Part. 39 | Same Old Love

89 12 0
                                    

Keadaan Nana semakin memburuk. Ia langsung dilarikan kerumah sakit saat pingsan beberapa menit lalu.

Bukan sakit lambung seperti dugaan Nana diawal. Melainkan gejala tifus yang mengharuskannya menjalani perawatan intensif dirumah sakit.

Ditemani Irene dan Sana, mereka begitu khawatir mendapati Nana langsung jatuh tak sadarkan diri saat sedang asyik makan bersama. Tanpa pikir panjang Sana langsung mengemudikan mobilnya dengan kecepatan penuh menuju rumah sakit—alih-alih memanggil mobil ambulans.

Disusul bibi Ryn yang baru saja tiba setelah mendapat kabar kurang sedap dari putrinya. Dugaan jika Katrina akan tiba sebentar lagi pun, membebani pikiran Nana.

Benar saja, bayangan perempuan itu langsung muncul dari balik pintu. Masih mengenakan pakaian dokter lengkap. Katrina segera meminta penjelasan dari seorang dokter dan dua suster yang entah sudah sejak kapan berada disisinya.

Samar-samar Nana mengamati tangan kirinya yang tertancap selang infus. Kepalanya terasa sangat pusing, penglihatannya pun kabur dan matanya terasa sangat berat.

Mau tidak mau Nana harus menutup kedua matanya. Berharap rasa pusing akan hilang perlahan. Sampai pada gelap yang menyergap dunianya, tanpa sadar Nana sudah terlelap di alam mimpi.

***

Nana dibangunkan oleh rasa tidak nyaman diperutnya.

Ketika kedua kelopak matanya perlahan terbuka, didapatinya sebuah tangan besar penuh gambar menyangga kepalanya. Sesuatu yang hangat pun berderu lembut dibelakang telinganya.

Nana sedikit merubah posisi tubuhnya. Ia terkesiap setelah menyadari ada sebuah tangan kokoh tengah melingkari perutnya. Merasa punggungnya terantuk sesuatu yang besar dan lunak, Nana meyakini jika sesuatu itu bukanlah bantal yang empuk, juga bukan material besi dari pinggiran ranjang rumah sakit seperti bayangannya.

Dengan sekuat tenaga, Nana mencoba membalik posisi tubuhnya. Sosok yang ia tangkap dari balik bulu-bulu halus di matanya membuat dadanya tiba-tiba berdesir.

Sosok rupawan yang tak pernah gagal membuat para perempuan berteriak histeris ketika melihat wajahnya. Meski kedua mata indahnya tengah bersembunyi dibalik kelopak sekalipun, Justin tetap menawan.

Nana memutar tubuhnya, menghadap ke tubuh besar itu. Dipandanginya wajah Justin tanpa berkedip. Memastikan jika ia sedang tidak bermimpi. Memastikan jika sosok yang tengah memeluknya saat ini benar-benar Justin.

Nana bisa mencium aroma-aroma powdery bersatu dengan balsamic woody yang langsung menyekat indera penciumannya. Aroma khas dari sosok Justin. Aroma yang membuat Nana semakin ragu. Takut jika semua yang dilihatnya ini hanyalah bayangan semu yang ia ciptakan sendiri.

Tangan besar itu menarik tubuh Nana semakin erat. Netra yang semula terpejam itu, perlahan terbuka. Memperlihatkan iris warna Brown Mahogany yang indah. Mengunci tatapan rindu di depan matanya dengan segera.

"Kamu sudah bangun ?"

Suaranya yang berat namun lembut langsung tercipta, memenuhi rungu ditelinga Nana. Seketika membuat Nana tersadar jika semua ini bukanlah khayalan semata. Justin benar-benar ada dihadapannya.

"Bagaimana keadaanmu saat ini ? Apa ada yang sakit ? Perlu ku panggilkan dokter ?" Tanya Justin tanpa jeda. Pasalnya ia sangat khawatir.

Sayangnya suara itu malah membuat Nana menangis. Perempuan itu segera menarik diri, menyembunyikan seluruh wajahnya diceruk leher pria itu. Jemari kecilnya yang terbebas dari infus langsung meremas kuat kemeja yang Justin kenakan. Meluapkan segala emosi.

Love Hurt'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang