"Ngaku kalian! Siapa yang nyolong uang Papi?!"
Hendra dan Yoga saling pandang, dengan gelengan pelan yang dilakukan sebagai jawaban. Sumpah demi kolor biru Papi yang sudah sobek sana sobek sini, mereka tidak tahu menahu soal uang beliau yang hilang. Jangankan mencuri, masuk kamar Papi saja mereka tidak berani lantaran beliau yang selalu mewanti-wanti agar tidak memasuki ruangan keramat itu. Lalu, kenapa Papi harus memfitnah mereka sebegini kejamnya?
"Nggak tau, Pi. Aldi aja baru bangun tidur elah," si bungsu mengibaskan tangannya, namun Papi masih tidak percaya. Matanya memicing tajam pada kedua putranya.
"Aku juga nggak tau, Pi, orang aku aja baru pulang ngampus."
Jika dipikir ulang, tuduhan yang dilakukan memang terdengar tidak logis. Papi juga tahu jika sedari pagi, kedua putranya memang berada di kampus dengan Yoga yang pulang siang dan dilanjutkan tidur, sedangkan Hendra baru pulang sekarang. Tapi, jika bukan mereka, lalu siapa lagi? Papi sangat yakin jika kedua putra bandelnya yang banyak tingkah inilah yang sudah menyebabkan uangnya hilang.
"Kalian dari kemaren kan ngebet banget pengen makan burger king, pasti tadi berangkat ke kampus bareng itu abis jajan dulu pake uang colongan dari Papi, kan?!"
Kalau Hendra dan Yoga mau tuker tambah Papi, boleh tidak? Sungguhan, mereka lelah mendengar omelan Papi setiap harinya, dan kali ini, ditambah tuduhan tidak berdasar pula, siapa yang tidak kesal?!
"Kan tadi pagi udah izin kalo kita mau sekalian numpang sarapan di rumah Mama yang menunya pake ayam, gak kaya di sini yang tiap harinya selalu tempe sama kangkung!"
"Nggak tau bersyukur banget —
— Ya Allah, stop!" Hendra berdecak, memegangi kepalanya yang tiba-tiba terasa pening saat mendengar Papi dan adiknya saling melempar argumen dengan suara tinggi. "Terserah Papi mau percaya atau nggak, yang penting aku gak nyolong uang Papi," setelahnya, cowok itu melenggang pergi menuju kamarnya, meninggalkan Papi dan Yoga yang masih saling pandang dengan tatapan seakan mau membunuh satu sama lainnya.
"Apa kamu liat-liat?!"
"Apasih? Udah tua bukanya tobat malah makin banyak tingkah."
"YOGA!!"
***
"Kok?!"
Hendra menatap Papi yang kini tengah menggigit tempe dengan wajah songong dan kaki yang dinaikan sebelah ke atas kursi yang diduduki. Senyum miring beliau tercipta, seakan benar-benar tengah mengejek Yoga yang sudah bersikap kurang ajar padanya.
"Apa?"
"Ini awal bulan, Pi. Kan biasanya kita makan seenggaknya pake telur, ini kok malah tempe lagi?" Si sulung mengacak rambutnya sendiri, merasa frustasi dengan keadaan yang terjadi kini.
"Uang buat beli daging kan ada yang nyolong, ya udah Papi cuma bisa masak tempe doang," alisnya dinaik-turunkan. Sengaja, Papi ingin menggoda Yoga yang saat ini sudah memerah wajahnya.
"Biarin aja, yang dosa kan bukan aku!" Setelah berucap demikian, Yoga beranjak, meninggalkan Papi yang terbahak dan Hendra yang hanya bisa menghela napas dengan semua ini.
"Suka banget nyulut emosi kayaknya?" Si sulung ikut duduk, mengambil piring dan mengambil nasi berserta tempe yang disajikan di atas meja makan. Biar saja mulutnya seakan mati rasa memakan tempe terus-menerus, yang penting perutnya tidak kosong dan uangnya tidak aka habis hanya untuk membeli sarapan di kantin nantinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Single Parent [Nct Lokal]✓
Teen FictionMenjadi single parent? Ngga susah kalau anak yang diasuh kaya Dejan, Reno, Satya sama Jani yang baik, adem ayem dan penurut. Tapi, gimana kalau anaknya kaya Lucky yang rusuh, Mahesa yang panikan, Hendra yang random, Rendra yang emosian, Haikal yang...