"Dika, diantara Bubu sama Mama, siapa yang lebih Dika sayang?"
Mahesa yang mendapat pertanyaan demikian, mengetukan jemarinya pada dagu, tengah berpikir. Hal tersebut tentu saja mengundang gelak tawa dari Bubu dan Mama, putra mereka begitu menggemaskan!
Tidak perlu memakan waktu yang lama untuk anak itu berfikir dan menemukan jawabannya. Si kecil mendongak, menatap Bubu yang kini tengah memangkunya juga Mama yang ada di sebelahnya.
"Bubu! Dika sayang Bubu!"
Lengkungan di bibir itu sirna. Mama diam mendengarnya. Tidak berbeda jauh dari Mama, Bubu juga tak kalah kaget mendengar jawaban dari si kecil.
"Dika gak sayang sama Mama?" Mama memasang wajah sedih yang terkesan dibuat-buat, meski sebenarnya hatinya betulan merasa sakit saat putranya lebih memilih Bubu dari pada dirinya.
Mahesa menggeleng. "Dika sayang sama Mama. Tapi Mama jarang ada di rumah."
Mama kembali dibuat bungkam oleh putranya sendiri. Benar, wajar rasanya jika Mahesa lebih sayang pada Bubu ketimbang Mama yang notabenenya sudah melahirkan si kecil. Walau bagaimana pun, Mama memang jarang berada di rumah lantaran sibuk bepergian ke tempat terpencil untuk menjadi relawan yang membantu masyarakat pedalaman. Hal tersebut tentu saja membuat Mama jarang mempunyai waktu untuk mengurus Bubu dan Mahesa yang ada di rumah.
Bubu tersenyum simpul, lalu mengelus tangan Mama, bermaksud untuk menenangkan.
"Jangan dimasukin ke hati. Dika masih kecil, jadi gak tau kalo Mamanya itu jadi sosok pahlawan yang nolong banyak orang."
Melihat bubu yang tersenyum, ditambah kata-kata menenangkan, Mama pun ikut tersenyum. Tapi —
"Tapi pahlawan itu cowok. Kalo Mama kan cewek," Mahesa menatap kedua orang tuanya bingung. Setahunya, pahlawan yang selalu muncul di TV itu laki-laki, tidak pernah ada yang perempuan.
"Kata siapa pahlawan itu cowok doang? Ada lho pahlawan cewek."
"Emang iya?"
"Wonder woman kan cewek, Dika."
"Kalo cewek, namanya bukan pahlawan dong."
"Terus apa dong?" Mama bertanya.
"Mahlawan hehehe."
Kebersamaan singkat yang selalu Mahesa rindukan. Sungguh, dia ingin sekali Mama tetap berdiam di rumah untuk mengurusnya dan juga Bubu. Di umurnya yang masih enam tahun, Mahesa ingin Mama selalu ada bersamanya. Menemaninya seperti seorang ibu pada umumnya. Tapi, apa boleh buat? Toh Mama juga sudah nyaman bekerja menjadi sukarelawan. Jadi, dia hanya bisa mendukung.
***"Itu lho, lo pernah merhatiin gak kalo Rendra itu mirip banget sama bu Windy istrinya pak Cahyo."
Bubu dan Daddy saling lirik.
"Tapi Rendra juga mirip sama Erwin."
"Nah loh. Apa jangan-jangan... Erwin sama bu Windy..." Papi menggantungkan kalimatnya.
"Jangan ngaco, bangsat! Udah jelas kalo dulu kita yang nengokin ke rumah sakit waktu Rendra lahir!" Daddy melempar kulit kacang pada Papi yang duduk di depannya.
"Tunggu dulu," Bubu menyela, "Kok bulu kuduk gue merinding, ya?"
Mereka bertiga saling tatap. Lantas, Daddy dan Papi juga ikut memegangi tengkuk mereka sembari terus melirik ke segala arah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Single Parent [Nct Lokal]✓
Teen FictionMenjadi single parent? Ngga susah kalau anak yang diasuh kaya Dejan, Reno, Satya sama Jani yang baik, adem ayem dan penurut. Tapi, gimana kalau anaknya kaya Lucky yang rusuh, Mahesa yang panikan, Hendra yang random, Rendra yang emosian, Haikal yang...