Suhu udara tidak terlalu tinggi hari ini. Cuaca cukup terik namun sinarnya tidak menyengat ketika menyentuh kulit.
Akhir pekan yang sempurna untuk melakukan suatu perjalanan atau sekedar piknik di taman.
Seperti yang dilakukan keluarganya saat ini. Irene, bibi Ryn dan juga Katrina tengah melakukan kemping di pulau Muuido, tanpa Nana.
Ya. Nana sudah memiliki janji dengan Justin. Dan perempuan itu sangat antusias, terlalu antusias malah.
Sejak tadi, Nana hanya mondar-mandir di depan cermin sembari memadupadankan semua baju yang ia punya. Tidak banyak, namun kamarnya saat ini seperti gudang baju yang awut-awutan.
Nana bukanlah perempuan yang suka tampil tomboy, namun ia juga tidak melulu suka tampil feminim. Nana selalu memakai pakaian yang bisa menunjang mood, meski pakaian yang ia punya kebanyakan berjenis kaos dan celana. Kali ini Nana ingin sesuatu yang tidak biasa.
Pusing. Tidak kunjung menemukan sesuatu yang pas, Pilihan Nana pun jatuh pada kaos polos warna putih yang ia padukan dengan skinny jeans warna hitam. Simpel. Pun warna hitam dan putih adalah warna paling aman untuk outfit di segala kesempatan.
Tuuttt...tuuttt
Pertanda jika Justin sudah tiba.
Merasa ada yang berbeda, Nana buru-buru mencapai lantai balkon ketika deru motor terdengar memasuki area halaman.
Tidak seperti biasanya yang lebih sering memakai mobil kemanapun ingin pergi, kali ini Justin memakai sesuatu yang berbeda. Motor crusier dari brand Kawasaki, di tambah outfit serba hitam mulai dari topi baseball warna hitam, jaket kulit warna hitam, celana model cargo warna hitam hingga sepatu sneakers warna hitam -membuat jantung Nana tiba-tiba berdetak tidak normal.
Nana segera berlari ketika pria itu turun dari motor besar yang dikendarainya, lantas Justin melepas jaket kulit yang menyembunyikan tubuh atletisnya.
Belum sempat menaruh jaket itu pada pegangan kemudi, perempuan familier lebih dulu menabrakkan diri, sontak membuat kedua lengan Justin tidak bisa menahan refleks memeluk perempuan itu.
"Akhirnya kita bertemu lagi." Justin tidak bisa berhenti tersenyum ketika hidungnya mengendus aroma manis sejak beberapa detik lalu.
Sementara tangan mungil perempuan itu semakin melingkar erat. Menyalurkan segala rindu yang ia miliki. Merasakan kehangatan yang lelaki itu berikan. Jikapun waktu bisa dihentikan sehari saja, rasanya Nana ingin tinggal seperti ini selamanya. Hanya Nana dan Justin, tanpa mengkhawatirkan apa pun dan siapa pun.
Terdengar mustahil, tapi Nana benar-benar menginginkannya.
"Bagaimana kabarmu?" Justin bertanya lagi, kali ini jemari hangatnya beralih mengelus kepala.
"Aku baik. Kau sendiri bagaimana?" Balas Nana ketika dua tubuh beda ukuran itu mulai merenggang.
"Kabarku baik. Si breng--ehheemm," Justin pura-pura berdeham kecil untuk meralat ucapannya, "Maksudku, si Chan itu juga baik-baik saja."
Nana mengembuskan nafas, kilat kekhawatiran terbesit di kedua matanya, "Benarkah? Tapi sepertinya tidak begitu."
Apakah Justin tidak pandai berbohong? Ralat. Tidak pandai menilai situasi dengan tepat?
Kedua bahu besar itu terangkat sejenak, "Sebenarnya dia sedang tidak baik-baik saja. Jika pun kau ingin menemuinya sekarang, tetap tidak akan bisa." Justin tahu, Nana ingin menemui Chan sekarang juga, memastikan sendiri bagaimana keadaannya. Namun apa daya, Chan sedang kacau saat ini. Alangkah baiknya jika tidak ada yang mengganggunya lebih dulu.
"Jangan khawatir, dia akan baik-baik saja." Berusaha menenangkan, sedetik kemudian lengan pria itu terjulur ke samping, meraih buket bunga tulip yang tersimpan aman di atas tangki motornya. "This is the order, ma'am. Tulip bouquet."
Senyum indah sontak merekah di wajah perempuan itu. Lengan Justin kembali terulur pada kotak bening berukuran kecil dari tempat yang sama, "And, chocolate candy."
Nana semakin bersemangat. "And me, the most handsome boyfriend in the world." Lanjut pria itu, tak kalah bahagia.
Pria yang mengenakan kaos pendek warna putih menerawang -saking menerawang nya sampai memperlihatkan dua bintik hitam di dadanya yang bidang -itu, merentangkan kedua tangan. Detik berikutnya, Justin mendekap penuh bahu mungil itu ketika Nana membalas keinginannya.
Hidung sensitif Justin pun mulai menyelundup masuk ke area leher. Menyerap habis aroma stroberi yang menguar lembut dari perempuannya. "I Miss you so much." Lirih Justin tepat ditelinga.
Di balik ceruk leher Justin, senyuman seluas samudra itu tak kunjung pudar, "Boleh aku makan permen coklatnya?" Balas Nana, keluar dari topik.
Pria itu sedikit menarik diri, "I said, I Miss you."
Perempuan itu tak menggubris. Tubuh mungil yang masih berada dalam kuasa Justin itu tak bisa bergerak leluasa. Susah payah Nana mengumpulkan konsentrasi supaya kotak kecil yang sulit dibuka itu tidak goyang. Atau akan mengakibatkan isi didalamnya berceceran. Nana buru-buru melahap satu permen berbalut coklat lumer itu sembari tersenyum jahil.
Sebelah mata Justin menyipit, "Kau mengabaikan aku?"
"Mau permen?"
Seringai jahil pun langsung tercipta di sudut bibir pria itu, "Aku bisa menikmati permen coklat itu dengan cara yang berbeda."
Nana memiringkan kepala karena bingung. Pas sekali! Bibir Justin langsung menempel sempurna ketika kesempatan itu tiba.
Bermain lembut.
Daging tak bertulang itu pun menuntun Nana agar mulutnya terbuka lebih lebar. Begitu mendapatkan apa yang diinginkan, ciuman itu berubah lebih dalam. Lebih agresif. Dan lebih panas.
Atmosfir diantara keduanya pun terasa lebih intens. Perlahan, naluri mulai mengambil alih jalannya logika. Tubuh Nana pun berdesir hebat tatkala lengan Justin menekan punggungnya lebih rapat.
Hampir saja Justin hilang akal jika saja pintu di depan sana tidak terbuka. Menghentikan segala kenikmatan.
Nana buru-buru menarik diri ketika Claudia muncul, lalu perempuan itu memutar tubuh ketika tidak sengaja memergoki sesuatu.
"M -maaf, saya tidak sengaja." Ujar perempuan berambut kriting itu, masih membelakangi dua insan yang tak kunjung melepaskan diri dari dekapan.
Ralat. Justin yang tak melepaskan kedua tangannya dari pinggang Nana. Malu! Sungguh malu! Nana pun menempelkan keningnya pada dada Justin. Tak lupa menggunakan buket tulip yang ia pegang untuk menutupi separuh wajahnya yang terlihat karena malu.
"Eee -tuan Justin mau dibawakan sssuatu? Teh? kopi? Atau yang lainnya?" Tanya Claudia masih diposisi yang sama.
"Tidak perlu. Saya akan mengajak Nana makan diluar."
Sontak Nana mengangkat kepalanya kembali, "Kemana?"
"Baiklah kalau begitu." Claudia menghilang dengan cepat.
"Kesuatu tempat. Tapi, ambil jaket mu lebih dulu." Balas Justin, kemudian kedua tangannya terlepas.
Tak ingin berpikir dua kali, Nana bergegas menitipkan buket tulip beserta permen coklat itu pada Claudia. Tak butuh waktu lama bagi Nana untuk bersiap.
Perempuan itu segera menghampiri Justin begitu selesai. Pria itu juga sudah bersiap. Sarung tangan khusus sudah melindungi jemari berurat nya. Tak luput, helm full-face bercorak anime, juga sudah menutupi separuh wajah tampannya.
Justin meraih helm lain di jok belakang. Kemudian memakaikannya pada Nana.
Kawasaki Vulcan S -warna hitam bercorak orange itu pun siap meluncur memecah jalanan kota Seoul yang padat.
Continued.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Hurt's
RomanceJudul sebelumnya, Bad Guy : Better life *** Bahagia? Kim Nana hampir lupa apa itu rasanya bahagia. Semua hal yang ia jalani saat ini hanya bergantung pada rasa syukur yang ia buat sekokoh mungkin. Ia kira semuanya akan berjalan dengan baik-baik sa...