"Mama besok ulang tahun."
Dari awal putranya menginjakkan kaki di ruang keluarga, Bubu sudah sadar, tapi beliau hanya diam, membiarkan Mahesa bertingkah sesuai keinginanya. Tetapi, kala suara sang putra terdengar, Bubu langsung mengalihkan atensi yang semula terfokus pada televisi, mendadak teralihkan saat putra tunggalnya bersuara, dengan tubuh yang dibawa uring-uringan di belakang sofa yang sedang didudukinya.
"Kamu mau ngasih kado apa?"
Mahesa berhenti bergerak, wajah gelisahnya dibawa untuk bertatapan dengan Bubu, decakan kecilnya terdengar samar, ia begitu bingung untuk memilih hadiah apa yang cocok yang diberikan pada Mama dihari spesialnya itu.
Bubu tertawa pelan, Mahesa yang tengah diliputi rasa panik benar-benar lucu, amat sangat bertolak belakang dengan umurnya yang sudah dewasa itu.
"Sini duduk, Dika," Tangan beliau sudah terangkat, hendak menepuk pahanya sendiri untuk Mahesa merebahkan kepalanya di sana, namun urung saat ingat bahwa putranya sudah dewasa, sudah pasti cowok itu tidak mau menurutinya untuk tiduran di sana.
"Bu —
— Tenang, Dika. Masih ada waktu buat nyari kado Mama."
Tetap saja, Mahesa masih bergerak gelisah ditempatnya. Pikirannya masih belum bisa tenang saat dirinya saja tidak tahu akan memberikan apa di hari spesial Mama besok.
"Bu —
— Gimana kalo kita masak aja? Bukan sebagai hadiah, tapi hitung-hitung syukuran kecil-kecilan."
Saat kalimat Bubu terdengar oleh gendang telinga, Mahesa melebarkan senyumnya. Posisi duduk yang awalnya terlihat tidak nyaman, kini berubah total dengan punggung yang disandarkan pada kepala sofa.
"Makannya di sini kan? Di rumah kita?"
Bubu terkekeh, tingkah Mahesa ini, membuat tangannya dengan refleks mengacak rambut sang putra dengan lengkungan bibir yang masih belum luntur. Namun, saat cowok tinggi itu hanya diam, Bubu menyadari tindakannya, tangannya ditarik pelan dengan tawa yang terhenti seketika.
Suasana berubah menjadi canggung, beliau berdehem pelan untuk mengusir atmosfer tidak mengenakan yang ada disekitarnya.
"Dika, Bubu —
"Makasih ya Bu, udah ngasih masukan yang amat berharga bagi Dika."
Beliau menaikan sebelah alisnya. Berharga?
"Besok Mama ke sini, ke rumah kita. Rumah yang udah lama ditinggalkan dengan alasan perpisahan."
"Dika —
"Aku seneng, akhirnya, setelah sekian lama, kita bisa kumpul bersama lagi di rumah ini. Rumah yang punya banyak kenangan walaupun tangan kita udah nggak bisa saling genggam," senyumannya terukir kecil. Tubuh yang lebih besar dipeluk erat tanpa basa-basi, Mahesa melingkarkan kedua tangannya pada leher beliau. "Seenggaknya, kita masih bisa bersama walau bukan sebagai keluarga."
***
Kacau. Hanya satu kata itu yang menggambarkan keadaan dapur milik keluarga Adytama. Bahan masakan berceceran dilantai, juga celemek yang dikenakan pun sudah kotor akibat tercipati minyak dan bumbu yang tengah dihaluskan menggunakan blender yang lupa ditutup.Namun, meski begitu, masakan yang dihasilkan tetap luar biasa menarik, hal itu tentu karena tangan emas milik Bubu yang tidak pernah gagal dalam hal bertarung di dapur. Baruntungnya juga, beliau tidak marah sebab Mahesa yang menghancurkan dapur dengan tingkah bar-barnya saat memasak itu. Bukannya marah, beliau justru tertawa renyah membuat Mahesa terenyah sebab mendapatkan Ayah sebegitu indah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Single Parent [Nct Lokal]✓
Teen FictionMenjadi single parent? Ngga susah kalau anak yang diasuh kaya Dejan, Reno, Satya sama Jani yang baik, adem ayem dan penurut. Tapi, gimana kalau anaknya kaya Lucky yang rusuh, Mahesa yang panikan, Hendra yang random, Rendra yang emosian, Haikal yang...