Gorden dengan warna pastel itu di gesernya. Sinar mentari pagi menerobos memasuki rumah sederhananya. Tubuh itu tercekat, diam ditempatnya dengan tangan yang secara refleks meremas gorden didekatnya. Hatinya berdesir, terasa teriris, seakan jika ada tangan tak kasat mata yang meremasnya dengan sengaja. Bibirnya bergetar, dengan mata yang memanas menahan tangis. Pemandangan pagi hari yang begitu indah menurut orang lain tapi begitu menyesakkan baginya. Meski dengan perasaan iri yang begitu besar, tapi tubuhnya masih tidak beranjak dari sana, seakan menyuruhnya untuk menyaksikan keindahan itu hingga akhir.
Di depan rumah, tetangganya - Papa Jeffry, juga istrinya dan juga Nathan - tengah berpamitan. Ayah tentu tahu jika tetangga perempuannya itu akan datang ke acara arisan yang diadakan oleh ibu-ibu kompleks. Yang membuatnya iri adalah bagaimana keluarga itu dengan harmosinya melepas rindu. Papa yang menggendong Nathan, juga anak kecil berusia dua tahun itu yang terus merengek tidak ingin ditinggal Mama nya.
Senyum itu terukir, melihat temannya bahagia, Ayah juga ikut bahagia meski ada sedikit rasa iri dalam hati. Mungkin, jika saja bunda nya Rendra masih ada, keluarga kecilnya juga tengah melakukan hal yang sama. Rendra yang menempeli Bunda sebab tidak ingin ditinggal, Ayah yang mencoba menenangkan anak itu dan Bunda yang pergi dengan tidak rela lantaran putranya menangis. Ah, air matanya lolos saat bayangan itu terlintas dalam otaknya. Namun sayangnya, itu hanya khayalan semata, tidak untuk menjadi nyata.
Mengenal Bunda sampai menikah dan memiliki anak adalah suatu kebahagiaan tidak terhingga bagi Ayah. Beliau bersyukur telah dipertemukan dengan wanita baik hati yang tegar seperti Bunda. Meski kisah cinta mereka berakhir tragis, tapi Ayah tetap bahagia sebab telah diizinkan untuk menjalin rumah tangga dengan Bunda meski hanya sebentar.
Saat itu, kehadiran si kecil yang bersemayam dalam perut besar istrinya adalah hal yang paling ditunggu. Membayangkan jika pasangan suami istri itu akan mengurus dan membesarkannya dengan penuh kasih sayang, mengajarinya bicara dan berjalan, juga menunggu saat si kecil mengucapkan kata Ayah ataupun Bunda untuk yang pertama kalinya, adalah hal yang selalu beliau bayangkan setiap harinya. Kalender dalam rumah selalu dicoretnya dengan semangat saat perkiraan dokter tentang kelahiran putranya sudah dekat. Rencana kecil seperti akan piknik saat sang anak sudah lumayan besar, menunggui anak itu sekolah, sampai membayangkan jika putranya kelak akan mendapatkan pasangan juga selalu menjadi bahan pembicaraan sebelum Ayah dan Bunda tertidur. Saat itu, Bunda akan bersandar dengan nyamannya pada dada bidang Ayah dengan tangan kekar milik Ayah yang tak hentinya mengelus perut besar istrinya. Sesekali, tendangan kecil, si bayi berikan ketika kedua orang tuanya mengajaknya berinteraksi saat masih dalam kandungan.
Nyatanya, ekspektasi mereka tidak menjadi nyata. Si kecil memang lahir dengan selamat, tapi wanita yang dicintainya justru pergi meninggalkan mereka berdua bahkan sebelum Rendra digendong oleh Bundanya.
"Yah!"
Air matanya di hapus dengan kasar saat panggilan itu terdengar. Dengan seulas senyum tipis andalannya, Ayah berbalik, meninggalkan tetangganya yang masih belum pergi karena rengekan Nathan yang belum terhenti.
Rendra kecil yang tengah berpegangan pada sofa, digendongnya. Tangan besar itu mendarat pada dahi putranya. Rasa panas menjalar pada kulitnya. Ayah memandang sendu matahari yang selalu menyinari harinya; Arjuna Rendra Winardi.
"Anak Ayah kenapa bangun, hm?"
Kepala itu di sandarkan pada bahu beliau. Rendra menenggelamkan wajahnya pada cekuk leher putih Ayah yang membuat laki-laki itu mendesis pelan lantaran suhu hangat putranya.
"Tidur lagi, ya? Biar kesayangannya Ayah cepet sembuh."
Tanpa menunggu jawaban dari sang putra, Ayah membawa anak itu ke ruang keluarga. Bantal itu ditatanya sedemikian rupa agar si kecil merasa nyaman. Setelahnya, tubuh mungil itu di baringkan di sana dengan dirinya yang juga ikut berbaring.
KAMU SEDANG MEMBACA
Single Parent [Nct Lokal]✓
Teen FictionMenjadi single parent? Ngga susah kalau anak yang diasuh kaya Dejan, Reno, Satya sama Jani yang baik, adem ayem dan penurut. Tapi, gimana kalau anaknya kaya Lucky yang rusuh, Mahesa yang panikan, Hendra yang random, Rendra yang emosian, Haikal yang...