Rasanya, sudah begitu lama sejak terakhir kali Nathan bisa menghirup udara segar kota Barcelona di sore hari. Biasanya, di jam-jam seperti ini, ia baru bisa tertidur setelah waktu sebelumnya digunakan untuk berangkat ke kampus lalu disusul mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosen. Dan kini, setelah hampir sebulan mendekam dalam unit apartmentnya setelah pulang kuliah, Nathan kembali bisa menikmati waktunya diluar gedung tinggi tersebut. Oh tentu saja tugas kuliahnya belum selesai, hanya saja, sedari kemarin, Rendra mengamuk padanya, mengatakan untuk mengistirahatkan diri sejenak dari tugas sialan yang seakan tidak ada habisnya. Dan ya, setelah mempertimbangkan banyak hal, akhirnya Nathan memutuskan untuk menuruti ucapan cowok pendek itu. Lagipula, toh ia perlu berbelanja sebab bahan makanan di unitnya sudah habis.
Sore itu, cukup banyak orang yang berlalu lalang di jalanan, sebab di sekitaran apartmentnya memang tidak pernah sepi sama sekali, bahkan saat malam sekali pun.
Coat berwarna cream yang dipakinya, dirapatkan. Udara sore hari itu benar-benar dingin, namun anehnya tetap ada banyak orang yang berkeliaran di luar rumah di tengah cuaca buruk ini.
Supermarket yang hanya berjarak beberapa blok dari apartment adalah tempat yang ditujunya. Di tempat itu, Nathan mulai memilih beberapa barang ataupun makanan yang sekiranya akan dibutuhkan olehnya, mulai dari beberapa bungkus mie, buah-buahan, sayuran, sereal, kopi sampai peralatan mandi sekalipun.
Setelah selesai dengan supermarket, Nathan kembali berjalan untuk pulang, namun di tengah perjalanan, langkahnya tiba-tiba terhenti.
Senyum tipisnya terukir. Cafe sederhana dengan pancake waffle sebagai menu andalannya adalah tempat yang kini cowok itu tuju.
Memilih tempat duduk di dekat jendela, Nathan mengedarkan pandangannya, menelisik ruangan berwarna neon tersebut dengan senyum yang masih belum luntur.
Tempat ini masih sama seperti empat tahun lalu saat ia dan Rendra memilih menyambangi cafe ini untuk sarapan sebelum berangkat ke kampus. Mungkin, yang membedakannya hanyalah beberapa dekorasi yang kini menghiasi penjuru cafe ini.
Pesanannya sudah datang. Nathan menyuapkan pancake waffle tersebut ke dalam mulutnya. Masih sama. Rasanya juga masih sama enaknya seperti dulu.
Pada suapan ketiga, ponsel yang ada dalam saku coatnya bergetar, yang mana mau tak mau membuatnya merogoh saku dan mengambil benda pipih itu. Matanya berotasi malas saat deretan huruf yang amat sangat tidak ingin ia lihat itu tertera disana. Namun, meski begitu, Nathan tetap menerimanya, menggeser ikon hijau pada ponselnya lalu langsung ditempelkan pada telinganya.
"Hallo? Kak Nana?"
Pancake wafflenya disuapkan, sebelum akhirnya berdehem pelan untuk menjawab sapaan tersebut.
"Lagi sibuk?"
"Iya."
"Aku ganggu berarti?"
"Itu tau!" sarkas cowok yang kini hanya memotong pancakenya dengan sendok tanpa ada niatan untuk memakan makanan lembut itu lagi.
"Maaf," suara yang tadinya terdengar antusias, kini berubah menjadi pelan. Namun, Nathan tak merasa bersalah sama senali, malahan, yang ada, rautnya kini semakin datar dari sebelumnya.
"Katanya... Mama kangen sama kak Nana."
"Hm."
"Mama kangen sama kakak, cepet pulang makanya."
"Nanti."
Lalu, helaan napas adik tirinya terdengar berhembus, namun lagi-lagi Nathan tidak peduli.
KAMU SEDANG MEMBACA
Single Parent [Nct Lokal]✓
Novela JuvenilMenjadi single parent? Ngga susah kalau anak yang diasuh kaya Dejan, Reno, Satya sama Jani yang baik, adem ayem dan penurut. Tapi, gimana kalau anaknya kaya Lucky yang rusuh, Mahesa yang panikan, Hendra yang random, Rendra yang emosian, Haikal yang...