Part. 9 | Stuck on Life or Death

152 36 1
                                    

Sejenak manik matanya memandangi ponsel yang sedari tadi tergeletak di depannya dengan frustasi. Entah sudah berapa ratus pesan yang ia kirimkan pada Nana, semuanya tak dibalas. Setiap Justin menelefonnya, ponsel Nana selalu saja tidak aktif.

"Ck! Jangan kira bisa kabur ya. " Desisnya pelan.

Setelah itu Jeremy datang dengan beberapa berkas di tangannya. "Ini berkas untuk rapat sore sini. "

Justin melihat ke arah jam tangannya dan 10 menit lagi ia harus rapat.

Ia menghela nafasnya pelan. "Nana tak bisa dihubungi, aku mau kau melacak ponsel nya sekarang. " Titahnya sambil berjalan keluar.

Dan Jeremy segera melaksanakan perintah itu.

Justin begitu gagah dan berwibawa saat memimpin rapat sore ini, dan selalu begitu, beberapa staf wanita yang ikut hadir di rapat itu tak henti-hentinya berdecak kagum. Sedangkan kaum pria dibuat iri dan minder olehnya.

"Baiklah, rapat nya cukup sampai di sini. " Kemudian Justin pergi meninggalkan ruangan itu di sertai riuh para staf yang berlomba-lomba mengatakan 'semoga hari anda menyenangkan' di akhir rapat. Tapi nyatanya mood- nya sedang buruk.

Justin kembali ke kantornya dengan pikirannya yang sedikit gaduh. Duduk bersandar di kursi kebesaran yang sudah menjadi miliknya sejak 5 tahun lalu itu.

Menjadi wakil direktur di usianya yang masih terbilang muda tidak lah mudah, banyak hal yang ia korbankan untuk bisa berada di posisi saat ini. Saat usianya menginjak angka 21 tahun, harus nya ia menghabiskan angka itu untuk melakukan hal yang ia suka bersama teman-temannya, tapi ayah mengekangnya untuk tetap tekun bersekolah dan belajar tentang bisnis.

Dan disinilah ia sekarang, sibuk dengan pekerjaan layaknya direktur pada umumnya. Sebenarnya sang ayah sangat bangga padanya, tak hanya mengendalikan perusahaan properti saja, Justin juga sudah bisa membangun bisnis nya sendiri, seperti hotel bintang lima dan gedung-gedung resort untuk disewakan.

Justin pernah ditawari sang ayah untuk memegang kendali perusahaan di Perancis, namun ia menolak. Dan akhirnya pusat perusahaan JEON C. itu dipegang oleh sang kakak, Jerry Jeon.

Jeremy kembali ke ruangannya dengan buru-buru, mimik mukanya tampak khawatir.

Justin yang masih sibuk dengan beberapa kertas di tangannya itu mulai terusik.

"Ada apa? " Tanyanya sebal.

Jeremy langsung menyerahkan ponsel miliknya, memberi tahukan sebuah video berdurasi pendek di mana di sana ada gambaran seorang wanita yang ia cari-cari sejak kemarin.

Wanita yang tersudut di atap gedung hotelnya dengan keadaan buruk dan kacau, wanita itu seperti hendak---bunuh diri.

"Sial!"

Tanpa pikir panjang Justin segera berlalu pergi. Ia hanya berharap jika ia tak terlambat sampai sana.

...

Manager, beberapa pegawai dan staf hotel sudah berusaha untuk membujuk Nana agar mau kembali ke tengah, tapi semakin mereka mendekat justru Nana semakin memposisikan dirinya di ambang kematian.

Keadaannya yang buruk membuat semua orang khawatir, luka lebam dan memar terlihat menghiasi wajah dan tubuh mulusnya.

Apa akan berakhir sekarang? Batinnya.

Nana sudah bersiap, satu langkah saja ia menggeser kakinya, maka ia akan jatuh dari gedung yang tingginya lebih dari 30 meter itu.

Ayah, Aku akan menemuimu di atas sana. Sorot matanya tampak ketakutan, tapi dunia ini jauh lebih menakutkan dari apa pun.

Love Hurt'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang