 tahun lalu.

Perlahan kondisinya mulai berbenah, hanya kelakuannya saja yang masih sama nakalnya sejak dulu. Kalo soal ranjang dan wanita, jujur itu tak pernah membuat birahi nya merasa puas.

"Kalau begitu, 2 berani? " Goda pemilik nama Jimin Crishtian itu--lagi.

"Siapa takut? Akan ku buat kaki-kaki itu tak bisa berjalan besok. "

Mengerikan. Jangan tanya bagaimana permainan Justin dan teman-temannya saat di ranjang. Ganas dan liar.

Jika mereka para pelacur yang baru pertama kali bermain dengan mereka, minimal encok atau tak bisa bangun selama dua hari.

...

Love Hurt'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang