42. You Broke Me First

134 15 1
                                    

Kamu suka mengajakku terbang tapi kamu lupa mengajarkanku cara menyatukan kepingan sayapku yang telah patah.

***

"Aldy?"

Aldy maupun Melati menoleh ke sumber suara. Tanpa ekspresi itulah wajah Laily saat ini. Gadis itu berjalan mendekat ke arah Aldy. Menahan segala rasa sesak dan menghilangkan semua pikiran negatif.

Melati menarik lengan Aldy saat itu. Membawa cowok itu berada lebih dekat dengannya. Laily merasakan ada sesuatu yang akan jatuh dari pelupuk matanya. Sebisa mungkin, sebisa mungkin, Laily tahan.

"Aldy, lo nggak ngabarin gue beberapa hari ini. Kenapa?" tanya Laily dan Aldy hanya menatap datar Laily. Ekspresinya sama sekali tak terbaca. Laily tak bisa menebak apa yang sedang cowok itu pikirkan.

"Gue ada salah sama lo? Gue chat lo, lo juga nggak bales. Mau lo apasih, Dy?!" Laily tak bisa menahan emosinya.

Dulu, Laily tak pernah mengutarakan rasa kecemburuannya. Namun, sekarang, ia tak bisa seperti itu lagi. Ia capek hanya memendam sendirian, sementara Aldy tak pernah mengerti akan rasanya. Kadang berharap lebih pada seseorang juga tak terlalu bagus, tanpa disadari rasa sakit juga akan menyertainya.

Waktu itu hubungan mereka belum ada status, tapi sekarang? Setelah berstatus pun, sikap Aldy juga tidak berubah.

"Dy ...." Aldy menarik tangan Aldy yang bebas. "Lo kenapa sih?" geram sekali melihat Aldy yang masih bungkam

Melati yang melihat drama Laily jadi jengah. Ia melepas paksa tangan Laily yang memegang tangan Aldy. "Aldy sibuk, gak bisa diganggu."

"Aldy ...."

Aldy tetap saja diam.

"Kok lo maksa Aldy sih Lai?!" sungut Melati.

"Aldy, gue ada salah apa sama lo sih?! Sikap lo aneh!"

Jika Aldy memang mempermainkannya, kenapa harus mengambil hati Laily sebanyak itu? Membuat seolah-olah cowok itu yang paling bisa membuatnya bahagia. Sikap Aldy yang saat ini yang paling Laily benci.

"Aldy ... kita udah pacaran dan kemarin lo bilang bahwa lo pengen menghabiskan sisa waktu lo sama gue! Tapi sekarang apa, Dy?! Apa?!" Laily membuang napasnya. "Lo sekarang seakan-akan gak peduli sama itu semua!"

Seperti ada yang menghantam dadanya, sakit ini bertambah semakin kuat saat tangan kiri Aldy menggenggam erat tangan Melati.

"Cukup Lai!" bentak Aldy setelah bungkam lama.

"Gue udah muak sama drama lo dari tadi! Aldy berdecih, "Omong kosong." Wajahnya meremehkan.

Sakit. Sungguh sakit. Hatinya tak bisa melihat perubahan Aldy yang sejauh ini. Pertama kali baginya dibentak Aldy. Laily tak percaya, bahwa perkataannya memicu amarah Aldy. Laily meremas ujung kardigannya, menahan sekuat mungkin agar air matanya tidak jatuh.

Gue masih gak percaya ini Aldy.

"Lo cinta, kan, sama gue?" tanya Laily dengan suara lirih.

Aldy bungkam.

"Kalo lo gak cinta kenapa lo harus narik gue ke dunia lo! Kenapa lo harus gangguin gue dan kenapa—"

"STOP LAI!"

Laily terhenyak. Tak bisa melanjutkan kalimatnya lagi. Tatapan Aldy begitu menyeramkan. Menyorot tajam ke arahnya. Seolah-olah dia adalah pusat kebencian lelaki itu.

"Gue udah muak sama lo. Mending lo pergi," usir Aldy dengan wajah marah. "Gue gak mau liat lo lagi."

Dunianya hancur. Langit yang tadinya cerah terlihat mendung seperti mewakili perasaan Laily saat ini. Tak tahu harus apa, Laily hanya melihat lelaki itu dalam diam.

"Masih gak mau pergi?" tanya Aldy sarkas.

"Kasih gue alasan kenapa lo kayak gini? Gue masih gak ngerti atas perubahan sikap lo."

"Ly, lo masih ngerti bahasa indo, kan? Aldy kan nyuruh pergi, ngapain lo masih di sini?" Melati mendekat selangkah. Membisikkan sesuatu di telinga Laily. "Go away," lirihnya lalu tersenyum kemenangan.

"Aldy ...." Laily menatap sendu Aldy. "Gue kecewa sama lo," ujarnya lalu pergi meninggalkan tempat itu dengan langkah lemas.

Sepeninggalan Laily dari sana, Aldy menatap punggung itu dari kejauhan dengan tatapan yang tak bisa diartikan.

***

"Aldy bangsat! Gak ada akhlak! Gila! Cowok bego! Gak ada otak! Ck! Dasar buaya darat!"

Umpatan-umpatan itu bukan keluar dari mulut Laily melainkan Ellin. Gadis itu tak henti-hentinya melontarkan kata-kata kasar sambil memukul-mukul stir mobil.

"Cowok kayak gitu gak layak dapat cinta lo, Ly! Buang aja ke sungai amazon!" Ellin terus saja menggerutu dan marah-marah. Andai saja Ellin ada di tempat kejadian, mungkin ia akan mencakar habis muka Aldy dengan kukunya yang panjang. Sayang, tadi Laily melarang Ellin turun dari mobil dan hanya mendengarkan Laily yang bercerita dari mobil.

Laily masih saja menatap ke arah luar jendela dengan tatapan kosong.

"Ngapain sih nge-galauin orang kayak Aldy! Udah, cari yang baru aja," ceplos Ellin membuat Laily mendelik ke arahnya. "Eh, salah ya?" Ellin terkekeh.

"Gak semudah itu."

"Gampang, Ly!" seru Ellin bersemangat. Ia meminggirkan mobilnya ke tepi, padahal tinggal beberapa menit lagi sampai di rumah Aish. "Lupain dia, lupain semua kenangan sama dia, lupain pokoknya lupain, lupain seakan-akan lo gak pernah kenal dia! See? Gampang, kan? It's east tips," ujarnya seraya mengangkat dagu.

"Lo gak ada di posisi gue dan lo gak tau rasanya jadi gue. Lo gak tau kan, rasanya naruh rasa sama orang sampek bener-bener harus dipendem tapi orang itu terus menerus gangguin lo?" Laily diam sebentar. Menjeda kalimatnya. "Dan secara gak langsung, benteng pertahanan lo runtuh, dan bener-bener jatuh ke dia. Lagi, setelah lo udah jatuh, dia berubah sikap jadi dingin dan gak mau liat lo."

Bagi Ellin, ujaran Laily terlalu berbelit. Otaknya terlalu sempit untuk memikirkan hal-hal rumit mengenai cinta dan rasa.

"Bisa lo ringkas nggak sih? Gue bego masalah begituan."

"Intinya adalah saat lo udah percaya sama orang tapi dia malah tiba-tiba ngelepasin lo tanpa sebab."

Dipikir-pikir lebih jauh lagi. Perubahan sikap manusia itu wajar, mengingat mereka adalah makhluk jauh dari kata sempurna.

"Emm, oke, paham."

Getaran ponsel Ellin, membuat gadis itu sedikit teralih.

"Heyyo, whatsapp bro dengan saudari Aish Nala purwana ada yang bisa saya bantu?"

"Dih, lengkap banget ya. Gausah ke rumah, gue lagi di rumah sakit."

"Sakit apa lo?! Jangan bilang sakit hati kayak Laily," ujar Ellin yang langsung melihat ke samping. Untung saja gadis itu tak mendengar apa yang baru saja Ellin katakan.

"Kucing gue lairan."

"Gaya banget lo, kucing lairan aja sampek dibawa ke RS!"

Titt..

Panggilan ditutup sepihak.

"Wah Aish nguji emosi gue. Udah tinggal sepuluh menit lagi nyampek rumah dia loh. Kenapa baru bilang sekarang sih?!"

"Ly, langsung ke mal aja ye?"

"Ly!"

Ellin menoleh. Temannya itu sedang terlihat menahan isaknya.

"Ly ... lo nangis?"

***

Bersambung ......




BigLuv,
ALnDMy04

AlLy [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang