"Mau pake nasi, Dad!"
Sebelah alis Daddy terangkat. Kakinya berhenti untuk mendekat. Piring yang dibawanya hanya di pegang, ngga berniat buat diserahkan sama sekali pada Chandra yang sedang gegoleran di atas karpet sembari memainkan game pada ponselnya.
Ya, seperti yang diduga, Chandra melanggar peraturan yang Bubu buat untuk tidak membawa ponsel ke luar rumah. Cowok ini memang benar-benar.
"Kan tadi udah makan, emang masih laper?" tanya Daddy, mencoba buat memperjelas ucapan putranya barusan.
"Ya iya. Kalo Haikal ga mau mah ga mungkin nyuruh," dengus Chandra. Membalikan tubuh yang tadinya terlentang, kini menjadi tengkurap.
Tidak mau banyak berdebat, Daddy segera masuk ke dalam untuk mengambilkan putranya nasi. Tidak ada gunanya mendebat dengan Chandra, sebab beliau tahu kalau anak itu akan selalu menang darinya.
Satu piring nasi dengan porsi pas-pasan di bawa Daddy ke luar rumah buat Chandra. Bukan bermaksud pelit, nasi yang ada di rumah memang tinggal sedikit lantaran hanya nasi sisa dari makan malam tadi sehabis isya. Lagipula, Daddy tidak pernah menyangka kalau Chandra akan serakus ini. Baru satu jam yang lalu makan dengan lahap, eh sekarang minta diambilkan nasi lagi. Pastas saja tubuhnya kini lumayan bongsor.
Saat nasi juga sosis bakar sudah ada di depan mata, barulah Chandra menyimpan ponselnya. Tanpa mencuci tangan terlebih dahulu, cowok itu sudah mencomot nasi lalu menggigit satu tusuk sosis bakar yang langsung membuat Daddy geleng-geleng kepala melihat kelakuannya.
Makannya begitu lahap, seakan sepiring nasi ditambah capcai juga tempe goreng sejam yang lalu bukanlah apa-apa. Chandra begitu kelaparan, kelihatannya.
"Uhuk, uhuk!"
Daddy mengerjap, setelah tadi sibuk memikirkan perut gentong Chandra, dia melamun, dan suara batuk yang berasal dari orang di sampingnya membuyarkan lamunannya, kembali pada realita yang ada.
Daddy mengedarkan pandangan, tidak ada gelas, juga air barang sedikit pun di sana. Salahnya sendiri yang membawa nasi tanpa segelas air pun. Karenanya, Daddy berlari masuk ke dalam rumah, mengambil air untuk putranya yang sedang kepayahan lantaran tersedak makanannya sendiri.
Begitu air sudah di dapatkan, Daddy langsung menyerahkannya pada Chandra yang tentunya langsung diminum dengan rakus, sampai-sampai sekitaran mulutnya basah sebab air yang tumpah kemana-mana.
Setelah di rasa sudah lega, Chandra menghembuskan napasnya. Meraup oksigen sebanyak-banyaknya sebab saat sesi tersedak tadi, dirinya seakan kesulitan hanya untuk bernapas sekali pun.
Tubuhnya terasa lemas, kerongkongannya pun terasa perih. Chandra memegangi lehernya sendiri dengan tangan kirinya. Kepalanya bergerak ke kanan dan kiri agar bisa menghilangkan rasa perih itu, namun sia-sia, sebab itu semua tidak memperbaiki keadaan sedikit pun.
"Udah ga papa?" Daddy bertanya, tubuhnya berbalik menghadap sang putra sepenuhnya setelah sebelumnya membiarkan anak itu menghirup napas dahulu. "Sakit, y —
"Cape ya, Dad?"
Bahkan sebelum menyelesaikan serentetan pertanyaannya, Chandra lebih dulu menyela. Bukan untuk menjawab, melainkan untuk melontarkan pertanyaan lain yang sesungguhnya tidak Daddy pahami.
"Apanya?"
"Ngurusin anak kaya aku."
Wajah yang biasanya selalu tersenyum senang, kini nampak berbeda. Rautnya murung, dengan tatapan sendu yang baru kali ini Daddy lihat di wajah putranya.
"Kal —
"Maaf ya, Dad. Haikal selalu nyusahin Daddy. Antara ngebuat Daddy seneng sama ngebuat Daddy sedih atau sengsara itu lebih banyakan ke opsi kedua."
KAMU SEDANG MEMBACA
Single Parent [Nct Lokal]✓
Teen FictionMenjadi single parent? Ngga susah kalau anak yang diasuh kaya Dejan, Reno, Satya sama Jani yang baik, adem ayem dan penurut. Tapi, gimana kalau anaknya kaya Lucky yang rusuh, Mahesa yang panikan, Hendra yang random, Rendra yang emosian, Haikal yang...