Mama

2.5K 324 1
                                    

"Nanti malem ke warung koh June, kan?"

Rendra memukul kepala Nathan dengan cukup keras, merasa tidak habis pikir dengan kalimat yang terucap dari bibir temannya ini. Sudah jelas jika tadi anak-anak kompleks bilang tidak akan bisa kumpul, tapi tetap saja berujar demikian. "Ogah! Yakali nongkrong cuma berempat doang!" kesalnya.

Di kaca spion, Rendra bisa melihat jika Nathan mengernyitkan dahinya bingung. Gumaman keluar dari mulut cowok itu yang masih bisa di dengar Rendra. "Yang sembilannya kemana?"

Bodoh. Rendra ingin sekali berteriak seperti itu tepat di telinga Nathan, tapi ditahannya. Saat ini yang bisa dilakukannya untuk meredam emosi hanyalah mengelus dadanya pelan. Rendra merasa prihatin pada dirinya sendiri yang mau-maunya berteman dengan orang seperti ini. Kadang, miris rasanya saat membayangkan betapa sabarnya dirinya diberi kedua belas teman yang tidak ada waras-warasnya. "Kan temen-temen yang lain mau nginep di rumah mama nya!" lagi, nada tinggi itu yang digunakan oleh Rendra untuk menjawab pertanyaan yang Nathan lontarkan.

"Oh," hanya itu respon Nathan. Wajahnya berubah menjadi datar dari sebelumnya. Mulutnya terkatup, tidak ingin mengobrol lebih banyak dengan Rendra, dan seakan tidak menyadari perubahan ekspresi temannya, Rendra malah mencubit pinggang itu lumayan keras. Demi apa pun, kesal rasanya ketika penjelasan yang keluar dari mulutnya hanya direspon dengan dua huruf tadi.

"Ah-oh ah-oh! Lo sana nginep di rumah mama lo!"

"Ogah banget."

Kini, barulah Rendra menyadarinya. Suara itu terdengar asing baginya. Nathan yang dia kenal tidak seperti ini. Dan setelah cukup lama, cowok itu baru tahu penyebab perubahan sikap temannya ini. Iya, menginap di rumah mama, itulah yang membuat Nathan menjadi lebih sensitif. Seharusnya Rendra sadar untuk tidak menyinggung soal mama pada Nathan, lantaran sampai sekarang pun, anak tunggal papa Jeffry itu masih belum berdamai dengan masa lalunya.

Keheningan menyelimuti perjalanan pulang mereka. Keduanya lebih memilih bungkam dan fokus pada jalanan di depan. Sampai akhirnya kerutan itu muncul di masing-masing wajah. Rendra turun dari motor milik om Jaffrey yang dipakai Nathan, lantas menatap cowok yang wajahnya kian mendatar saat tahu apa yang terjadi di rumahnya kini.

"Mama lo?" Rendra bertanya pelan.

Nathan melirik pada Rendra sebentar sebelum akhirnya menghela napas dalam. Tidak ada jawaban darinya. Tangannya menyentuh punggung yang lain tua, lalu mendorongnya pelan untuk menjauh. "Udah ah sana masuk."

Kali ini umpatan Rendra tidak bisa ditahan lagi. Kata bangsat dihadiahkannya pada Nathan yang tidak tersinggung sama sekali atas ucapannya. Setelahnya, Rendra itu memasuki pelataran rumahnya, dengan Nathan yang membelokan motornya ke rumah di depan rumah ayah ini.

Motor Papa diparkirkan di samping motor beat hitam miliknya, juga mobil berwarna silver yang sedari tadi menarik perhatiannya. Meski sudah bisa menebak siapa pemiliknya, tapi Nathan masih diam di tempat untuk menelisik mobil itu lebih lama.

"Na!"

Panggilan itu mau tak mau membuatnya beranjak dari sana. Lagi-lagi Nathan menghembuskan napas saat memasuki rumah dan melihat jika ada tiga orang dewasa juga satu anak kecil yang tengah duduk si kursi ruang tamu. Tanpa peringatan, anak perempuan berusia sekitar sembilan tahun itu memeluk tubuhnya. Nathan tidak merespon apa pun. Kepalanya tertunduk untuk melihat anak yang kini menyengir lebar padanya.

"Kangennnnn sama kak Nana!" serunya.

Nathan  tak kunjung bersuara barang sedikit pun. Netranya bertemu dengan netra wanita dewasa di sana. Dengan cepat, cowok itu meraih tangan yang melingkar di pinggangnya hingga pelukan sepihak itu terlepas. Wajah cantik anak itu terlihat sedih dengan penolakan yang dilakukan kakak tirinya. Namun, tidak ada seorang pun yang berani berkomentar pada Nathan, seakan jika semuanya pun sudah tahu tentang sikap kejam cowok itu yang tiba-tiba muncul.

Single Parent [Nct Lokal]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang