Part. 41 | Worry

68 13 0
                                    

Bohong jika Nana tidak cemas.

Sejak pagi tadi sampai menjelang tengah malam, Justin belum juga kembali atau sekedar memberi kabar.

Nana meremas rambutnya sendiri, memandang kosong pada nampan berisi makan malam yang belum ia sentuh sama sekali.

"Eonnie! Kau bilang akan menghabiskan makan malam mu saat aku kembali."

Perempuan berbalut jaket tebal itu berdiri di ujung pintu sambil memasang raut jengkel.

Nana memang berjanji akan memakan menu makan malamnya saat Irene pamit pergi ke toserba untuk membeli tisu. Namun Nana lupa pada janji itu, bahkan ia tidak menyentuh nampan itu sedikitpun.

Irene menaruh kantong plastik itu secara asal di lantai, kemudian perempuan itu menghampiri Nana sambil terus menggerutu kesal.

"...sudah kubilang, Justin itu sudah besar. Tidak perlu mengkhawatirkan dia lagi, dia pasti bisa jaga diri." 

Nana hanya bisa memberinya tatapan kosong. Dan Irene semakin uring-uringan dibuatnya.

"Sadarlah, eonnie!"

"Aku sadar."

"Kalau begitu cepatlah makan."

Nana mengerucutkan bibir, "Iya, aku makan."

"Kenapa tidak sejak tadi." Irene masih saja menggerutu.

Drrtt...drrrttt

Lantas perempuan itu memandang sejenak ponsel miliknya. Nomor baru tertera memenuhi layar. Meski enggan, namun Irene tetap menekan icon hijau itu.

"Halo ?" Suara familier pun terdengar menyapa, "Eonnie! Eonnie! Ini Justin." Perempuan itu mengarahkan ponsel miliknya, dan Nana langsung tercengang.

Nana segera meraih ponsel tersebut lantas menempelkannya pada telinga, "Justin!"

"Hei, babe. Maaf baru bisa menghubungimu."

Kelegaan langsung membanjiri hati Nana. "Kau kemana saja ? Kenapa baru menelfon ?"

"Maaf. Aku sedang ada urusan dan tempatnya cukup jauh."

"Justin, kau baik-baik saja ? Kau tidak terluka ? Tidak terjadi apa-apa kan?"

"I'm fine, babe. We are fine. Jangan khawatir. Bagaimana denganmu ? Kau baik-baik saja ? Kenapa belum tidur ? Bagaimana dengan makan malamnya ?"

"Em, aku baik. Aku tidak bisa tidur karena memikirkan mu. Makanannya lumayan."

Irene yang entah sejak kapan sudah menidurkan dirinya di kursi sofa tiba-tiba berteriak lantang, "Bohong! Bahkan dia belum menyentuh piringnya sama sekali!"

Nana membulatkan kedua matanya, disusul suara tawa terdengar renyah dari seberang sana. Justin pasti mendengarnya.

"Cepat makan dan minum obatnya, lalu istirahat."

Nana mengangguk meski Justin tidak bisa melihatnya. "Kapan kau kembali ?"

"Secepatnya. Masih ada beberapa urusan yang belum selesai, mama juga sempat menelfon dan memberi kabar jika papa sudah siuman. Mungkin aku akan menjaga papa untuk sementara waktu. Jeremy juga menelfon, dia bilang ada beberapa rapat perusahan yang tidak bisa ditinggal. Jadi aku tidak bisa menemui mu selama beberapa hari ke depan. Tidak apa-apa kan ?"

Kedua iris Nana langsung berlinang, "Tentu saja tidak masalah, Justin. Jangan terlalu mengkhawatirkan aku. Aku baik-baik saja."

"I'm sorry, babe."

Love Hurt'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang