10. Ketidakhadiran

479 74 369
                                    

Hei, kamu! Aku rindu.
Sebut saja aku bodoh.
Karena merindukan sosok seperti kamu.

***

Kata orang, jangan melakukan hal-hal yang kamu tidak suka, dengan begitu kamu akan merasa senang ataupun tidak terbebani. Kata mereka pula sesuatu harus dilakukan dengan hati yang ikhlas bukan hanya untuk ajang pembuktian diri.

Begitupun dengan Laily. Laily bodoh sangat bodoh ia tidak tahu apa yang ia lakukan sekarang berdiri di depan fakultas seni menunggu seseorang. Siapa lagi orang yang ia tunggu, kalau bukan Aldy.

Katanya, benci Aldy.
Kenapa ia di sini?

Katanya, gak mau ketemu. Kenapa ia malah menunggu?

Laily benar-benar aneh, bahkan ia bimbang dengan hatinya sendiri.

Laily menenteng paper bag berisi kotak makan yang di dalamnya roti tawar dengan selai coklat, sesekali ia melirik arloji di pergelangan tangan kirinya. Kenapa Aldy belum datang? Apa dia tidak ke kampus?

Gelisah yang ia rasakan, karena mata kuliahnya akan di mulai lima belas menit dari sekarang. Tapi, ia bahkan masih menunggu.

Seseorang menepuk pundaknya dari belakang. Laily mendapati sesosok wajah lelaki yang asing, tapi ia seperti pernah melihatnya. Laily paksakan ingat, hasilnya nihil.

"Kenalin gue Aris." Aris mengulurkan tangannya tanda perkenalan.

Laily hanya menatap kosong tangan itu. Sedangkan Aris tampak kikuk dan menarik tangannya kembali lalu mengusap tengkuknya. "Lo cewek yang di kantin waktu itu kan? Yang nggak ngebolehin Aldy makan?"

Ah, Laily baru ingat! Lelaki ini yang bersama Aldy di kantin waktu itu.

Aris celingak-celinguk, "Lo nunggu Aldy?"

Laily bergumam singkat sebagai jawaban.

"Nggak usah nunggu dia."

"Kenapa?"

"Hari ini dia izin gak masuk, katanya sih demam gejala tifus," ujar Aris sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam kantung celana.

Laily terpaku seperkian detik. Niat baiknya seperti tidak direstui semesta. Ia menatap kosong paper bag yang berisi kotak makan untuk Aldy. Aris menatap paper bag itu serta Laily bergantian, tiba-tiba sebuah ide terlintas begitu saja.

"Buat gue aja, nanti gue anterin deh ke rumahnya," alibi Aris padahal ia sama sekali tidak tahu dimana rumah Aldy.

"Yaudah, nih." Dengan mudahnya Laily menyodorkan paper bag itu kepada Aris. "bilangin juga cepet sembuh."

"Siap, bos."

Laily mendesis sebagai jawaban. Tak disangka saat ia berbalik, dirinya tengah menabrak dada bidang seseorang. Mendongakkan kepalanya melihat siapa pria itu. Oh, No!

Riky sudah memasang wajah ganasnya, enak saja ia tiba-tiba di tabrak dengan gadis payah ini. Dengan senyuman sinis ia berujar sadis. "Lo, buta? Gak bisa liat di belakang lo ada orang?"

Laily termangu sejenak. Berhadapan dengan kakak tingkatnya seperti Riky membuatnya bergedik ngeri. Apalagi melihat tampangnya yang belagu.

"Maaf, kak." Laily masih menundukkan kepalanya, ia tak berani melihat Riky yang seperti siap menerkamnya.

AlLy [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang