Debaran itu muncul lagi karena kamu. Aku hanya takut rasa yang aku pendam malah semakin tumbuh. Karena aku tahu, antara modus dan tulus itu beda tipis.
***
Ulangan hari ini telah usai. Laily melirik ke arah tempak duduk Ellin, gadis itu sempat menoleh sekilas ke arahnya lalu kembali memalingkan muka. Mungkin pertemanan mereka perlu waktu untuk kembali seperti semula. Namun, jika terus-terusan berdiam diri tanpa ada penjelasan apa pun dari kedua belak pihak. Kapan masalah ini akan selesai?
Terkadang pertemanan itu indah. Terkadang pertemanan itu juga rumit. Tergantung cara mereka menyelesaikan bagaimana suatu masalah.
Laily menghampiri bangku Ellin, menyentuh pundak gadis itu. "Lin ...," panggil Laily lirih.
Ellin masih membereskan barangnya. Tak peduli, seolah-olah tuli dan senga melakukan hal itu.
"Kita baikan dong, gausah diem-dieman gini. Gak enak tau."
Ellin masih diam lalu melirik Laily sekilas. Gadis itu berdecak dan berdiri. Gadis itu menggeser tubuh Laily dengan tangannya. Ia mau pergi.
"Lin ...," panggil Laily lagi, "gue minta maaf deh, kemarin gue ngatur-ngatur lo," ungkap Laily dengan rasa sesal yang berlebih.
Seharusnya Ellin juga harus meminta maaf. Karena di sini memang keduanya yang salah, yang satu semaunya sendiri dan yang satu terlalu menuntut apa yang menurutnya itu baik. Ini masih awal, apa pertemanan mereka harus hancur begitu saja?
"Come on, Lin, ini cuma masalah sepele. Pertemanan kita gak akan berakhir gitu aja, kan?" Kali ini Aish angkat bicara. Ya, sedari tadi dia hanya memperhatikan Laily dan Ellin secara seksama.
"Lo bela dia, Ish?" Ellin tersenyum sinis. "Gue nggak suka diatur-atur apalagi dituntut ini itu, gue paling gak suka!"
"Bukan ngebela tapi—" Ucapan Aish terhenti karena Laily memberi isyarat untuk diam. Biarlah Laily yang menyelesaikan masalahnya sendiri dengan Ellin. Yang pelik, maka akan semakin pelik jika ada orang lain yang ikut campur juga.
"Whatever sama apa kemauan lo, Lin, gue ngerti. Tapi, kita bisa baikan, kan? Gue udah minta maaf sama lo dan gue nyesel."
"Ya, ya, ya, untuk saat ini gue mau sendiri dulu. Males interaksi sama kalian berdua. Bye!" Ellin berbalik dan pergi dari sana. Menyisakan Laily dengan raut pasrahnya dan Aish dengan raut tak habis pikir dengan tingkah Ellin. Terlalu childish, menurutnya.
Aish mendekati Laily. Menepuk bahu gadis itu. "Tenang aja, Ly, ntar dia juga butuh temen. Gak usah khawatir," ujar Aish memberinya ketenangan.
***
Perpustakaan.
Di sinilah Laily dan Aish berada. Mereka menjelajahi setiap rak buku yang ingin mereka baca. Laily mengedarkan segala pandangan, jemari-jemarinya menjelajah di setiap buku yang ia telusuri. Sebuah celah yang membuat netranya berhenti dan terpaku selama beberapa detik.
Celah kecil itu lalu menjadi celah yang lumayan lebar. Seseorang di seberang sana menyibak buku itu dengan sengaja.
"Hai, Lai, kebetulan banget ketemu di sini."
Tangan kanan Aldy berpangku pada rak itu. Sementara tangan kirinya ia masukkan ke dalam celana jeans-nya.
"Nyari apa, Lai?" tanya Aldy basa-basi.
"Nyari bukulah!"
Aldy terkekeh. Padahal dia bertanya dengan nada kelewat santai, kenapa gadis itu malah menjawab dengan sengit?
KAMU SEDANG MEMBACA
AlLy [COMPLETE]
Teen Fiction-Sequel 18 Words- ° ° ° ° Entah mengapa takdir mempertemukan kita kembali dan sepertinya semesta ingin melanjutkan kisah kita yang sempat terhenti.