"Le, lo aja yang izin sama baba."
Cakra mendengus kesal, dari tadi sore, Lucky tak hentinya untuk menyuruhnya yang meminta izin pada baba, padahal kan Lucky yang umurnya lebih tua, jadi harusnya Lucly lah yang minta izin, bukan malah sebaliknya. "Ih, gak mau! Bang Lucky aja yang minta izin sama baba."
"Lo kan anak Kesayangannya, kalo lo yang minta izin, pasti dibolehin, Le."
Tidak sepenuhnya salah, sih. Baba memang tidak pernah membeda-bedakan antara kedua anaknya, tapi Lucky juga sadar jika kasih sayang baba pada Cakra itu lebih besar dari pada kasih sayang baba padanya. Bagaimana ya, Lucky hanya merasa jika baba memang lebih menyayangi Cakra. Terbukti dari baba yang selalu memanjakan anak itu. Secara tidak sadar, perlakuan baba pada anak-anaknya itu terasa berbeda. Tapi meski begitu, Lucky tidak ingin protes, karena dia juga sadar jika Cakra itu anak baik yang selalu menurut pada omongan baba, sedangkan dirinya? Tidak sama sekali. Jadi Lucky juga sudah maklum jika adiknya lebih disayang oleh baba.
"Le, aelah!" decaknya sebal. "Nanti gue yang traktir baksonya, deh."
"Oke."
Si sulung mengaga tidak percaya. Semudah itu? Sungguh? Jika tahu akan semudah itu, dari tadi dia embel-embeli saja dengan bakso agar adiknya mau berkorban untuk minta izin pada baba untuk pergi dengan teman-temannya makan bakso di luar.
Berlari ke luar kamar, Cakra menghampiri baba yang tengah menonton tv. Meski baba ada di depannya, tapi anak itu tetap berteriak untuk memanggilnya. Memang, terasa kurang rasanya jika Cakra memanggil nama seseorang tanpa teriakan melengkingnya itu.
"Baba!!"
Untung baba sudah terbiasa, untung baba sabar, jika tidak, mungkin saja Cakra sudah habis ditangannya. "Iya, Le?"
Untuk merayu baba, Cakra duduk di sampingnya. Memeluk tangan baba erat dengan kepala yang disenderkan pada pundak dengan manjanya. "Lele sama bang Lucky sama temen-temen mau makan bakso di luar. Boleh, ya?"
Yeah, seperti yang baba duga sebelumnya, pasti ada udang dibalik batu. Pasti ada kemauan dibalik sifat manja putra bungsunya ini.
Elusan pada kepala, baba berikan pada Cakra, membuat anak itu semakin berharap jika baba akan mengizinkannya untuk pergi. Namun, harapan tidak sesuai dengan kenyataan, karena baba menggeleng dengan senyum tipisnya. "Udah malem."
Hanya dua kata, tapi berhasil membuat si bungsu memanyunkan bibirnya. "Baba mah, Lele gak bakal kenapa-napa, kok. Kan ada bang Lucky, bang Mahes sama abang-abang yang lainnya."
Di kamar, Lucky memutar mata malas. Selalu saja nama Mahesa yang disebut. Begitu menyebalkan. Mungkin jika diizinkan untuk memilih, adiknya itu ajan lebih memilih untuk menjadi adik dari Andhika Mahesa Adytama dari pada menjadi adiknya.
Baba tidak menjawab. Hanya sekedar untuk menolak permintaan putranya saja rasanya sangat sulit. Memang pada dasarnya baba itu tipe orang yang tidak bisa menolak permintaan orang lain apa lagi anaknya, jadi saja sebuah anggukan disertai helaan napas menjawab pertanyaan itu hingga Cakra bersorak senang.
Ini adalah hal yang paling baba sukai. Jika dirinya berkata iya, maka pekikan senang yang dilihatnya. Bagi baba, kebahagiaan anak-anaknya adalah suatu hal yang paling penting. Baba tidak ingin jika Lucky maupun Cakra akan lebih menyukai orang lain dari pada dirinya — sama seperti yang mama lakukan dulu. Rasanya begitu menyakitkan ketika orang yang disayangi malah meninggalkan kita. Bagi baba, cukup mama saja yang pergi meninggalkannya, Lucky dan Cakra jangan, karena hanya kedua anak itulah sumber bahagianya saat ini. Baba ingin menjadi tempat bagi kedua putranya pulang. Tempat untuk berkeluh kesah atau apa pun itu. Baba tidak ingin jika kedua anaknya malah mencari orang lain sebagai rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Single Parent [Nct Lokal]✓
Teen FictionMenjadi single parent? Ngga susah kalau anak yang diasuh kaya Dejan, Reno, Satya sama Jani yang baik, adem ayem dan penurut. Tapi, gimana kalau anaknya kaya Lucky yang rusuh, Mahesa yang panikan, Hendra yang random, Rendra yang emosian, Haikal yang...